Chereads / FORSETEARS : Rebirth and Revenge / Chapter 22 - EP. 022 - Pedayung

Chapter 22 - EP. 022 - Pedayung

"Aku minum air laut yang asin saat kapal bersandar. Apakah kau tahu bagaimana rasanya?" jawab orang di depan Grizelle.

"Saya belum pernah minum air laut. Memangnya bisa diminum?" tanya Grizelle sambil mendayung.

"Rasanya mengerikan. Air laut sangat asin. Aku pernah minum saat kehausan. Rasanya seperti tenggorokan yang kering dan terluka dicabik dan digaruk pakai kuku tajam. Bukannya menghilangkan haus tapi hausnya malah makin parah", jawab orang depan.

"Lalu cara minumnya bagaimana?", tanya Grizelle.

"Berdo'alah agar turun hujan. Lalu masukkan airnya ke wadah-wadah ini. Biasanya hujan datang disertai badai. Saat badai, ombak akan masuk ke ruangan ini dan kapal juga bergoyang-goyang. Walaupun begitu, tetaplah berusaha mewadahi air hujan", jawab orang di belakang.

"Sesulit itukah perjuangan mencari air? Saya berjanji untuk tidak menyia-nyiakan air setetespun", kata Grizelle.

Para pedayung mendayung kapal selama 3 jam tanpa henti. Saat kapal berhenti, artinya kapal akan menjatuhkan jaring ikan. Setelah jaring jatuh, kapal bergerak memutar agar jaring tersebar sempurna.

"Kapal sudah berhenti. Kita minum sekarang!", kata orang di depan Grizelle.

Mereka dengan cepat mengambil wadah air minum yang disembunyikan di bawah kursi dan di dinding kapal. Sekarang masih musim panas jadi tidak ada air hujan. Air yang ada hanyalah sulingan air laut. Ternyata hasil sulingan nya buruk sekali.

Grizelle juga ikut meminum air laut sulingan. Ternyata benar, rasanya bukan main. Air itu tidak menghilangkan rasa haus tapi malah memperparah rasa hausnya. Tenggorokan seperti digaruk sampai luka. Namun Grizelle tetap harus minum agar lambung tetap terisi.

Para pedayung minum dengan tergesa-gesa. Mereka belum tentu bisa minum lagi dalam 6 jam ke depan. Jadi begitu kapal berhenti, para pedayung langsung minum sebelum kembali jalan.

Para pedayung harus tetap minum walau tenggorokan perih demi mengisi perut. Bisa jadi, para pedayung ini tidak dapat jatah makan selama berhari-hari. Jadi harus tetap minum agar tidak mati kelaparan saat ada kesempatan.

Momen kapal berhenti juga dimanfaatkan Grizelle untuk berkenalan dengan anak buah kapal (ABK) yang lain. Ternyata, pria di depan Grizelle bernama Man. Wanita di belakang Grizelle bernama Agni. Baru saja berkenalan, peluit sudah berbunyi. Bunyi peluit menandakan bahwa kapal akan berangkat.

Bagian terberat dari mendayung kapal adalah saat kapal berbelok. Kapal harus membentuk lingkaran untuk menyebar umpan. Semua pedayung berkumpul di sisi kiri. Tangan mereka harus bergerak cepat dan kuat agar kapal mau belok.

Tangan Grizelle sangat sakit. Semakin cepat mendayung, semakin sakit. Nafasnya juga ngos-ngosan. Tenggorokan sakit dan tangan juga sakit, lengkaplah sudah penderitaan Grizelle. 1 menit terasa seperti 1 jam. "Sampai kapan ini berakhir?" tanyanya dalam hati.

Sejam kemudian, kapal berhenti. Para pedayung segera minum air. Kali ini, kapal berhenti agak lama. Momen ini dimanfaatkan untuk makan. Untungnya, saat kapal berlabuh tadi, ada pedayung yang sempat menangkap ikan. Jadi Grizelle dan para pedayung lain bisa makan walau hanya secuil.

"Wah, sudah malam", kata Grizelle sambil mengintip lubang dayung.

10 menit kemudian, kapal berjalan lagi. Ombak yang awalnya jinak tadi siang, kini berubah menjadi liar di malam hari. Naik kapal rasanya seperti naik rollercoaster. Tubuh Grizelle terlempar ke dinding kapal berkali-kali. Air laut juga mulai masuk melalui lubang dayung. Sayangnya, peluit terus berbunyi sebagai isyarat bahwa apapun yang terjadi pedayung harus tetap mendayung.

Situasi semakin sulit saat beberapa pedayung mulai pingsan. Untungnya, Grizelle masih punya cukup tenaga untuk terus mendayung. Tidak ada hujan malam ini, yang ada hanya angin laut dan ombak besar.

Akhirnya badai berlalu. Kapal berhenti. Jangkar kapal diturunkan. Para pedayung berhenti mendayunh. Grizelle memeriksa kondisi Bu Agni yang tadi sempat pingsan karena terbentur dinding.

"Bu Agni, apakah anda baik-baik saja?" kata Grizelle sambil mengguncangkan badan Bu Agni.

Bu Agni sadar setelah dibangunkan Grizelle. Dia segera memberi minum Bu Agni. Grizelle melihat ke lubang, sepertinya sekarang sudah pukul 1 malam jika dilihat dari letak bintang. Grizelle tak menyangka bahwa dia harus mendayung 6 jam nonstop di malam hari.

