Chereads / Oblivion: The Black Box / Chapter 5 - Chapter 4

Chapter 5 - Chapter 4

Setelah berjalan menyusuri jalan menuju kastil bersama Kana, kami akhirnya sampai didekat gerbang pintu istana yang sangat besar. Selama perjalanan aku membicarakan banyak hal dengan Kana. Didunia yang asing ini dimana aku tidak mengenal siapapun bahkan tidak mengenal jelas diriku sendiri, meskipun kami baru bertemu namun sosok Kana sudah seperti adik yang manis bagiku. 

Ada satu hal lagi yang kusadari setelah berbicara banyak dengan Kana, bahwa kami berdua bahkan tidak berbicara dengan bahasa yang sama, namun entah bagaimana kami dapat saling mengerti satu sama lain. Kurasa dunia ini diciptakan agar semua jiwa manusia yang berasal dari berbagai wilayah yang berbeda dapat saling berkomunikasi tanpa masalah.

Sebelumnya kami berdua menunggu selama beberapa waktu untuk memastikan jika ada peserta lain sepertiku untuk memperingatkannya tentang bunga misterius itu, namun setelah menunggu cukup lama tidak kunjung ada yang muncul. Kana berkata bahwa dia menunggu cukup lama saat kedatanganku dan heran bahwa hanya ada aku yang datang, karena menurutnya saat ia pertama kali sampai ia melihat sudah ada ratusan orang yang mendarat dan ratusan orang yang baru sampai dengan gagak hitam raksasa. Sepertinya aku memang orang terakhir yang masuk kedunia ini.

Kami berdua akhirnya mendekati gerbang yang lalu terbuka dengan sendirinya, lalu kami mulai berjalan menuju pintu masuk utama kastil.

"Kriekkk" suara pintu yang terbuka dengan dorongan tanganku yang mana tanganku yang lain mengenggam pergelangan tangan Kana yang mengikutiku dari belakang.

Ketika pintu terbuka kastil putih megah itu sudah dipenuhi dengan ratusan orang. Namun hal pertama yang menarik perhatianku bukanlah tatapan orang-orang kepadaku melainkan adalah altar berbentuk lingkaran besar yang dihiasi oleh tulisan, simbol kuno rumit apapun itu yang berada ditengah aula kastil tersebut.

Pada dinding belakang altar terdapat jendela kaca patri dengan perpaduan warna biru, hijau zamrut, merah delima serta kuning yang sangat cemerlang dimana terdapat pola yang tergambarkan seperti para dewa dewi yang tidak dapat kukenali. Dinding lainnya dan lantai dalam kastil seperti terbuat dari batu alam yang indah dan bersinar. Namun selain itu, tidak terdapat apapun lagi, hanya ada ratusan mungkin bahkan ribuan orang-orang yang memenuhi kastil yang mana mereka seperti sedang menunggu sesuatu.

Ditengah lautan manusia yang kebanyakan dari mereka acuh tak acuh dan sibuk akan urusannya sendiri, aku dapat merasakan tatapan dingin yang membuatku merinding datang entah dari mana sedang mengawasiku dan Kana.

"Kak- kak Rai…" panggil Kana sembari menarik lengan bajuku. Sepertinya dia juga merasakannya.

"Aku tahu Kana, bersikaplah biasa." Jawabku.

Setelah melihat Kana mengangguk kecil, mataku sibuk mencari orang yang mengawasi kami dari lautan manusia di aula ini.

Aku terus berjalan menyusuri aula sambil mengandeng tangan Kana agar tidak hilang dari pandanganku ditengah keramaian ini. Sebenarnya siapa yang mengawasiku dan Kana? Dan sejak kapan? Apa sejak awal kedatangan kami?

Aku terus memikirkan siapa dan dimana keberadaan orang itu sampai akhirnya aku mendengar suara teriakan seseorang.

"Hei, kalian yang disitu!"

"Hei, kau yang sedang bersama Kana!" Teriak seseorang dari belakang kami.

Aku pun berhenti dan sebelum aku berbalik untuk dapat bertanya apa Kana mengenalnya, tiba-tiba saja aku melihat…

"Huh kaki?"

Yah, didepan mataku sekarang benar-benar ada kaki yang sedang melayang.

