Chereads / Oblivion: The Black Box / Chapter 3 - Chapter 2

Chapter 3 - Chapter 2

Memandangi layar didepanku, aku sudah memikirkan pilihan apa yang harus kuambil. Aku pun tanpa keraguan segera menekan kotak pilihan yang telah kutetapkan.

[Anda telah memilih 'X', oleh karena itu pintu menuju alam baka akan segera terbuka]

"Yah ini adalah pilihan yang tepat." kataku.

Persetan dengan dunia baru neo apalah itu. Kalau dipikir-pikir lagi apa iya dewa sebaik itu memberikan aku kesempatan untuk kehidupan baru? Apalagi dunia yang diciptakan oleh para dewa kematian itu sendiri. Jika aku memilih dunia baru itu pasti hanya ada jalan berduri sulit yang akan menantiku disana.

Aku hanya harus mempercayai diriku sendiri. Benar, pasti selama aku masih hidup ada lah setidaknya perbuatan baik yang telah kulakukan. Lagipula aku sudah mati, sudah seharusnya orang yang sudah mati untuk dibiarkan mati dan mencapai akhirnya dengan tenang.

"Drkkkk" pikiranku teralihkan oleh suara pintu hitam menuju alam baka yang mulai terbuka dari bawah ke atas.

[Pintu alam baka sudah terbuka, anda dipersilahkan untuk memasuki pintu]

Pintu hitam itu terbuka dengan sempurna. aku menatap pintu yang terbuka itu, penasaran dengan apa yang ada didalamnya namun tidak terlihat pemandangan apapun melainkan hanya portal hitam didalam pintu.

"Hahh..."

Mengambil napas dalam-dalam kakiku mulai melangkah dengan perlahan menuju pintu hitam. Aku berhenti melangkah saat jarak antara pintu itu denganku hanya tersisa satu kaki, lalu aku mendongak ke atas dan melihat sekelilingku seperti sedang mencari sesuatu.

[Huh? Kenapa anda belum masuk? Apa anda berubah pikiran diakhir? Tapi maaf pilihan yang telah dibuat tid-]

"Bukan itu... tadi kau bilang namamu Hecate kan?"

[benar, saya adalah 'Hecate the Gatekeeper'. Apa ada sesuatu?]

Suara yang terdengar dikepalaku yang sebelumnya terdengar sangat agung dan mutlak sekarang terdengar sedikit kebinggungan.

"Terima kasih" ucapku dengan suara pelan.

[Huhh?? terima kasih? untuk apa?? apa kepalamu baik-baik saja manusia?]

"Emm.. I-itu, waktu aku sedang.. yah begitulah dan kau hanya diam dan memberikanku waktu untuk.. aghh! Yah pokoknya terima kasih untuk itu." Aku bisa merasakan pipiku sedikit memanas karena malu.

[...]

[...]

Kenapa dia hanya diam? Apa aku mengatakan sesuatu yang salah? Aku tahu mungkin menurutnya itu hanya tugasnya, tapi setidaknya tindakannya tadi itu adalah bentuk kebaikannya. Apa salahnya aku berterima kasih kepada satu-satunya yang telah berbicara dan baik padaku diujung akhirku?

[Ahahahaha! Manusia yang menarik. Sayang sekali kita tidak akan berjumpa lagi!]

"Yah, senang bisa berbicara denganmu disaat-saat terakhirku Hecate"

[Kesenangan ada padaku manusia, sudah lama tidak bertemu seseorang yang menarik sepertimu. Baiklah, kamu bisa memasuki pintu itu sekarang. Let God of Death Bless your pitiful soul]

Aku memberikan anggukan kecil diudara, menutup mataku, lalu melangkah kearah portal di pintu hitam menuju alam baka itu. Aku sudah memasrahkan segalanya, tidak ingin berpikir apapun lagi namun tiba-tiba aku merasa seperti terdorong kembali kebelakang.

"Huh?" Aku perlahan membuka kembali mataku.

"A-Ada apa ini? Hecate? Kenapa aku tidak bisa masuk?"