Mulai pukul 1 hingga 4 pagi, ini adalah waktu untuk para pencari ikan bekerja. Waktu ini dimanfaatkan para pedayung untuk tidur. Grizelle melihat ada banyak pedayung yang terluka.

Kondisi pedayung malam itu mengenaskan. Badan penuh memar. Wajah pucat. Lingkaran mata hitam karena kurang tidur. Bibir kering karena belum minum. Ditambah lagi, mereka harus tidur di lantai kapal yang penuh air laut asin.

Luka akan terasa 100 kali lebih sakit saat terkena air laut. Entah mereka bisa tidur atau tidak. Karena itulah, beberapa pedayung yang masih kuat berdiri menguras lambung kapal. Air laut yang masuk dikeluarkan lewat lubang dayung.

Setelah berjuang cukup lama, akhirnya semua air di lambung kapal berhasil dikeluarkan. Para pedayung bisa tidur di atas lantai kapal yang masih basah tapi tidak lagi berair. Para pedayung tidur seperti pindang yang berjajar dengan jarak 3 jari dengan yang lain.

Grizelle tak tahan melihat kondisi para pedayung. Dahinya mulai berkerut. Dia menggertakkan giginya. Dia melihat ke arah tangga menuju lantai atas dengan tatapan bermusuhan. Tanpa banyak bicara, dia segera mengambil sebuah dayung dan langsung naik ke dek atas.

Saat menaiki tangga, tiba-tiba ada seseorang yang menahannya. Orang ini adalah orang yang memberikan aba-aba pada para pedayung.

"Mau kemana?" tanya pemberi aba-aba.

"Saya mau menemui kapten", jawab Grizelle dengan tegas.

"Pedayung rendahan yang hina sepertimu tidak berhak menemui kapten. Kembalilah!", jawab orang itu.

Grizelle menarik nafas panjang untuk menenangkan diri. " Jika aku tidak boleh menemui kapten. Bolehkah aku meminta obat?", pinta Grizelle.

"Tidak ada obat di sini. Kau harus berenang ke daratan jika ingin mendapat obat. Kembalilah!", jawab pemberi aba-aba.

"BUKANKAH KALIAN AMAT, SANGAT, KETERLALUAN!", Grizelle mulai berteriak. Dia sudah tidak bisa menahan amarahnya.

"SATU! Kalian tidak memberi kami minuman tawar. DUA! Kalian tidak memberi kami makanan. TIGA! Kami harus tetap mendayung 6 jam tanpa henti. Sekalinya berhenti paling hanya semenit. EMPAT! Teman-teman kami banyak yang terluka karena dihantam ombak tapi mereka tidak diberi obat. LIMA! Cuaca dingin, tapi kalian tidak memberi kami selimut dan arang pemanas. Apakah kalian layak disebut manusia?" protes Grizelle.

"Kami bukan memang bukan manusia. Kami dewa dan makhluk hina seperti kalian harus menyembah kami!", pemberi aba-aba mulai marah.

Grizelle langsung memukul pemberi aba-aba tanpa ampun dengan dayungnya. Dia tak tahan dengan ucapan kurang ajar dari orang itu. Jangan lupa! Grizelle adalah Alatariel yang punya skill beladiri di atas normal. Setelah orang itu pingsan, Grizelle segera naik ke dek paling atas.

Di atas, Grizelle melihat banyak ABK yang sibuk bekerja. Ada yang memperbaiki layar kapal, ada yang menyiapkan umpan ikan, ada yang memeriksa jaring dan sebagainya.

"Di mana kapten?" teriak Grizelle. Namun semua orang mengabaikannya.

"Di mana kapten?" Grizelle berteriak lebih keras. Namun semua orang berpura-pura tak mendengarnya.

Mata Grizelle memindai ke seluruh area kapal dari yang paling depan hingga yang ada di belakang Grizelle. Akhirnya, dia menemukan satu orang yang hanya berdiri diam sambil melipat tangannya di pinggang. Lalu, Grizelle segera berjalan menuju orang itu.

"Apakah anda kapten kapal ini?" tanya Grizelle.

"Kenapa? Siapa kau?" Kapten tanya balik.

"Bolehlah saya minta obat?" tanya Grizelle.

"Tidak ada obat di sini", jawab Kapten.

"Bolehkan saya minta air tawar?", tanya Grizelle.

"Maksudmu air ini?", ucap kapten sambil menunjukkan kendi air minum yang dipegang dengan tangannya.

Di depan Grizelle, kapten menghabiskan semua air tawar dalam kendi. Semuanya dihabiskan hingga tetes terakhir.

"Hanya aku yang boleh minum air ini", kata Kapten.

"Teman-teman saya banyak yang sakit di bawah. Jika memang tidak ada obat, setidaknya kami minta air tawar dan makanan", pinta Grizelle. Dia berusaha berbicara dengan sopan walau amarah sudah di ubun-ubun.

"Aku tidak peduli kalau mereka sakit! Mau kelaparan, mau kehausan, basah kuyup, ditendang ombak. BODOAMAT! Yang penting semua ikan naik dan aku dapat uang!" ucap sang Kapten.