Feroza melangkahkan kakinya menuju kasur kemudian ia mulai mengacak sprei juga selimut yang berada di tempat itu untuk memastikan Griselda tidak sedang bersembunyi darinya, walaupun hasilnya tetap saja nihil namun setidaknya Feroza sudah mencobanya terlebih dahulu.
"Ke mana perginya wanita tak waras itu!" gerutu Feroza lagi sembari duduk di pinggir kasur.
Sambil duduk dengan gelisah Feroza berusaha berpikir keras mengenai keberadaan Griselda namun ia masih belum menemukan jawabannya, "Bagaimana kalau nanti keluarganya tahu mengenai tindakan yang aku lakukan pada Selda tadi, bisa-bisa aku mati digantung karena mereka tak terima."
Baru saja Feroza membayangkan hal itu tiba-tiba sebuah genggaman tangan melekat kuat di kakinya, hingga membuat benar-benar terkejut bahkan tubuhnya tersentak kaget begitu kencang.
"Arghh!" teriak Feroza yang terkejut.
Sampai-sampai Feroza terjatuh dari pinggir kasur dan ia tersungkur di atas lantai, "Ha-hantu! Ada han--."
Seketika Feroza menghentikan ucapannya saat melihat tubuh Griselda terbaring di atas kasur, rupanya wanita itu yang telah membuat kekacauan dan mengejutkan Feroza barusan.
"Griselda!" bentak Feroza tak terima.
Feroza bergegas bangun dari jatuhnya lalu ia mencoba menarik kedua tangan Griselda yang terikat agar wanita itu keluar dari tempat persembunyiannya, "Sini kau!"
"Dasar menyebalkan! Mengapa kau malah mengejutkanku seperti ini? Apakah kau pikir kau bisa balas dendam kepadaku dengan cara ini?" teriak Feroza untuk yang kesekian kalinya.
Seperti biasanya, Griselda malah terkekeh dengan sangat keras seakan merasa puas melihat amarah suaminya yang membludak meskipun tak keluar sedikitpun suara dari mulut wanita itu namun tetap saja bisa terlihat jelas dari raut wajah Griselda.
Semakin kesal dengan perilaku istrinya, Feroza langsung mengangkat tubuh Griselda ke atas kasur sambil terus menatapnya lekat.
"Kalau bukan karena hartamu, mungkin aku sudah benar-benar menghabisimu detik ini juga!" bentak Feroza lagi.
Kedua mata Griselda kembali berbinar seperti menahan diri untuk menangis, dan entah mengapa kali ini Feroza merasa sangat kasihan pada wanita itu apalagi sudah beberapa jam mulut dan tubuh wanita itu terikat kencang hingga kesulitan bergerak.
Hembusan nafas yang beratpun keluar dari mulut Feroza dengan kasar dan ia juga melipat kedua tangannya di depan dada sambil menundukkan kepalanya, "Kali ini aku akan melepaskanmu, tapi kalau kau sampai mengulanginya lagi maka tidak akan ada kata ampun."
Dengan kasar Feroza mulai melepaskan penutup mulut yang sejak tadi menghalangi mulut Griselda sehingga bibirnya yang sudah kering dapat terlihat jelas, "Huft."
"Kenapa baru dibuka?" protes Griselda.
Jika dilihat-lihat, Feroza merasa istrinya sangatlah menggemaskan meski ia sendiri tahu kalau tingkah Griselda yang begini hanya karena kewarasannya yang sedikit terganggu.
Namun bagaimanapun juga Feroza tetap saja menunjukkan sikapnya yang dingin dan acuh, "Jangan senang dulu, karena aku masih akan membiarkan tubuhmu terikat seperti ini."
"Tapi sakit," keluh Griselda lagi dengan sangat mengkhawatirkan.
"Memangnya kau pikir aku akan peduli?" ketus Feroza santai lalu ia duduk di samping Griselda.
"Arghh!" teriak Griselda tiba-tiba.
Hingga membuat Feroza tersentak kaget, "Hei jangan berteriak seperti itu! Kau bisa membuatku terkena serangan jantung, jadi berikan aba-aba terlebih dahulu kalau memang kau akan berteriak!"
Memang aneh, lagipula orang gila yang akan memberikan aba-aba terlebih dahulu saat akan berteriak. Entah mengerti dengan perkataan Feroza atau tidak namun Griselda justru terkekeh kecil menganggapnya lucu, "Hahaha."