[Huh?? Kenapa ini? Ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Entah Bagaimana sistem tidak dapat mengirimu ke alam baka, hanya jalur pintu putih yang sepertinya bisa bekerja untukmu. Oleh karena itu, kamu akan dipindahkan ke pintu putih]

"Hahhh!?" Aku berseru, wajahku memucat.

"He-hey Hecate, ini tidak benar kan?" Suaraku bergetar.

"Drkkkk"

Seakan-akan mematahkan kata-kataku, tiba-tiba terdengar suara getaran pintu putih yang mulai terbuka.

"Oh tidak" ucapku dengan serak.

[Sepertinya takdir berkata lain untukmu, yah tidak buruk juga. Aku senang perpisahan kita hanya sebentar, haha. Let God of Death Bless your pitiful soul]

"Tidak, bukan ini ya-" Tiba-tiba saja aku merasa seperti ada tangan tak terlihat yang amat besar yang mengenggam tubuhku dan melemparkannya ke pintu putih dengan portal berwarna pelangi didalamnya.

Merasa takut akan dunia baru apa yang menungguku disana. Aku menutup mataku rapat-rapat lalu aku dapat merasakan getaran ketakutan yang alami datang dari tubuhku namun merasa belum siap untuk kembali membuka mata.

"Hmmm?" Perasaan ini terasa familiar.

Aku menegang, aku tahu ini bukan perasaan yang menyenangkan. Merasa perlu memastikannya, dengan perlahan aku membuka kedua mataku.

Aku jatuh. Aku terjatuh dari portal dengan ketinggian dan kecepatan yang gila. Kecepatan itu membuatku tidak bisa melihat dengan jelas apa yang ada dibawah, hanya terlihat sesuatu yang amat kabur dan kecil. Rambutku beriak-riak dan wajahku sangat kacau, aku bahkan tahu tanpa harus melihatnya.

"Oh, shiiyal." Aku mengutuk dengan suara yang terganggu oleh angin.

Aku terus meluncur dengan sangat cepat di udara. Masih melihat kebawah, namun juga tidak dapat melihat dengan jelas. Jika jatuh dari ketinggian ini bukannya aku akan mati lagi? Hah! Kehidupan baru apanya? Apa ini artinya aku juga harus mati untuk kedua kalinya dulu baru mendapat kehidupan baru?

"KHAKKK" terdengar suara aneh yang tidak kutahu datang dari mana.

Saat berusaha mencari sumber arah suara, aku amat terkejut dengan apa yang kelihatannya seperti burung raksasa yang sedang terbang ke arahku. Semakin dekat jarak antara burung itu dengan ku, semakin jelas pula wujud burung raksasa itu. Itu adalah burung gagak raksasa berkaki tiga yang melesat dengan cepat kearahku hingga akhirnya berada tepat dibawahku.

"Brukk" Aku mendarat tepat dibelakang tengkuk burung gagak raksasa itu. Secara naluriah, aku segera berpengangan erat pada burung itu. Setelah aku berada diatasnya, burung itu sekarang terbang dengan lebih lambat. Tidak butuh waktu lama untuk aku mulai merasa jauh lebih nyaman walau belum begitu terbiasa.

Bagaimana tidak? Aku aku tidak perlu khawatir untuk mati dua kali sekarang. Aku tahu bahwa burung gagak raksasa ini berniat menolongku dilihat dari bagaimana aku masih berada diatasnya bukan diperutnya. Pendaratanku yang sepertinya tadi akan menyakitkan berubah menjadi penerbangan yang... cukup menyenangkan kurasa?

Kabut tebal yang berada dibawah pandanganku membuatku tidak dapat melihat ataupun memprediksi apapun yang ada dibawahku. Namun aku tahu bahwa aku sudah dekat ketika burung itu mulai melambat.

Terbang melewati kabut tebal yang menutupi, aku dengan perlahan akhirnya dapat melihat apa yang ada dibawah mataku hanya untuk takjub dengan apa yang kulihat.