Chereads / Wedding 180 Days / Chapter 17 - Penentuan Tanggal

Chapter 17 - Penentuan Tanggal

"Ya ampun Mel, cepat-cepat ganti pakaianmu." Kata Reni saat melihat putrinya yang baru saja masuk ke dalam rumah, wajahnya tidak bisa berbohong bahwa ada kekesalan disana karena pertemuan mendadak ini. Hendra hanya diam dan seolah menghindari tatapan maut Melisa.

Melisa gegas menuju kamarnya, sementara Reni dan Hendra terlihat sama gelisahnya.

"Selamat malam tante." Suara Juan yang menggema di depan pintu mengagetkan keduanya. Reni dan Hendra saling bertatapan, mereka tidak mengenal Juan karena belum pernah bertemu sebelumnya.

"Ohh, saya Juan om tante. Anak pak Mauren." Jelasnya saat melihat ekspresi kebingungan diwajah Hendra dan Reni. Hendra seketika menghampirinya dengan panik.

"Ya ampun, nak Juan. Dimana Mauren?" Tanya Hendra dan langsung mencari keberadaan teman lamanya itu.

"Ahh, ayah belum datang. Saya datang lebih dulu dengan Melisa." Sahutnya dengan enteng dan tanpa beban sama sekali. Hendra dan Reni lagi-lagi saling melempar tatap.

"Jadi Melisa tadi datang dengan nak Juan?" Tanya Reni penasaran.

"Iya tante. Saya sengaja menjemputnya karena sepertinya dia sama sepertiku yang baru tau tentang pertemuan ini secara mendadak. Ayah memang suka tiba-tiba seperti itu." Kata Juan pelan.

Reni segera mengajak Juan untuk masuk kedalam, terlihat Magdad dan Nana yang baru saja keluar dari kamar. Mereka memandang heran ke arah pria yang duduk berbincang dengan Hendra diruang tengah.

"Siapa ma?" Tanya Nana.

"Calon suami Melisa." Reni terlihat senang, sepertinya dia terpesona dengan wajah tampan Juan.

"Ya ampun, calon menantu mama ganteng maksimal ihh." Puji Nana kegirangan, sementara Reni semakin senang mendengar pujian itu.

"Dasar ibu-ibu, gak bisa lihat yang bening dikit." Celetuk Magdad yang mendengar pembicaraan ibu mertua dan anak mantunya itu. Nana langsung cemberut mendengar ucapan suaminya tersebut.

"Hisss, biarin aja. Bapak-bapak sana gihhh." Perintah Nana, Magdad seketika melengos pergi menuju ke tempat ayahnya dan Juan berada.

Melisa baru saja selesai membersihkan diri. Ini rekor pertamanya mandi dalam waktu kurang dari 5 menit. Biasanya Melisa butuh waktu paling cepat setengah jam untuk membersihkan diri.

"Dasar sial! Bagaimana bisa datang berkunjung mendadak, memangnya dia pikir kita tidak butuh persiapan apa!" Gerutu Melisa sembari terus mempersiapkan diri. 5 menit lagi waktu akan menunjukan pukul 8 malam.

Untungnya Melisa tidak butuh waktu lama untuk bersiap, saat akhirnya selesai mempersiapkan diri Melisa langsung keluar kamar untuk menemui ibunya.

"Kamu sudah dekat banget yah sama Juan Mel?" Tanya Nana saat melihat sosok Melisa muncul.

"Sampe dia jemput kamu." Sambung Ibunya.

"Haahh, bukan seperti itu!"

"Jangan malu-malu, kalau aku jadi kamu juga pasti akan klepek-klepek lihat wajah tampannya itu." Nana menatap Juan dengan mata berbinar.

"Yahh, terserah kalian saja lah!" Sahutnya dan langsung berlalu pergi, dia hendak kembali kekamarnya saat kemudian suara Mauren membuatnya mengurungkan niat.

"Hendraaa." Seru Mauren dengan wajah sumringah. Hendra juga terlihat senang saat pertama bertemu Mauren.

"Wahhh, penampilan apa ini? Kau seperti Vampire yang tidak menua sama sekali." Keduanya mulai saling melempar pujian. Juan mencoba mencari keberadaan Melisa.

"Ohh Juan, kenapa kau datang secepat ini?" Mauren terkejut mengetahui Juan sudah datang lebih dulu dari dirinya.

"Dia datang bersama Melisa. Sepertinya dia menjemput Melisa pulang." Bisik Hendra pada Mauren. Mauren tercengang mendengarnya, tapi dalam hati dirinya bahagia mendengar semua itu.

Reni langsung menarik tangan Melisa keluar untuk menyapa Mauren, Mauren terlihat begitu senang melihat Melisa malam ini.

"Selamat malam om." Sapa Melisa dengan senyum manisnya.

"Melisaaa, lihat betapa cantik anakmu ini Hendra." Kembali pujian dilontarkan oleh Mauren. Juan menatap takjub karena sang ayah begitu hangat kepada keluarga Melisa. Jauh berbeda saat Juan membicarakan Karina didepannya, wajahnya terlihat dingin dan datar.

"Ayo kita makan malam dulu, Reni sudah menyiapkan makanan istimewa untuk kita." Ajak Hendra. Mauren langsung menyetujui ajakan teman lamanya tersebut. Mereka kini fokus menikmati hidangan malam ini.

