Chereads / Wedding 180 Days / Chapter 16 - Pertemuan Keluarga

Chapter 16 - Pertemuan Keluarga

Felix kembali mengingat wajah Juan, wajahnya terbilang tampan, meski untuk ukuran tubuh sepertinya dia masih kalah jauh dari Felix. Tubuhnya terlalu kurus jika dibandingkan dengan Felix yang bertubuh kekar.

"Aku sepertinya harus pulang sekarang, tiba-tiba kak Magdad memintaku untuk segera pulang karena ada hal mendesak." Kata Melisa setelah beres berganti pakaian. Namun Felix sepertinya melamun dan tidak mendengar ucapan Melisa.

"Hey!" Melisa menepuk pundaknya keras.

"Ohh, apa? Kau sudah mau pergi sekarang Mel?" tanya Felix lagi, dia benar-benar tidak memperhatikan ucapan Melisa sebelumnya.

"Hmm, jangan banyak menghayal Felix, apa kau pernah dengar mitos kalau sering Menghayal jodohmu mungkin akan menjauh." Celetuk Melisa sambil tertawa. Felix hanya membalas candaan Melisa dengan senyuman kecut.

"Makasih yah sudah membantuku hari ini. Apa kau yakin tidak ingin ku antar?" Seru Felix saat Melisa hendak pergi.

"Tidak perlu, aku bisa naik taksi. Ohh, tapi ingat yah tidak ada yang gratis didunia ini." Pesan Melisa sebelum pergi. Felix hanya tertawa mendengar ucapan sahabatnya tersebut. Bayangan Melisa yang berjalan menjauh seolah menjadi gambaran bahwa sebentar lagi Melisa mungkin akan semakin jauh darinya dan sulit untuk digapai olehnya.

Melisa baru saja keluar dari restaurant saat tiba-tiba sebuah mobil melaju ke arahnya, cahaya mobil itu bahkan menyilaukan matanya. Tepat dihadapan Melisa mobil itu berhenti, Melisa menatap heran namun juga tidak merasa takut. Baginya sangat mustahil ada orang yang ingin menculik wanita dewasa ditempat ramai seperti ini.

Saat kemudian kaca mobil terbuka Melisa seketika kaget dengan sosok yang kini berada Dihadapannya itu.

"Sedang apa kau disini?" Tanya Melisa sambil kepalanya celingukan melihat ke dalam mobil. "Dimana pacar kesayanganmu itu? Kau tidak bermaksud menculik ku untuk membalaskan dendamnya kan?" Imbuhnya terus saja berceloteh,

"Hahh, mulutmu itu apa tidak bisa disetel mode hening? Kupingku langsung sakit mendengar ucapanmu yang panjang lebar itu!" Tegur Juan.

Melisa langsung menatap tajam ke arah Juan, pria didepannya ini sepertinya memang selalu suka mencari masalah dengannya.

"Ayo masuk." Ajak Juan.

"Masuk kemana? Ke mobilmu?" Tanyanya tidak paham.

Juan mengangguk pelan.

"Kau datang untuk menjemputku?" Sekali lagi Melisa melontarkan pertanyaan dengan wajah heran.

"Jangan berpikir yang macam-macam dulu! Aku tidak akan menjemputmu kalau bukan karena ayahku yang akan datang kerumahmu malam ini." Tegas Juan meluruskan maksud keberadaannya dihadapan Melisa saat ini.

"Aa—apa katamu? Perasaan keluargaku tidak bilang apa-apa..." ingatan Melisa kembali ke beberapa yang menit lalu saat Magdad menghubunginya dengan suara panik. Dia bahkan meminta Melisa segera pulang sebelum jam 8 malam. Melisa seketika melihat ke arah arloji yang melingkar dipergelangan tangannya.

"Ya ampun, sudah jam setengah 8." Melisa baru mulai panik sekarang. Juan tersenyum miring melihat tingkah Melisa saat ini.

"Jadi apa kau mau menunggu taksi dan kehabisan waktu untuk bersiap? Atau kau ikut bersamaku dan tiba dirumahmu sebelum jam 8 malam?" Tanya Juan. "Ohh, sebagai informasi aku cukup lincah dalam urusan ngebut." Timpalnya.

Melisa menggigit bibir bawahnya, dia benar-benar gusar memikirkan semua ini. Butuh waktu kurang lebih 25 menit untuk sampai kerumah dengan laju mobil normal. Jika bisa ngebut mungkin hanya akan memakan waktu 15-18 menit saja. Melisa benar-benar berada pada pilihan sulit saat ini.

"Kalau kau lama berpikir aku bisa pergi duluan. Okeh, sampai ketemu disa..."

Melisa langsung berlari menuju ke pintu penumpang. Tanpa basa-basi dia langsung masuk dan duduk manis dikursi belakang.

"Memangnya aku terlihat seperti supir bagimu?" Juan terlihat tidak senang karena Melisa duduk dibelakang seperti seorang majikan.

