Kerajaan Kepanu, Tahun 1349
"Wah, Kerajaan Kepanu benar-benar hebat ya! Bagaimana bisa bunga aconite sebanyak ini tumbuh subur di atas tanah seluas ini?" kata Yudanta.
"Ya, begitulah. Raja Kepanu yang baru bekerja dengan sangat baik", jawab Fons dengan pandangan yang lurus ke depan.
"Lalu, sampai kapan kita berjalan kaki seperti ini? Kenapa kau tidak meminjam kuda dari Raja Kepanu sih? Katamu Raja Kepanu baik?" kata Yudanta.
"Sabar… sebentar lagi kita tiba di pelabuhan kecil. Kita ke Gaharunu naik kapal dari laut timur. Kau sudah lupa kalau aku di buang oleh Carl? Kau sendiri yang bilang tadi malam" sindir Fons kesal.
Fons dan Yudanta terus berjalan kaki melewati ladang bunga aconite. Mereka juga melewati hutan, sawah, pemukiman, pasar, hutan lagi, dan pemukiman lagi. Sesekali mereka beristirahat di kedai pinggir jalan.
Nenek Hansa sedang memetik daun dari tumbuhan yang ditanam di depan rumahnya. Dia melihat ada dua pria berjalan dengan membawa barang yang berat. Ada barang yang digendong, ditenteng, dan ada juga yang disampirkan ke badan. Nek Hansa melihat dua pria itu dengan keheranan.
"Kok masih ada ya orang yang membawa barang sebanyak itu dengan jalan kaki? Mungkin mereka ingin berhemat", ucap Nek Hansa.
Semakin lama, pria itu semakin mendekat pada Nek Hansa. Mereka berdua menatap tajam Nek Hansa. Nek Hansa keget. Beliau langsung menegok ke arah rumahnya. Ternyata tidak ada siapapun di jendela dan pintu rumah itu. Nek Hansa semakin ketakutan. Beliau membayangkan banyak hal seketika itu.
"Siapa orang itu? Kenapa mereka menatapku?" batin Nek Hansa.
Nek Hansa mencoba menenangkan diri. Namun kedua pria terus berjalan dengan pandangan lurus ke Nek Hansa. Jantung Nek Hansa berdebar kencang. Nek Hansa ingin memanggil seseorang tapi dia baru ingat bahwa Alatariel masih lumpuh dan Kakek masih berada di hutan. Akhirnya Nek Hansa pasrah.
Ternyata, kedua pria itu adalah Yudanta dan Fons. Mereka langsung berbelok ke kanan saat mereka berada di depan rumah Nek Hansa. Untungnya Alatariel masih lumpuh. Andaikan tidak, Nek Hansa pasti memanggilnya dan dia akan langsung bertemu dengan Yudanta. Setelah Yudanta dan Fons sudah menjauh, Nek Hansa langsung berlari ke dalam rumah.
Kerajaan Tirtanu, Tahun 1349
"Kira-kira racun apa itu?" tanya Endaru.
"Aconite. Entah apa racun yang digunakan, tapi yang jelas salah satu bahan racun itu adalah aconite", kata Tabib Adanu.
Proses otopsi Xavier masih berlangsung. Tabib Adanu memeriksa semua organ dalam Xavier dengan seksama. Tabib Adanu juga mengambil sampel semua jenis cairan baik itu lendir, darah, atau enzim dari tubuh Xavier.
Beberapa jam kemudian, proses otopsi Xavier telah selesai. Sekarang, semua orang tinggal menunggu hasilnya. Menemukan racun yang membunuh Xavier itu penting karena racun itu adalah jembatan yang menghubungkan Xavier dengan pembunuhnya. Racun itu termasuk jenis racun baru. Butuh waktu lama untuk memeriksanya.
Raja Ehren memeriksa semua laporan dokumen yang menumpuk di atas meja kerjanya. Selama ini dia disibukkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan sarin. Padahal masalah yang ada di Kerajaan Tirtanu bukan itu saja. Masih ada masalah keuangan, pangan, krisis energi, kapal penyusup ilegal, dan lain sebagainya.
"Tak terasa sudah di penghujung tahun. Sebentar lagi musim dingin. Sudah saatnya aku memeriksa stok gudang makanan", gumam Raja Ehren.
"Tok… Tok… Tok…", seseorang mengetuk pintu ruang kerja Raja.
"Silakan masuk!" jawab Raja Ehren.
Pintu ruang kerja terbuka. Seseorang sudah berdiri di luar ruangan. Dia adalah Dawn. Dawn langsung mengunci pintu setibanya di dalam. Raja kaget dengan tingkah Dawn tapi berusaha tenang. Kemudian, Dawn duduk tepat di depan Raja Ehren.
"Saya dengar salah satu bahan racun yang membunuh Xavier adalah aconite. Benarkah itu Yang Mulia?" tanya Dawn.
"Sebenarnya itu adalah hal rahasia. Kau bisa dihukum mati jika menyebarkan informasi itu", jawab Raja Ehren.