"Ayo di makan nak Juan." Kata Reni yang langsung dibalas senyuman hambar dari Juan. Melisa yang melihat ekspresi wajah Juan seketika bangkit dari kursinya. Beberapa waktu kemudian dia kembali dengan sepiring roti isi selai kacang.

"Makanlah."

Semua mata tertuju ke arah mereka berdua, Juan terkesiap tapi juga bersyukur karena Melisa menyuguhkan makanan lain untuknya.

"Loh, kenapa kamu suruh nak Juan makan roti Mel?" Tanya Hendra heran.

"Dia cuma bisa makan roti." Sahut Melisa jujur. Juan melempar senyum tidak nyaman ke arah Hendra dan yang lain. Sepertinya dia merasa tidak enak pada Reni karena tidak bisa ikut menikmati hidangan yang sudah disiapkannya. Mauren tersenyum simpul, dia melihat jelas betapa perhatian dan pengertiannya Melisa pada Juan. Hal itu membuat Mauren merasa tidak salah memilih Melisa sebagai calon istri Juan.

"Juan memang sudah cukup lama hanya mengkonsumsi roti, itu sebabnya tubuhnya kurus seperti itu." Sambung Mauren.

"Benarkah?" Reni terlihat mengiba. Rasanya tidak puas saja jika hanya makan roti setiap harinya.

"Ohh bukankah Melisa pandai memasak? Aku yakin Juan nantinya akan bisa makan makanan selain roti karena punya istri yang pandai memasak." Kata Mauren mencoba mencairkan suasana. Reni dan Hendra tertawa, mereka cukup bangga dengan skill memasak yang dimiliki Melisa. Melisa hanya tersenyum kecil mendengar pujian yang dilontarkan Mauren untuknya.

Kini mereka melanjutkan makan malam, sambil sesekali bercerita ini dan itu. Sepertinya mereka sangat menikmati waktu pertemuan malam ini, tentu saja kecuali Melisa dan Juan.

"Jangan sampai kau bicara mengenai tawaran pernikahan kontrak itu dihadapan ayahku." Bisik Juan berpesan.

"Kenapa? Takut?" Melisa justru membalasnya dengan ejekan. Juan seketika memelototi Melisa karena kesal.

Setelah makan malam selesai, mereka mulai pindah ke halaman belakang. Disana terdapat halaman luas dengan gazebo ditengah-tengahnya. Hendra sengaja mengajak mereka kesana untuk menikmati waktu berbincang dengan lebih santai. Saat mereka sudah lebih enjoy, barulah Mauren mulai membuka pembicaraan penting yaitu mengenai pernikahan Melisa dan Juan.

"Hendra, sepertinya anak-anak kita sudah cukup saling mengenal. Sepertinya juga mereka sama-sama saling tertarik. Bukan begitu Juan? Melisa?" Tanya Mauren dengan wajah penuh kebahagiaan.

Melisa dan Juan saling melirik, dan kini mereka hanya bisa tersenyum menjawab pertanyaan Mauren.

"Ahh begitukah?" Hendra sedikit tidak yakin, melihat sikap Melisa yang justru masih menunjukan ketidaksukaannya pada Juan.

"Yah, aku sudah menentukan waktu yang tepat untuk pernikahan mereka. Semoga saja kalian setuju." Mauren terlihat terus terang, ia bahkan tidak segan mengutarakan semua yang ada dipikirkannya.

"Ayah sudah menentukan waktunya?" Juan terlihat syok.

"Iya, awal bulan depan sepertinya waktu yang tepat." Sahutnya tanpa beban. Bak disambar petir Melisa dan Juan lemas seketika. Itu artinya pernikahan mereka hanya tersisa kurang lebih satu bulan saja.

"Apa itu tidak terlalu buru-buru Mauren?" tanya Hendra, ia juga berat melepaskan putrinya kepada laki-laki yang bahkan tidak mencintai putrinya.

"Tidak, aku akan menyiapkan semuanya dengan cepat. Kalian hanya tau beres dan pernikahan akan digelar. Bukan begitu Melisa?" Kini dia melempar pertanyaan pada Melisa, Melisa tersenyum kecil dan tidak tau haru menjawab apa, dari tatapannya yang bergantian menatap keluarganya itu terlihat jelas kegelisahan dan ketidaknyamanan Melisa.

"Gimana Mel?" Tanya Reni dengan wajah penuh harap. Melisa hanya bisa menelan Salivanya, ia tidak tau harus merespon apa.

"Aku terserah ayah saja, kapanpun aku setuju-setuju saja." Juan merespon ucapan ayahnya dengan sangat entengnya, sementara Melisa masih terlihat gelisah dan tidak yakin dengan rencana itu. Tapi Mauren terus menatap dalam ke arah manik matanya, seolah menunggu jawaban dari Melisa. Tentu saja jawaban yang ditunggunya adalah jawaban yang sama dengan jawaban dari Juan.

"Akuuu.." Melisa memandangi keluarganya secara bergantian, pandangannya berakhir pada Juan yang terlihat mengembangkan senyum mengejek. Sudah tentu Juan masih berniat membujuk Melisa untuk menerima tawaran pernikahan kontrak itu.

"Aku.. mengikut saja ayah." Sahutnya dengan wajah menahan penyesalan yang mendalam. Mauren seketika bersorak gembira mendengar persetujuan Melisa. Melisa hanya bisa menatap nanar ke arah ibu dan Nana.