"Ya ampun, bisakah kau jalan sekarang juga? Hanya karena aku duduk dibelakang kau sudah ribut seperti itu." Protesnya kesal. Juan langsung mematikan mesin mobilnya, membuat Melisa geram bukan main. Ia langsung keluar mobil dan berpindah ke kursi depan.

"Puas?" Ujar Melisa dengan gigi yang gemeretak menahan amarah.

"Okeh, kita berangkat." Juan langsung saja melajukan mobilnya, dia cukup lincah dalam hal mengemudi dengan kecepatan tinggi.

"Bisakah kau pelan-pelan saja? Aku tidak ingin mati bersamamu!" Kata Melisa sembari tersenyum lebar, tentu saja itu adalah senyum yang dipaksakan.

"Kau mau ayahku lebih dulu tiba disana?" Melisa seketika diam, ia kini tidak punya pilihan lain selain membiarkan Juan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.

"Terserah kau saja!" Sahut Melisa dengan emosi tinggi. Setelah cukup lama larut dalam keheningan, Melisa akhirnya mulai mengajak Juan mengobrol.

"Ngomong-ngomong kenapa ayahmu tiba-tiba ingin datang kerumahku?" Terlihat rasa penasaran dalam ekspresi Melisa. Juan mengangkat kedua bahunya.

"Entah, aku pun tidak tau alasannya. Aku bahkan baru dikabari jam 5 sore tadi." Sahut Juan santai.

"Kau sudah tau dari sore tapi tidak mengabariku?" Rahang Melisa mengeras, ia bahkan melempar kilatan kemarahan dari tatapannya,

"Aku menghubungimu, tapi kau bahkan tidak merespon ucapanku."

"Ohh yah? Kenapa aku tidak ingat ada panggilan darimu?" Melisa mencoba mengingat-ingat tapi memang benar dirinya tidak merasa mengangkat panggilan dari Juan. "Terus kenapa kau bisa tau aku masih ada direstaurant?"

"Aku kan bilang, tadi aku meneleponmu. Memang kau mengangkatnya tapi saat aku bicara kau bahkan tidak membalas ucapanku. Yang aku dengar hanya suara bising para pelanggan yang memesan makanan. Jadi aku tau kau pasti masih ada direstaurant, itu sebabnya aku langsung menyusulmu ke sana." Juan mulai menjelaskan panjang lebar.

"Ohh begitu yah."

"Hmm, ngomong-ngomong kenapa kau bisa ada direstaurant itu? Dengan pakaian pelayan lagi." Juan balas bertanya, sebenarnya dia penasaran sejak pertama datang menemui Karina siang tadi, tapi karena ada Karina disana, Juan tidak bisa bertanya langsung. Tentu saja alasannya karena mereka mengaku tidak saling mengenal dihadapan Karina.

"Ohh, itu restaurant milik sahabatku. Aku membantunya hari ini karena asisten kokinya sedang berhalangan hadir."

Juan mengangguk-anggukan kepalanya mendengar penjelasan Melisa.

"Kau, pasti punya alasan kan kenapa sampai datang menjemputku?" Tebak Melisa, dia melemparkan pandangan curiga ke arah Juan.

"Ahh, itu.. mengenai perjanjian pernikahan, apa kau benar-benar tidak ingin..."

"Tidak!" Melisa langsung memotong ucapan Juan membuat Juan terlihat menghela napas berat.

"Lantas kau mau kita bagaimana?" Juan melempar pertanyaan dengan ekspresi bingung.

"Entahlah, aku akan memikirkannya nanti." Sahut Melisa tanpa memandang ke arah Juan.

"Baiklah, kalau begitu aku akan melakukan apapun yang aku inginkan."

Melisa menoleh dan memicingkan matanya,

"Maksudnya?"

"Yah aku akan melakukan apa yang membuatku aman saja. Aku tidak berniat memancing kemarahan ayahku."

Melisa mengerti maksud ucapan Juan, itu artinya Juan akan menyetujui perjodohan ini.

"Lalu bagaimana dengan pacarmu itu?"

Juan terdiam, terlihat jelas rasa kecewa dari sorot matanya. Melisa sedikit merasa iba pada Juan, beruntung Melisa tidak memiliki pasangan saat ini. Jika pun pada akhirnya dia harus menikah dengan Juan maka tidak akan ada yang terluka.

"Tolong jangan lapor ke ayahku mengenai tawaranku sebelumnya." Pinta Juan.

"Kenapa? Kau takut ayahmu marah?" Melisa tersenyum licik dihadapan Juan, membuat Juan seketika bergidik ngeri.

"Awas saja kalau sampai kau bilang mengenai hal itu, aku akan membuat hidupmu tidak tenang." Ancamnya pada Melisa.

"Uuuhhh takuuuttt." Ejek Melisa sembari tertawa, sementara Juan hanya menatap jengah ke arahnya.