Acacia membuka mata ketika hidungnya mencium aroma minyak kayu putih yang membuat dirinya terbangun. Kepalanya juga terasa sangat pusing, bahkan Acacia merasa begitu mual.
Mengerjap-ngerjapkan matanya, Acacia berusaha menyesuaikan intensitas cahaya yang masuk ke retinanya. Dalam cahaya yang remang-remang, Acacia juga bisa melihat siluet sosok laki-laki yang berdiri di samping ranjang sedang menatapnya.
Ketika kedua kelopak matanya sepenuhnya terbuka, Acacia membulatkan mata melihat Kenzo bertelanjang dada dengan rambut yang acak-acakan. Yang membuat Acacia semakin terkejut adalah, kedua tangan serta kakinya diikat. Bahkan ... tidak ada satu helai pun yang melindungi tubuh polosnya.
"Ken ...," lirih Acacia dengan air mata yang menetes.
Acacia merasa ribuan pisau menyayat batinnya, ia sudah tidak tahu lagi harus berbuat apa. Ingin rasanya Acacia menjerit, tetapi untuk saat ini tenaganya terlalu lemah. Tidak ada lagi yang bisa Acacia lakukan selain memohon dan pasrah.
Jantungnya bertalu-talu saat Kenzo perlahan naik ke atas ranjang, Acacia menelan ludahnya ketika Kenzo mulai mendekati dirinya. Dengan segala upaya, Acacia menghindar agar Kenzo tidak bisa menyentuh wajahnya. Akan tetapi ... dengan sekali cengkraman di dagu, Kenzo berhasil melihat rupa ayu Acacia sepenuhnya.
"Kamu miliku hari ini, Acacia," bisik Kenzo sambil menjilat bibir bawahnya.
Acacia menggeleng frustasi dengan air mata yang semakin deras meluruh, hatinya benar-benar hancur saat Kenzo mulai mengendus-endus lehernya. Karena sudah tidak tahan lagi akan sikap kurang ajar Kenzo, Acacia meludahinya.
"Sialan!" desis Kenzo, laki-laki itu lalu menjambak rambut Acacia dengan kuat.
"Ken---" Acacia tidak sanggup berkata-kata lagi, yang bisa dilakukannya hanya meringis sambil merasakan perih di sekitar area kepalanya. "Stop ...."
Tatapan Kenzo berubah nyalang saat mata mereka bertemu. "Jangan macem-macem, Ca! Karena sekarang aku bisa lakuin apa aja yang aku mau. Jadi kamu harus nurut sama aku, kalau enggak mau aku kasarin. Paham?!"
"Bajingan kamu, Ken! Kenapa kamu tega sama aku? Aku salah apa sama kamu?!" jerit Acacia dengan air mata yang masih setia menemani isaknya.
Hawa menjadi dingin, semuanya menjadi kelabu. Acacia membenci kegilaan ini, di mana ia tidak bisa berkutik ataupun melarikan diri. Terkulai, ia benar-benar terluka begitu dalam. Perkataan yang diucapkan Kenzo, sangatlah menyayat hatinya.
Perlahan, cengkraman kasar Kenzo di rambutnya perlahan terlepas. Laki-laki itu melihat Acacia dengan tatapan nanar. "Ini semua karena kamu, Ca. Andai ... andai kamu ngga selalu minta putus, pasti aku nggak mungkin ngelakuin ini. Di sini kamu yang salah, karena udah tau kelakuan bejat aku. Jadi buat mempertahankan kamu di sisiku, aku harus ngelakuin hal ini."
Tutur kata Kenzo yang menyakitkan membuat Acacia terdiam, gadis itu sangat tidak menyangka laki-laki yang dicintainya tega merusak harga dirinya. Acacia merasa seperti ada yang menggores batinnya, ia hanya bisa berharap ini semua hanyalah mimpi.
"Aku benci sama kamu ... Ken," ucap Acacia dengan sesenggukan, matanya kini bahkan sudah memerah.
Acacia hanya bisa menangis, sebab air mata adalah satu-satunya cara bagaimana mata berbicara ketika bibir tak mampu untuk menjelaskan apa yang membuat perasaan menjadi terluka.
"Aku cinta kamu, Aca."
Tepat setelah pengakuan cintanya, Kenzo bergerak melakukan niatnya hingga berhasil menembus batas wajar yang nantinya akan ia sesali.
***
Gemerlap cahaya di ufuk timur, angin menari tirai di dekat jendela. Melihat cakrawala menjuntai di langit biru, ternyata pagi telah tiba. Cahaya yang berhasil masuk melalui celah gorden, membangunkan Acacia dari tidur lelahnya.
Menatap kosong ke langit kamar, Acacia termenung dalam suatu hal yang menyedihkan. Tampak jelas dalam memori, kebegisan Kenzo merampas semua yang selama ini selalu Acacia jaga dengan hati-hati.