"Ya, benar. Saya paham. Saya akan menjaga rahasia ini. Jika masih bisa bocor, berarti itu bukan dari saya. Tapi semua orang yang ada di Varignan tahu jika Xavier meninggal karena terkena racun. Kami tinggal menunggu laporan resminya saja. Jujur saja, kegiatan menunggu laporan jenis racun yang membunuh Yudanta adalah hal yang membuang-buang waktu", kata Dawn.
"Jadi, apa yang ingin kau lakukan?" tanya Raja Ehren.
"Yang Mulia, menurut anda mengapa kita perlu menyelidiki jenis racun yang masuk ke tubuh Xavier?" tanya Dawn.
"Agar bisa menemukan petunjuk tentang pelaku sekaligus mencegah kematian berulang yang disebabkan racun itu. Akan lebih baik lagi jika kita bisa membuat penawar racunnya", jawab Raja Ehren.
"Bagaimana kalau kita bisa menangkap pelaku yang menyerang Xavier dan Dimas tanpa menyelidiki racun?" kata Dawn.
"Selama ada seseorang yang bisa dipercaya, hal itu mungkin saja. Aku sudah mengantongi beberapa petunjuk tentang pelakunya", jawab Raja Ehren.
"Sebenarnya, aku melihat semua kejadian penyerangan itu dari menara. Singkatnya, aku adalah satu-satunya saksi dari pembunuhan Yudanta. Aku tahu siapa pelakunya", kata Dawn.
"Benarkah? Itu bagus!", kata Raja Ehren.
"Sebenarnya, kita semua sudah tahu siapa pelakunya. Tinggal ditangkap dan diinterogasi saja", kata Dawn.
"Siapa?" pancing Raja Ehren.
"Yudanta", jawab Dawn.
"Lalu, kapan tim Akas kembali ke istana Amayumi bersama Yudanta?" sindir Raja Ehren.
"Oleh karena itulah aku datang ke sini. Yudanta adalah potongan puzzle yang menyatukan semua misteri yang terjadi di Kerajaan Tirtanu. Saya ingin mengajak Yang Mulia pergi ke suatu tempat. Bukan sebagai Raja, tetapi sebagai warga sipil Tirtanu", jawab Dawn.
"Kertas yang ditemukan Dimas ada pada Yang Mulia, kan?" tanya Dawn.
"Ya", jawab Raja.
"Tolong, dibawa sekalian! Anda akan membutuhkannya nanti", ucap Dawn.
Para prajurit Kerajaan Tirtanu masih terus mencari Yudanta sejak kemarin. Mereka merupakan prajurit biasa yang terbagi dalam beberapa kelompok kecil. Kelompok-kelompok itu dipimpin oleh tim Akas atau tim Araukaria. Tidak semua anggota tim elit ikut proses otopsi.
Hari ini, kelompok kecil prajurit Tirtanu memutuskan untuk memperluas pencarian. Mereka masih belum menemukan Yudanta padahal mereka sudah berkeliling ke seluruh penjuru istana. Sekarang mereka mencari Yudanta di luar area istana. Ada yang mencari ke pasar, pemukiman, sungai, pelabuhan, dan tempat-tempat lainnya.
"KETEMU!" teriak seorang prajurit.
Semua orang langsung menengok ke arah sumber suara. Ternyata suara itu berasal dari seorang prajurit biasa yang baru keluar dari perahu di pinggir danau Abbot. Karena penasaran, semua orang berlari mendekati prajurit itu.
"Ada apa?" tanya seorang prajurit.
"Saya menemukan surat dari Yudanta", jawab prajurit itu.
"Benarkah? Sini, aku lihat!" ucap seseorang berjubah biru dongker yang memimpin tim.
Ketua tim membuka kertas yang telah ditemukan. Dia membaca surat dengan teliti di dalam hati. Setelah memastikan isi surat aman, dia membacakan isi surat dengan lantang.
"YUDANTA BUNUH DIRI?" teriak ketua tim sambil memandangi air danau Abbot.
"Apakah Yudanta menceburkan diri ke danau ini?", kata salah satu prajurit.
"Akan sangat merepotkan jika itu benar! Baiklah. Akan aku laporkan ke Jenderal Yoshi. Kalian bisa beristirahat sekarang", jawab ketua tim.
Ketua tim pencari itu berasal dari tim Akas. Dia membawa kertas hasil temuan timnya pada Jenderal Yoshi. Kertas itu berjenis rasi bintang salju. Kertas itu bersinar putih, tipis, tapi kuat. Kertas rasi bintang bisa memberikan kesan mewah walau hanya ditulisi dengan tinta hitam murahan.
Raja Ehren pergi ke kamarnya. Dia membuka lemari rahasia yang tersembunyi dibalik papan kayu. Surat Yudanta di simpan di dalam lemari rahasia itu. Raja segera mengambil surat itu. Ternyata, surat Yudanta juga terbuat dari kertas rasi bintang salju. Kertas yang sama dengan yang kertas baru ditemukan di danau Abbot.