"Malah tertawa lagi," sahut Feroza semakin kesal.
Griselda terus menerus tertawa dengan kencang seperti orang yang benar-benar gila, hal ini jelas saja tak bisa Feroza biarkan begitu saja terlebih ia khawatir akan ada orang yang mendengarnya.
"Arghh!" Kali ini Feroza yang berteriak kesal sebab ia merasa sangat frustasi menghadapi istrinya yang gila.
Muak dengan tingkah Griselda akhirnya Feroza memutuskan untuk membekap mulut wanita itu dengan bibirnya sendiri, sehingga Feroza berhasil membuat istrinya terdiam dalam kecupan mautnya.
Merasakan sensasi yang manis dan tak biasa justru membangunkan hasrat Feroza yang sejak tadi tertidur dengan tenang, ia tak bisa menahan nafsunya dan mencoba untuk menghisap bibir lembut Griselda.
"Humft," gertak Griselda yang merasa aneh dengan perlakuan yang ia terima dari lelaki asing di dekatnya.
Semakin merasa nikmat, Feroza semakin dalam menjulurkan lidahnya menuju rongga mulut Griselda dan memainkannya dengan ganas.
Bahkan Griselda nampak sangat kewalahan dengan apa yang dilakukan Feroza, sampai ia memukul-mukul pelan dada lelaki itu menggunakan kedua tangannya yang terikat kuat.
"Tenang, Sayang. Kali ini aku akan menyiksamu dengan kenikmatan jadi kau hanya perlu menikmatinya," ujar Feroza setelah ia melepaskan kecupannya di bibir Griselda.
Tak hanya sampai disitu, dengan begitu kencang Feroza mulai meremas buah dada kenikmatan yang dimiliki Griselda. Menjadi yang pertama kalinya bagi Feroza membuatnya sedikit terkejut, sebab ternyata benda itu ukurannya cukup besar.
Tanpa banyak bicara lagi, Feroza mulai mendekatkan kepalanya ke leher jenjang Griselda dan bergerak menghirup setiap jengkal kulit wanita itu.
Sedangkan tangan Feroza dengan kasar menurunkan celana tidur yang dipakai Griselda, karena kaki Griselda yang terikat membuat benda itu tak bisa terlepas semuanya dan menyangkut di ujung kaki istrinya.
Namun tak masalah bagi Feroza yang sudah handal memuaskan nafsunya dengan berbagai cara, ia memilih mengangkat kedua kaki Griselda ke atas sembari sibuk membuka miliknya sendiri.
"Ternyata kau memang masih murni," puji Feroza setelah ia merasa cukup kesulitan membuka pintu surganya.
Keduanya bermain dengan sama-sama menikmati, Feroza kini menyiksa Griselda dengan cara berbeda dari sebelumnya dan wanita itu hanya bisa mengikuti permainan yang sedang Feroza lakukan.
Entah atas dasar cinta atau hanya nafsu semata, namun yang jelas keduanya hanya melakukan peran yang baik sebagai pasangan suami dan istri.
Hingga beberapa jam berlalu dan Feroza sudah merasa sangat kelelahan, lelaki itu membanting tubuhnya di atas kasur tepat di samping Griselda yang juga sedang sibuk mengatur nafasnya yang memburu hebat.
Mereka saling menatap satu sama lain dengan begitu lekat, hingga hati nurani Feroza terbuka dan ia memutuskan untuk membuka ikatan yang telah ia buat di tangan dan kaki istrinya.
"Maafkan aku, tadi aku hanya merasa emosi makanya aku melakukan ini padamu." Feroza terus berbicara sembari sibuk membuka ikatannya meskipun tak ada jawaban apapun dari istrinya.
Melihat wajah Griselda yang sangat kelelahan, Feroza juga merasa tergugah dan ia secara tiba-tiba mengecup kening wanita itu dalam waktu yang cukup lama.
"Kau nampak sangat kelelahan, kalau begitu segeralah tidur!" titah Feroza lalu sudah bersiap untuk pergi dari atas kasur.
Namun Griselda segera menahannya dengan memegang lengan suaminya, "Kau mau ke mana? Temani aku!"
"A-aku akan tidur di sofa," sahut Feroza yang terkejut dengan permintaan Griselda.
"Tidak, kau tidur di sini bersamaku."