Pesta yang diselenggarakan secara besar-besaran tersebut telah berakhir. Sekarang beberapa keluarga yang masih tersisa menyambangi kediaman William serta Naera. Semua berkumpul di ruang tamu sambil mengobrol dan menyantap camilan.
"Sekarang Naera sudah resmi menjadi istri William Morgan, lalu kapan kalian akan berbulan madu?" Pertanyaan tersebut dilemparkan oleh Bibi William alias adik kandung Meera.
"Sebaiknya memang begitu. Tidak usah memikirkan pekerjaan dulu," timpal Ditcho.
William yang saat ini berada di sebelah Naera sontak mencolek paha gadis itu di belakang keluarganya. Ia memberi kode supaya Naera menyambut ucapan tersebut penuh antusias dan dia akan melakukannya juga.
"Iya, kami akan melakukannya."
"Ah, em- iya!" ujar Naera gugup.
Seyogyanya mereka sudah sering tidur bersama, bahkan kesucian Naera juga berhasil direnggut oleh William sejak beberapa bulan lalu. Akan tetapi jika keluarga yang membahas hal privasi itu, maka membuat William dan Naera menjadi malu.
"Lalu, tempat apa yang akan kalian pilih?" tanya Adam.
"Nanti saja dipikirkan. Punggungku masih terlalu capek seharian menjadi pengantin," balas Naera yang tak ingin Ayahnya ikut-ikutan.
"Segeralah! Karena aku sudah tidak sabar menimang cucu." Meera menggabungkan kedua lengannya seakan ia sedang menggendong seorang bayi.
Pasangan yang baru saja menikah itu bukanlah pasangan yang merencakan hidup bahagia ke depannya, bahkan dua tahun kemudian mereka akan bercerai juga. Kasihan sekali orang tua mereka tertipu oleh keadaan ini. Cucu yang dinanti-nanti tak akan pernah hadir, karena William dan Naera sudah setuju untuk melakukan free child. Semua ini demi kebebasan mereka masing-masing. Lagipula jika memiliki anak, maka sosok tidak berdosa itu akan menjadi imbas atas keegoisan kedua orang tuanya.
"Benar sekali! Aku ingin melihat cucu pertama kita ada di pihak Morgan atau Adam. Hahaha."
"Pasti wajahnya mirip dengan putriku," balas Adam merasa tidak terima, lalu tertawa.
William serta Naera hanya cengar-cengir sambil sesekali beradu pandang. Karena tak ingin pembahasan anak semakin dalam, maka Naera memutuskan untuk masuk ke kamarnya.
"Astaga! Aku lupa membereskan kamarku. Pasti banyak sisa-sisa make up di sana. Kalau begitu aku pamit dulu!"
Candaan kedua pihak keluarga terhenti akibat Naera memutuskan untuk cabut. Ia membiarkan William menghadapi ocehan orang-orang sendirian. Tentu saja William kesal dan merutuki istrinya di dalam hati.
Sesampainya di kamar Naera langsung menyisir rambutnya di depan cermin, kemudian menatap wajah yang sama dengan miliknya dari benda pemantul objek tersebut. Tidak tahu apakah langkah yang diambilnya ini salah atau benar. Yang jelas Naera hanya ingin membuat Adam terlepas dari jerat kesedihan serta kebencian terhadap anak kandungnya sendiri. Naera belum bisa memikirkan apa yang akan terjadi esok hari, beberapa bulan berikutnya ataupun dua tahun kemudian.
Lalu tiba-tiba saja lamunannya buyar, karena ia teringat dengan lelaki bertubuh tegap yang membisikkan sesuatu padanya tadi siang. Ya, Naera tahu itu siapa dan dia masih ingat betul momen apa yang pernah mereka lewati. Cobaan rumah tangga memang selalu hadir, bahkan di saat Naera baru beberapa jam resmi menjadi istri William Morgan. Kalau sudah begini, maka ia harus lebih berhati-hati. Naera tidak menyukai lelaki itu, karena ia terlalu kasar memperlakukan wanita.
Cklek…
Seorang perempuan paruh abad memasuki kamar Naera tanpa seizin pemiliknya. Ia langsung mendaratkan bokong di ranjang sambil menyisir seantero ruangan yang mewah dan elegan tersebut.
"Apa yang kau lakukan di sini, Bu?" Naera sontak berputar haluan menuju Niola.
