Seorang wanita berambut pendek berbaju putih sedang duduk di meja dengan membelakanginya, tapi kemudian secara perlahan menghadap ke arahnya. Saat itu, hari telah jauh tenggelam dalam malam dan bulan bersinar dengan cahaya tipis. Tangan wanita itu ada di atas meja, dan dia tidak bergerak sama sekali.
Tidak ada cahaya atau suara. Malam itu hanya tampak begitu tenang. John Lin sedang berbaring di tempat tidur, mencoba mengintip wanita di dekat meja dari bawah selimutnya.
Dia mulai bertanya-tanya ketika dia teringat bahwa dirinya telah tidur pada pukul 9.30 malam. Sekarang, saat matanya berputar melihat sinar dari kegelapan yang ada di luar, paling mungkin dirinya sedang terbangun pada pukul 4.00 dini hari.
Ketika dia terbangun di kamar tidurnya, sosok wanita itu tiba-tiba sudah berada di atas mejanya. 'Dari mana wanita itu berasal?'
Pertanyaan terselip di dalam sanubarinya. John Lin menyipitkan matanya, tetapi dia memiliki masalah pada pandangannya. Dokter menyebut bahwa ia setidaknya tengah menderita rabun jauh 5D.
Namun, matanya masih dapat menangkap sekilas siluet melalui sinar pandang yang ada. Sosok seorang wanita muda dengan gaun putih terpotret jelas di sana.
Anehnya, John tidak tahu dari mana asal wanita berbaju putih itu. Sejauh dia melansir dalam ingatan, tubuhnya sendiri bahkan tidak pernah terlihat mengenakan pakaian putih polos, dan kakak perempuannya juga tidak begitu menyukai pakaian dengan warna putih.
Fakta meletup di dalam pikirannya karena saudarinya itu selalu terlihat berseragam. Ditambah lagi dirinya sedang kuliah dan berada jauh dari rumah, dia tak selalu berada di sini.
Situasinya begitu sangat sunyi. Alis John serasa tengah dirajut bersama. Dia berkedip untuk menjernihkan penglihatannya, ingin tahu siapa sosok wanita itu.
Namun, suasananya begitu terlalu gelap, tidak banyak hal yang bisa dia lihat. Apa yang membuatnya seluruh bulu kuduknya tiba-tiba terasa naik adalah sebuah kenyataan bahwa John ternyata tidak bisa menggerakkan tubuhnya sama sekali sekarang. Dirinya begitu membatu, inginnya berteriak tapi suara miliknya juga ikut mendadak hilang entah kemana.
Dalam keadaan yang sudah seperti orang yang kesurupan, John sepertinya mendengar seseorang berbicara. Suara itu datang tepat di belakangnya, di samping tempat tidur miliknya. Itu adalah sesuatu yang berada di luar jangkauan penglihatannya.
Suara itu sangat dekat, seolah-olah orang itu tengah menatapnya sambil berbicara di belakangnya saat ini. Dia sepertinya bisa merasakan bahwa ada dua sosok disekitarnya. Sepasang mata aneh dan dingin menatapnya saat obrolan tak jelas itu terus berlanjut. Merinding tentu saja pasti, dia merasa ketakutan tengah menyelimuti seluruh tubuhnya.
Kemudian, dalam waktu sepersekian menit ke depan, terdengar ada suara klik seperti seseorang telah membuka pintu lalu melangkah masuk. Tiba-tiba, semua suara lainnya yang juga ikut dia dengar mendadak hilang dan tinggal gema hening yang tersisa.
John tersadar dari posisi kakunya, ia hanya melihat bahwa wanita berbaju putih di meja itu bangkit perlahan secara diam-diam. Tapi, punggungnya masih menghadap ke arahnya. Sosok itu berjalan membelakangi dirinya. Tidak, lebih tepatnya mungkin melayang karena tak ada kaki yang menapak, sejauh yang bisa dia lihat.
Lengan panjangnya yang tampak begitu pucat dalam pakaian putih yang teramat longgar dan kosong seperti sebuah gaun panjang yang membalut seluruh tubuhnya dari atas ke bawah, sedangkan gerakan tubuhnya sendiri kembali kaku dan terlihat tidak wajar seperti sebuah robot.
