"Kalung identitasku hilang? Matilah kau", kata Grizelle.
Grizelle melihat ke arah sungai. Ternyata kerusuhan masih berlangsung. Dia mencermati arus sungai. Ternyata arus sungai mengarah ke kanan. Grizelle bingung, harus mencari kalung di tengah kerusuhan atau arah arus sungai karena mungkin kalung sudah hanyut.
Grizelle berusaha mengingat kejadian hilangnya kalung. Dia teringat bahwa lengannya hampir terpotong oleh pedang.
"Apa mungkin kalungnya putus saat itu?" pikir Grizelle.
Ada dua kemungkinan. Kemungkinan pertama, kalung jatuh di lokasi kerusuhan. Kemungkinan kedua, kalung sudah hanyut karena arus sungai.
Jika kalung jatuh di lokasi kerusuhan dan Grizelle baru mencarinya setelah kerusuhan selesai. Bisa jadi kalung itu benar-benar hanyut terseret arus ke kanan. Grizelle memutuskan untuk mencari kalung ke arah yang dituju arus sungai. Dia berharap keputusannya benar.
Grizelle mulai berjalan menyusuri sungai. Dia melihat air sungai keruh yang mulai surut. Matanya memindai semua benda yang ada di sebrang sungai hingga yang ada di bawahnya. Suara teriakan warga dan pukulan benda padat terdengar hingga ke tempat Grizelle berdiri sekarang.
Grizelle selalu berhenti jika sudah berjalan 10 langkah. Sekarang dia sudah berada 50 langkah dari huru hara warga. Artinya, dia sudah berhenti sebanyak 5 kali. Namun sayangnya, kalung itu belum ditemukan.
"Kalung itu harus ketemu. Apa aku kembali saja ke sana? Atau diam di sini saja untuk menunggu kalungnya hanyut", batin Grizelle.
Grizelle duduk di atas baru tepi sungai. Tangannya memegang batu licin untuk menyangga tubuhnya. Dia memandangi kerusuhan dari kejauhan. Di sini suara arus sungai mulai terdengar. Grizelle berusaha tetap tenang, namun tidak bisa menyembunyikan raut wajah sedih dan paniknya.
"Sungai kan panjang. Kenapa aku harus ikut mengantri di sana? Andaikan tadi aku mengambil air di sini. Sekarang aku sudah pulang ke rumah dan bisa makan malam bersama. Embernya juga tidak pecah. Semuanya akan baik-baik saja", Grizelle menyesal.
Meratapi nasib adalah yang percuma. Grizelle merasa meratapi nasib tidak akan mengembalikan keadaan menjadi seperti semula. Akhirnya, dia memutuskan untuk berdiri, mengikhlaskan tanda identitasnya, dan mencari benda yang bisa menjadi wadah air.
Tanpa terasa, tibalah malam. Di sebuah tempat di hutan, ada beberapa tentara Kepanu yang sedang berkemah. Tentara itu membawa banyak warga tanpa identitas. Warga itu diikat dengan tali untuk dibawa ke tempat lain. Warga hanya bisa memandangi para tentara yang sedang makan malam.
"Aku mau ambil air di sungai dulu, ya!" ucap seorang tentara.
"Baiklah", jawab tentara lain.
Tentara itu pergi menuju sungai. Sementara itu, Grizelle sedang berjuang mencari wadah air di sungai. Sayangnya, Grizelle berdiri di tempat yang tak jauh dari tempat para tentara kemah. Grizelle tidak menyadari itu dan dia tidak membawa tanda identitas.
Grizelle menemukan bambu yang bisa dipakai untuk wadah air. Ada banyak bambu di sana. Dia mengumpulkan semua bambu yang ada. Setelah dirasa cukup, dia memasukkan air ke dalam bambu.
"Siapa itu?" suara misterius muncul.
Grizelle kaget. Suara itu tiba-tiba muncul dari belakangnya. Dia memberanikan diri untuk menoleh ke belakang. Ternyata, seorang tentara sudah berdiri di belakangnya.
"Siapa kamu? Boleh lihat tanda identitasmu?" tanya tentara itu.
Naasnya, Grizelle hanya bisa terdiam bingung. Dia berusaha tenang dan merapikan bambu-bambunya.
"Saya hanya mengambil air dari sungai. Anda juga mau mengambil air?" ucap Grizelle.
"Boleh lihat tanda identitasmu?" ucap tentara itu.
"Tanda identitas saya tertinggal di rumah", kata Grizelle.
Sayangnya, Grizelle tidak tahu bawa kalimat itu sudah menjadi kata-kata template dari semua warga yang tertangkap. Jelas, tentara itu tidak percaya ucapan Grizelle. Grizelle langsung ditangkap oleh tentara itu.
"Ada tambahan satu orang lagi", ucap tentara itu pada teman-temannya di perkemahan.
Grizelle diikat bersama dengan penduduk ilegal lainnya. Dia juga tidak mendapat jatah makan malam dan minum. Dia teringat pada Kakek dan Nenek. Satu hal baik yang membuat Grizelle bangga adalah dia sudah berpamitan dengan layak pada Kakek Oba dan Nenek Hansa.
Saat melihat para tentara minum, Grizelle sadar bahwa dia belum minum sejak pagi padahal sekarang sudah malam. Dia menyesal tidak meminum air sungai sedikitpun. Grizelle sangat haus. Tenggorokannya kering. Ingin rasanya mencuri air diam-diam tapi tangannya masih terikat.
