Chereads / Sukses Karena Hinaan Mertua / Chapter 10 - Bantuan

Chapter 10 - Bantuan

"Bau apa ini?" Ucap Raka sambil menutup hidungnya dengan punggung tangan.

"Mungkin bau mayat-mayat yang habis kami bunuh, Bos." Jawab ketua preman.

Aku memang sengaja mengintip mereka dari balik pohon, agar aku tahu apa yang mereka lakukan disana.

Jika Raka atau salah satu dari preman itu mengetahui kalau mayat itu bukan aku, aku akan langsung lari dari tempat persembunyianku ini secepat mungkin.

Terlihat Raka berjalan perlahan mendekati mayat itu, membuat jantungku berdetak tak karuan.

Aku sangat takut jika Raka melihat mayat itu, pasti cepat atau lambat dia akan tau kalau mayat itu bukan aku.

Tapi, setelah Raka berada tepat dibelakang mayat itu, dia langsung berlari balik kearah para preman yang berdiri didepan pintu belakang.

Hal itu membuatku bisa bernafas dengan lega, karena Raka tidak sempat melihat wajah mayat itu. Mungkin karena dia tidak tahan dengan bau mayat yang sudah busuk dan sangat menyengat itu.

Sebenarnya aku juga tidak kuat menahan bau yang sangat busuk itu, apalagi bau itu sekarang sedang menempel dalam tubuhku, karena aku memakai pakaian mayat itu.

Tapi hanya ini cara satu-satunya yang bisa membebaskan ku dari tempat terkutuk ini, tempat yang bisa membuatku meregang nyawa.

Setelah Raka dan para preman itu kembali masuk kedalam bangunan tua, sekuat tenaga aku berlari meninggalkan tempat itu dengan langkah bertatih-tatih.

Setelah aku keluar dari tempat ini, tujuanku hanya satu. Aku akan membalas dendam pada Raka, karena dia berusaha melenyapkan ku. Kalau bisa, aku pun akan balas dendam pada seluruh keluarganya, agar mereka bisa merasakan apa yang pernah aku rasakan.

Setelah berjalan cukup jauh, akhirnya aku melihat jalan raya diujung sana.

Tapi jalanan itu sangat sepi, tak ada satu pun kendaraan yang lewat.

Lagian siapa juga yang mau melewati jalan yang kanan kirinya terdapat hutan belantara seperti ini.

Aku percepat langkah kakiku, agar aku segera sampai ditepi jalan itu sambil menunggu kendaraan yang lewat. Siapa tau saja tiba-tiba Tuhan memberi bantuan melalui seseorang yang lewat jalan sini.

Cukup lama aku menunggu, namun sama sekali tak ada satu pun kendaraan yang lewat.

Aku terpaksa berjalan menyusuri jalan raya ini, agar aku bisa mencari bantuan pada penduduk yang tinggal disini.

Jalan ini kayaknya jauh dari penduduk, karena dari tadi aku tak melihat rumah atau bahkan orang disini.

Tiba-tiba langkah kakiku terasa berat, kepala juga sangat pusing, hingga tubuhku ambruk dan aku tak ingat apa-apa lagi.

****

Saat kubuka kedua mataku, aku berada di ruangan yang serba putih.

Sepertinya aku sedang berada di rumah sakit. Tapi siapa yang sudi membawaku kesini?

Ceklek

Pintu ruangan terbuka.

Seorang laki-laki yang memakai jas putih masuk kedalam ruanganku, dan diikuti seorang wanita cantik dibelakangnya.

"Bagaimana keadaan kamu sekarang?" Tanya laki-laki itu.

"Saya baik-baik saja. Dimana saya sekarang, dan siapa yang membawa saya kesini?" Tanyaku pada laki-laki itu.

"Kamu sekarang berada di rumah sakit, dan Mbak ini yang membawa kamu kesini." Jawabnya sambil menoleh ke arah wanita cantik itu.

Wanita itu hanya mengangguk pelan sambil tersenyum, membuat kecantikannya bertambah.

"Oh ya, perkenalkan saya Dokter Damar." Ucapnya sambil menulurkan tangan.

Kuulurkan tanganku menjabat tangan dokter itu sambil tersenyum kecil.

"Wanita disebelah saya ini namanya Ratna." Lanjutnya memperkenalkan wanita cantik itu.