"Aku…" Lin John ingin mengatakan sesuatu, tetapi mulutnya seolah terkunci. Dia kembali terjebak dalam mode yang sama. John bahkan tidak bisa mengeluarkan suara, sama persis seperti sebelumnya.
Dirinya begitu gemetar seperti sedang merasa kram. Semua ototnya menegang, dan giginya bergemeletuk. Keringat dingin membasahi baju dalamnya.
"Terima kasih, terima kasih, terima kasih, terima kasih."
Sekali lagi, langkah kaki terdengar di ambang pintu. Sosok yang membuat langkah kaki itu, terus berjalan sampai ke ujung tempat tidur miliknya lalu berhenti.
John Lin tentu saja sudah merasa ketakutan setengah mati. Dia mencoba menarik dirinya kembali ke dalam bawah selimut dan mengendurkan tubuhnya sehingga dia bisa berbaring sedatar mungkin di tempat tidur.
Dengan begitu, tidak ada yang akan tahu dia ada di sana. Dia berpikir bahwa selama dia berbaring datar, siapa pun itu mungkin hanya akan percaya bahwa semuanya hanya sekedar selimut tebal di tempat tidur.
Namun, dia bahkan tidak bisa menggerakkan otot tubuhnya. Kaki dan punggungnya mengalami kram yang mengerikan. Hal itu sangat parah sehingga dia bahkan harus mengerahkan seluruh kekuatannya untuk mengatasi rasa gemetar dan nyeri tersebut.
"Terima kasih, terima kasih, terima kasih…"
Langkah kaki itu mendekati kepala tempat tidurnya. Hati John seolah tertelan di dalam mulutnya. Dia mencoba memejamkan matanya agar tidak melihat apa yang akan terjadi dalam beberapa waktu ke depan. Tetapi, rasa ngeri yang tak dapat dijelaskan membuat kedipan pun menjadi tidak mungkin. Semua hal yang ingin ia lakukan terasa mustahil.
Tiba-tiba, sepasang tangan pucat nan dingin terasa mulai menyelinap di bawah selimut. Sentuhan misterius dapat dia rasakan saat sesuatu berusaha meraih kakinya.
"Aah!" John mulai menjerit lalu bangkit dari tempat tidurnya. Dia tengah mandi keringat saat ini. Wajahnya pucat, dan matanya yang merah terbuka lebar.
"Huft, huff, huff, huff…" Dia terengah-engah dengan kepala yang tertunduk, menarik sebanyak mungkin udara segar ke dalam paru-parunya.
"Aku… aku baru saja mengalami mimpi yang sama. Tidak, kali ini bahkan lebih parah dari sebelumnya." Dia menekuk kakinya dan mengulurkan tangan untuk menyentuh tempat di mana sepasang tangan dingin telah mencoba meraih dirinya sebelumnya.
Tidak ada apa-apa di sana, seperti biasa. Tidak ada bekas luka ataupun jejak. Di saat yang sama John Lin juga tidak merasakan sakit apa pun lagi.
Meski begitu, pengalaman yang baru saja dilaluinya terasa begitu hidup dan nyata. Matahari telah terbit, siapa pun sosok itu pasti sudah pergi, hilang ditelan oleh cahaya hari. John lalu turun dari tempat tidur ketika suara ketukan pintu terdengar pertanda ada seseorang di luar sana.
"Kenapa kamu berteriak sebelumnya?" Suara khawatir saudari perempuannya terdengar dari balik pintu itu.
Dengan kedua tangan, John Lin menggosok dahinya yang mengeluarkan begitu banyak keringat. Dia mengambil napas dalam-dalam. "Aku baik-baik kok. Hanya baru saja mengalami mimpi buruk."
"Semoga saja begitu. Apa terjadi sesuatu di sekolah? Kamu tampaknya sangat gelisah akhir-akhir ini," kata saudari perempuannya.
"Aku baik-baik saja, sungguh. Aku hanya mengalami mimpi buruk," jawab John setelah jeda sesaat.
"Sarapan sudah siap. Bangunlah dari tempat tidur lalu minum susu hangat yang ada, maka kamu akan merasa lebih baik," desak saudarinya dengan prihatin sebelum dia pergi.
**To Be Continued**