Grizelle belum sempat minum, rombongan tentara itu sudah jalan lagi. Dia tidak sendirian, warga ilegal lainnya juga belum sempat makan dan minum. Walaupun begitu, mereka dipaksa untuk berjalan dengan rasa lapar dan haus.
Lutut dan punggung mulai sakit. Bibir terasa kering dan pecah-pecah. Tenggorokan kering dan haus. Penglihatan mulai kabur. Badan terasa lemas. Semua itu dirasakan oleh Grizelle. Perjalanan masih panjang, Grizelle harus menahannya jika tidak ingin jatuh dan terinjak tahanan lainnya.
Setelah satu jam, rombongan berhenti di depan bangunan misterius. Grizelle yang sudah tak kuat lagi langsung menjatuhkan diri ke tanah. Rasanya lega sekali bisa berbaring. Punggung terasa sangat nyaman. Saking nyamannya, dia lupa kalau tangannya masih terikat tali.
Rasa nyaman dan lega itu tak berlangsung lama. Seorang tentara memukul tangannya dengan tongkat panjang. Tentara itu menyuruh Grizelle untuk bangun. Semua tahanan diperintah untuk berdiri dan berbaris rapi.
Setelah semuanya rapi, warga ilegal digiring untuk memasuki bangunan misterius tersebut. Ternyata bangunan itu adalah penjara. Grizelle dimasukkan ke penjara itu bersama warga ilegal lainnya. Tali yang terikat di tangan Grizelle dilepaskan setelah dia berada di dalam sel penjara.
Setelah lepas, Grizelle langsung tidur terlentang untuk meluruskan punggungnya yang sakit. Rasanya enak, lega, dan nyaman. Dia tidak peduli kalau lantainya kotor, yang penting enak.
Penjaga membagikan makanan dan minuman sejam kemudian. Makanan dan minuman itu dibagikan kepada semua orang di dalam penjara, termasuk Grizelle. Air putih dan nasi putih menjadi makan malam warga yang tertangkap.
Keesokan harinya, para tahanan dikumpulkan di lapangan. Tahanan itu terdiri dari semua warga ilegal yang tertangkap sebulan ini. Mereka berbaris rapi sesuai tanggal tertangkapnya.
Ternyata, mereka semua diminta untuk bekerja di beberapa tempat. Ada yang mendapat tugas membangun bangunan, menggali tambang, menggali terowongan, membangun jalan, jadi tumbal jembatan, dan sebagainya.
Grizelle mendapat tugas untuk bekerja di sebuah kapal. Hari itu juga, Grizelle berangkat ke salah satu kapal ikan milik Kerajaan Kepanu. Grizelle tidak sendirian, ada beberapa warga lain yang ditugaskan bersamanya.
"Semuanya sudah berkumpul? Kita berangkat sekarang!", ucap kapten kapal.
Kapal itu bergerak dengan tenaga angin dan dayung. Hari ini, Grizelle bertugas untuk mendayung kapal. Ada 100 orang yang mendayung. Jumlah yang sedikit jika dibandingkan dengan ukuran kapal. Untungnya, angin saat itu baik. Angin itulah yang menggerakkan kapal. 100 orang itu hanya perlu sedikit tenaga untuk mendayung.
Rasanya aneh dan canggung saat mendayung dalam diam. Rasanya seperti keheningan sebelum badai. Semua pedayung diam. Wajah mereka sangat pucat. Bibir mereka juga sangat kering. Penasaran, Grizelle membuka percakapan untuk memeriksa apakah semua pedayung itu manusia atau hantu.
"Kapan kita sampai?" tanya Grizelle sambil menepuk pundak orang di depannya.
"Kita baru berangkat 5 menit kok sudah berani tanya kapan sampai", jawab orang di depannya.
"Memangnya kita mau ke mana?" Grizelle tanya balik.
"Sepertinya kita akan ke perbatasan laut Tirtanu. Berdoalah agar tidak ada tembakan meriam yang mengarah ke sini!", sahut orang di belakang Grizelle.
Para pendayung duduk di bagian lambung kapal bawah. Lambung kapal bawah adalah sasaran empuk bagi penembak meriam. Jika lambung bawah tertembak meriam, maka kapal bisa tenggelam dalam hitungan menit. Tidak perlu buang-buang tenaga untuk menyerang orang di atas kapal.
"Seburuk itukah hubungan Kerajaan Tirtanu dan Kepanu?" tanya Grizelle penasaran.
"Masalahnya bukan cuma kapal militer Tirtanu. Bajak laut Tirtanu juga tidak kalah gilanya", jawab orang di belakang Grizelle.
"Oh ya, jika saya ingin minum. Bagaimana caranya?", tanya Grizelle.
Tiba-tiba orang di depan Grizelle tertawa.
"Hahahaha… Minum? Tidak usah mimpi! Tidak ada air minum di atas kapal. Sudah 2 hari aku tidak minum air tawar. Bahkan temanku ada yang tidak minum selama 30 hari", jawab orang itu.
"Bukankah kita akan mati kalau tidak minum selama 3 hari?", sanggah Grizelle tak percaya.
"Aku minum air laut yang asin saat kapal bersandar. Apakah kau tahu bagaimana rasanya?" jawab orang di depan Grizelle.