"Kau sudah menjadi bagian dari keluarga Morgan sang pengusaha masyur di Negara ini dan kuharap kau tidak lupa dengan baktimu kepada orang tua."
Ucapan Niola spontan menubrukkan sepasang alis Naera Rose. "Apa maksudnya?"
Niola berjalan ke ambang pintu, lalu mengunci benda persegi panjang itu rapat-rapat. Agaknya dia ingin membicarakan sesuatu yang tak pantas didengar oleh selain dirinya dan Naera.
"Kau menyayangi Ayahmu, bukan? Tentu kau tak ingin dia hidup menderita dengan pekerjaannya yang tidak seberapa itu. Kau sudah menjadi orang kaya, Naera. Maka berilah keluarga Adam sebagian dari hartamu."
Mulut Naera membulat dan kepalanya terangguk tanda mengerti. Sekarang ia paham kenapa Niola mendadak masuk tanpa izin dan mengunci pintu dengan rapat. Rupanya ia ingin meminta jatah.
"Mata duitan!" sindirnya.
Yang namanya Niola pernah dibuat bahagia, pasti dia menderita ketika ekonomi Adam sedang berada di bawah. Ia tidak tahan hidup seperti itu dan ingin kembali seperti sedia kala.
"Aku tidak mengatakan uang itu untukku. Semua ini kulakukan demi Ayahmu, Adam."
"Alasan! Aku tahu bagaimana liciknya permainanmu, Niola. Kau memang mencintainya, tetapi kau juga tidak melupakan kepuasan dirimu dengan mengharap limpahan harta dari orang lain."
"Kau sedang menuduh bahwa uang-uang itu akan menjadi milikku?"
"Bukan tuduhan melainkan sebuah kenyataan!"
Apalagi sikap Niola yang munafik dan kerap mengkambinghitamkan suaminya. Naera sudah hapal betul dengan sifat perempuan berwajah oval tersebut. Baru saja menikah dengan putra Morgan, tetapi Niola sudah berani memorotinya.
"Lancang sekali kau!"
Niola malah tersulut emosi akibat perempuan yang tidak mengindahkan keinginannya tersebut. Baru saja ia mengangkat sebelah tangan guna menampar Naera, tetapi terdengarlah ketukan pintu dari arah luar. Niola buru-buru menghentikan aksinya dan membuka pintu itu.
William bersama Adam hadir di sana. Tidak ada yang aneh dari dua lelaki tersebut, sehingga Niola menyangka kalau mereka tidak sempat mendengarkan perdebatan antara dirinya dan Naera.
"Ibu Mertua, suamimu kecarian," ucap William.
"Oh, ya ampun. Maafkan aku. Tadinya aku memberi sedikit wejangan tentang pernikahan pada putri kita," sangkah Niola berbohong, sementara dari belakang Naera mengutuk tindakannya itu.
"Sudah larut malam, sebaiknya kita pulang," kata Adam.
"Ayah, apa tidak menginap di sini saja dulu?" Naera setengah berlari menuju pusat pintu.
"Tidak perlu. Ayah harus kembali bekerja lagi besok."
Lalu Adam memerintahkan Niola untuk mengekorinya. Sebelum benar-benar pergi, ia menyempatkan diri untuk bertatap muka lagi dengan Naera.
"Lihatlah bagaimana lelaki yang mulai renta itu mempertahankan hidup! Bahkan, di saat malam masih panjang dia sudah memikirkan esok hari."
Niola menarik diri keluar dari kamar Naera Rose dengan harapan bahwa dara itu memikirkan ucapannya.
Setelah mengantarkan kepulangan seluruh keluarga mereka di depan pintu utama, William dan Naera pun segera beres-beres dan memasuki kamar mereka. Untuk urusan ranjang keduanya tidak pernah bertengkar tentang siapa yang harus tidur di atasnya ataupun di bawah.
William menoleh ke sisi kiri dan mendapati Naera mulai menguap hebat. "Ini adalah malam pertama kita menjadi pasangan suami istri. Lalu, apakah kita perlu mengulangi perseteruan itu lagi?" tanyanya dengan mata melotot.
Naera mencebikkan bibir serta membalas tatapan William dengan pandangan kaget. Bisa-bisanya ia masih memikirkan aktivitas ranjang sementara mereka sudah lelah seharian.
"Kau memang pria bernafsu kucing garong, William Morgan!" sungut Naera kesal.
***
Bersambung