Aku hanya mengangguk sambil tersenyum menanggapi.

"Nama kamu siapa? Dan apa yang terjadi hingga kamu terluka seperti ini?"

Akhirnya wanita cantik yang bernama Ratna itu bertanya, setelah dari tadi diam seribu bahasa.

Apakah aku harus menjawab dengan jujur siapa aku? Atau aku harus menyembunyikan identitasku agar tak diketahui oleh Raka dan keluarganya?

"Kenapa kamu malah bengong? Apa pertanyaan itu mengusik kenyamananmu?" Tanya Dokter Damar, membuatku mengalihkan pandangan ke arahnya.

Aku bingung saat ini, di satu sisi aku ingin menceritakan semua kejadian yang aku alami, namun disisi lain aku takut, takut kalau Dokter Damar atau pun Ratna tidak bisa menyimpan rahasiaku.

"Tidak apa-apa kalau kamu masih belum bisa menceritakan sesuatu kepada kami. Lebih baik sekarang kamu istirahat saja, agar cepat sembuh." Ucapnya ramah dan aku hanya mengangguk.

Kubaringkan tubuhku di atas brankar rumah sakit setelah Ratna dan Dokter Damar pamit untuk keluar.

Entah kenapa aku merasa kalau mereka berdua itu orang baik. Kalau mereka bukan orang baik, tidak mungkin mereka mau menolongku.

Lebih baik aku istirahat saja dulu, baru nanti dipikirkan apakah aku harus menceritakan masalahku atau aku memang harus memendamnya sendiri.

Ceklek

Pintu ruangan kembali terbuka.

Seorang perawat masuk kedalam ruanganku sambil membawa piring berisi makanan dan segelas air putih.

"Ini makanannya dimakan ya, Pak. Biar cepat sembuh." Ucap perawat itu sambil meletakkan piring itu di atas meja. Sedangkan aku hanya mengangguk menanggapi.

Perawat itu pun pamit untuk kembali keluar setelah selesai mengantarkan makanan untukku.

Perutku memang sangat lapar, karena aku dari tadi belum makan sama sekali.

Terakhir aku makan bersama Pak Malik sebelum adegan penculikan itu terjadi.

Aku makan sambil memikirkan kalau ternyata Tuhan memang masih menyayangiku. Buktinya Tuhan mengirimkan bantuan seorang wanita cantik sebagai penyelamatku.

Kalau tidak ada wanita itu, entah jadi apa aku dijalan yang diapit oleh Hutan kanan kirinya.

Mungkin aku akan menjadi santapan para binatang liar yang ada di Hutan itu.

"Sudah selesai makannya?"

Gara-gara aku bengong, sampai-sampai aku tak menyadari kalau ada Ratna yang duduk di sampingku menungguiku.

Entah kapan wanita itu masuk kesini, yang jelas aku sama sekali tak tau kapan masuknya wanita itu kedalam ruangan ini.

Aku hanya mengangguk sambil meletakkan kembali piring di atas meja.

"Apa kamu ingin cerita sesuatu?" Tanya Ratna membuatku menatap dalam kedua matanya.

Sama sekali tak terpancar aura jahat dalam manik mata wanita itu, yang ada hanya ketulusan dia menolongku.

Akhirnya aku mengangguk dengan mantap untuk menceritakan apa yang baru saja kau alami.

"Apa yang terjadi?" Wanita itu terus bertanya dengan rasa penasarannya, karena aku masih belum memulai bercerita.

"Aku ingin dibunuh seseorang." Ucapanku membuat wanita itu menatapku dengan rasa kaget, mungkin tak percaya dengan apa yang aku katakan.

"Ada seseorang yang sangat membenciku, dan dia menyuruh para preman untuk menculikku juga membunuhku." Lanjutku, Ratna hanya diam menyimak.

"Untunglah aku bisa selamat dari mereka."

Kedua pelupuk mataku tiba-tiba mengembun saat mengingat kejadian yang baru saja terjadi.

"Apa salahmu? Kenapa orang itu sampai ingin membunuhmu?"

Akhirnya pertanyaan itu keluar juga dari mulut wanita itu, entah aku harus menjawab apa. Apa aku harus jujur padanya kalau awal dari musibah ini adalah karena pernikahanku dengan Santi?