Seperti tertusuk di ujung tombak, nadinya mengucur dengan deras. Air matanya kembali menitih, tanpa isakan bibir ranumnya kembali bergetar pilu. Acacia menghela napas lebih dalam, mencoba menahan rasa sakit akan luka yang baru saja ia dapatkan.
Di mana sakitnya berlangsung lambat, perihnya menyiksa secara perlahan. Tubuhnya melemah dan tidak dapat bergerak, seolah lumpuh dengan kedua kaki yang kaku bagai jasad.
"Kamu udah bangun, sayang?" Kenzo lalu melingkarkan tangannya di perut polos Acacia. "Ayolah sayang ... jangan nangis, kamu sekarang udah jadi milik aku tau."
"Ken," lirih Acacia dengan air mata yang masih setia menetes. "Kamu tau perasaan aku gimana sekarang? Rasanya seperti dipeluk lalu di tikam oleh sebilah pisau dari belakang, sakitnya begitu mematikan."
"Kamu bicara apa, sih?" tanya Kenzo sembari mengeratkan pelukannya. Sebenarnya ia paham akan maksud dari pembicara Acacia, akan tetapi Kenzo pura-pura tidak tahu.
Acacia memejamkan mata, berusaha menyelaraskan pikirannya. Namun, hanya kesedihan yang selalu terbayang. "Apa sekarang aku udah nggak punya masa depan lagi? Kamu udah ambil harta paling berharga yang selalu aku jaga, Ken. Kamu ... udah hancurin hidup aku, Ken."
"Ca, kamu tenang aja. Kamu itu nggak akan hamil, lagian aku udah pake pengaman sama ngeluarin di luar. Jadi kamu aman sekarang. Cuman, kalau kamu masih kekeuh mau minta putus dari aku ... terpaksa aku sebarin vidio panas kita ke media sosial," ucap Kenzo enteng.
Mendengar itu, emosi Acacia seketika tersulut. Entahlah, ia tidak bisa mengerti jalan pikiran Kenzo. Bagiamana bisa lelaki itu berpikiran pendek seperti ini? Apakah Kenzo tidak tahu bahwa konsekuensi yang ia lakukan sangatlah besar? Kenapa kesannya Kenzo justru terlalu tidak peduli?
Merubah posisi tidurnya menjadi duduk, Acacia menatap nyalang Kenzo. Dengan sekali gerakan, perempuan itu mencekik Kenzo menggunakan kedua tangannya. Bahkan tak segan menjedotkan kepalanya pada dahi Kenzo, membuat lelaki itu meronta ingin dilepaskan.
Napas bergemuruh tidak dapat terelakkan ketika Acacia usai menyiksa Kenzo. "Kamu inget? Semalem aku juga minta berhenti ke kamu sampai suara aku serak! Tapi apa? Kamu masih lanjut muasin nafsu sialan yang menjijikkan itu!"
Karena masih kesal kepada Kenzo, Acacia mendorong lelaki itu sampai terjatuh dari ranjang. "Gara-gara kamu ...." Acacia menunjuk Kenzo dengan jari telunjuknya yang bergetar, ia sedang menahan tangis saat ini. "Aku kehilangan kehormatanku! Gara-gara kamu aku sampai ngingkarin janji aku sama orang tua buat enggak pacaran! Gara-gara kamu aku gagal jadi perempuan! Itu semua karena kamu, Ken!"
"ARGH!"
Acacia menjerit sambil menjambak rambutnya dengan kuat, bahkan tak segan-segan ia memukuli dadanya sendiri yang terasa begitu sesak. Perasaanya benar-benar terluka saat ini, di mana semua tidak bisa diperbaiki. Nasi sudah menjadi bubur, bubur yang akan membuat Acacia menyesal seumur hidup telah mengenal Kenzo dalam hidupnya.
Tidak ingin terlihat lemah, Kenzo bangkit dan segera memakai pakaiannya yang berserakan di lantai. Ia lalu menatap Acacia dalam dan penuh penuntutan. "Jangan macem-macem, Ca. Inget ... aku masih punya vidio kita, jadi kamu harus nurut sama aku! Jangan coba-coba kamu mempengaruhi aku, aku enggak bakal simpati sama kamu!"
Setelah mengatakan kalimat itu, Kenzo segera berlalu meninggalkan kamar. Di luar ruangan, Kenzo memegang dinding karena tubuhnya melemas. Ia benar-benar tidak menyangka telah merusak Acacia, bahkan sangat menikmati tubuhnya.
"Aku benar-benar brengsek. Maafin aku, Aca," gumamnya dengan mata yang memerah menahan tangis. Kenzo benar-benar tidak tega melihat wanita yang dicintainya bersikap frustasi seperti tadi.