'Brakkkkkkk'

Suasana aula yang tadinya berisik karena ada berbagai macam obrolan ditengah keramaian tiba-tiba saja menjadi hening.

Saat aku menyadarinya, aku sudah jatuh dan berada di ubin lantai aula.

Aku dapat merasakan tatapan semua orang di aula mengarah kearahku. Ratusan mata dengan tatapan binggung, mengejek, takut, bahkan kasihan sedang mengarah kepadaku.

"DASAR GILA!!". Teriakku, segera bangkit.

Bahkan tanpa melihatnya aku dapat merasakan wajahku memerah entah dari rasa marah, malu ataupun sakit dari tendangan orang sinting itu.

"HEI! KAU! APA MAK--".

"KANAA, apa kamu baik-baik saja? Aku sangat khawatir karna kamu tidak kunjung kembali! aku dan yang lain baru saja ingin kembali untuk menjemputmu."

"A-aku baik-baik saya kak. Ta-tapi…"

"HEII!" Teriakku kesal karena diabaikan dari orang yang entah dari mana tiba-tiba saja menendang wajahku.

Orang sinting yang memeluk Kana dan terus mengelus-elus kepala Kana itu akhirnya menoleh kearahku.

Ia adalah seorang wanita tinggi berkulit putih yang memiliki rambut blonde pendek sebahu.

"Hmm Kana, dia siapa?". Tanyanya dengan intonasi seperti benar-benar tidak tahu apa yang baru saja dia perbuat kepadaku.

"Wah, Bagaimana bisa ada orang sinting sepertimu bahkan didunia setelah kematian. Sepertinya ujian menguji kesabaranku dari dewa sudah dimulai??".

"A-APAA KAU BILANG? SINTING??". Suara tidak tahu malunya tadi menghilang dan sekarang terdengar sangat tersinggung.

"Yah, sinting namanya. Bagaimana bisa ada orang yang tiba-tiba saja menendang wajah orang lain?"

"I-itu… aku hanya mencoba menyelamatkan Kana!"

"Saat aku melihat mu mengandeng Kana aku memanggil kalian berkali-kali, tapi bahkan saat Kana melihat kearahku dan mencoba menghentikanmu kamu tetap terus berjalan membawanya dasar penculik!"

"A-Apaa!? penculik? omong kosong apa ini? Kana, memangnya ada aku begitu?" tanyaku sembari mengalihkan pandanganku pada Kana.  

"I-itu… Ka- Kalian berdua saling salah paham!"

"Hahh??" Responku dengan orang sinting itu disaat yang bersamaan.

"Ja-jadi, aku memang mencoba menghentikan kak Arai saat melihat kakak, tapi kak Rai bukan orang jahat. Sepertinya kak Rai memang tidak dengar saja dan…"

"Hah? Kapan aku- Ah!!"

Mungkinkah saat aku merasa kami sedang diawasi aku terlalu larut dalam pikiranku sendiri hingga tidak menyadari panggilan orang itu bahkan Kana?

"Da- dan kak Rai, ini kak Rowan yang pernah kuceritakan."

"Hah? Rowan? Tidak mungkin." Suara ku terdengar sangat kebingungan.

"Yah aku Rowan, Rowanna Hamilton. Apa kau ada masalah denganku hah?"

"Ta-tapi Kana, Rowan yang kau ceritakan padaku adalah seorang wanita cantik baik hati yang memimpin orang-orang menuju kastil?"

"Dia jauh dari cantik dan baik hati Kana, dia hanya wanita bar-bar!"

"Hei kau! beraninya bilang seperti itu padaku!".

"Sudah cukup." Seorang pria tinggi berbadan besar dari gerombolan orang-orang yang berada dibelakang Rowan maju dan menghentikan kami berdua.

"Namamu Arai kan? Sebelumnya aku minta maaf atas apa yang sudah Rowan lakukan. Tapi ini bukan waktu dan tempat yang tepat untuk berdebat hal seperti ini. Lihat, kita hanya menjadi tontonan orang-orang."

Aku yang terbawa emosiku sesaat akhirnya melihat orang-orang sekelilingku dan mencoba mendinginkan kepalaku.

"Yah, kau benar. Mari bicara ditempat lain."

"Pilihan yang baik". Jawab pria besar itu sembari tersenyum ramah kepadaku.