Surya berdiri di depan seorang wanita cantik dengan khas rambut pendek hitam sebahu. Dia memandang lekat wanita tersebut. Sebuah senyuman meluncur menyambut kedatangannya.
"Sayang... kenapa istrimu tidak ikut denganmu?" tanya wanita tersebut sembari meraih lengan kiri Surya.
"Hari ini aku akan bertemu klien spesial dan hari ini pula hari spesial untuk kita berdua." tukas Surya dengan bibir tersenyum. Mereka kemudian berjalan meninggalkan tempat parkir. Mereka memasuki restoran tempat orang-orang biasa mengadakan pertemuan bisnis maupun acara lamaran.
"Welty sayang, hari ini kau sangat cantik dan menawan." Surya memuji wanita yang di gandengnya. "Hari ini hari kebahgiaan ganda untukku."
"Apapun itu asal kamu bahagia" ujar Welty dengan percaya diri tetap menggandeng lengan kiri Surya.
Surya mendekati meja nomor 14, terlihat jelas di sana dua buah pasang mata sedang berbincang dengan minuman di hadapan mereka. "Itu dia tamu kita!"
Welty membelalak melihat wajah laki-laki yang tengah duduk sambil berbincang di meja nomor 14. Seorang lelaki dan seorang perempuan sebayanya sedang duduk menghadap meja tersebut.
"Sigit?" Welty terkejut dengan siapa yang dia lihat.
"Iya, Sigit aku pikir kamu sudah tak ingat siapa dia. Manusia yang paling keren di sekolah kita dulu, kakak kelasmu. Dia dulu sekelas denganku dan jadi sainganku merebut hatimu, hehehehe tapi sekarang kamu bersamaku" Surya tetawa senang atas kehadiran Sigit di sana
"Aku tak pernah lupa dengannya. Teman paling keren namun kau lebih tampan darinya."ujar Welty memuji Surya.
"Iya dong jika aku tidak tampan mana mungkin kamu gandeng aku sekarang di hadapannya.! hehhehehe" timpal Surya lagi.
Surya dan Welty menghamipiri Sigit dan Eva. Mereka adalah teman dalam satu sekolah.
Menyadari Surya dan Welty datang lalu Sigit dan Eva berdiri untuk menyambut kedatangan mereka.
"Hai... Surya,!" sapa Sigit kemudian mereka saling berpelukan dan menepuk punggung satu sama lain.
"Bagaimana kabar anda?"
"Baik-baik saja bahkan luar biasa seperti yang kamu lihat hari ini aku datang dengan siapa!" ujar Surya senang dan bangga atas Welty.
"Surya...? jangan bilang kamu...." Sigit menggoda Surya dengan pertanyaan kecil yang ditebaknya.
Surya tertawa kecil yang dilimpahkan kepada Sigit. "Dia sangat mencintaiku, namun sayang aku sangat tidak tega dengan istriku." bisik Surya kepada Sigit.
"Gila kau Sur, apa tidak curiga istrimu bawa Welty ke mana-mana?" Sigit makin penasaran dengan aksi sahabatnya yang satu itu.
"Welty orang penting di dalam perusahaan. Tidak dipungkiri bahwa dia membutuhkannya!" Surya berkata yakin atas apa yang dilakukannya.
"Nakal juga ya.." ujar Sigit kemudian ia kembali duduk.
Sedangkan Welty asik berbincang dengan Eva, istri Sigit. Namun Eva hanya seorang istri Sigit tanpa ikut campur dengan urusan mereka.
Mereka saling duduk berhadapan sambil berbincang mengenai bisnis dan rencana untuk mempertemukan anak-anak mereka. Sigit memiliki anak gadis yang seumur lebih muda dari anak Surya.
"Surya, bagaimana kita adakan pertemuan untuk anak-anak kita? lain hari mungkin!" Sigit mengutarakan ide kecil dari dalam kepalanya.
"Boleh! hanya saja aku harus bicarakan dengan istri dan anakku. Lagipula anakku sibuk dengan urusannya. Tak pernah betah di rumah. Maklum.. Jiwa mudaaa." sahut Surya mencoba membuat persetujuan.
"Hahahahahaha... " Surya dan Sigit tertawa bersama. Kemudian mereka makan malam bersama sambil terus membicarakan rencana-rencana yang akan mereka jalankan.
Dari kejauhan tanpa dilihat oleh Surya dan teman-temannya seorang permpuan mengenakan masker duduk santai dengan kopi di hadapannya. Dia terus mengawasi Surya dan teman-temannya lantaran penasaran apa yang sedang dibicarakan mereka.
Ketika kopi tinggal setengah cangkir, kemudian ia mengenakan masker dan bangkit dari duduknya. Tak lupa ia mengambil bil yang tergeletak di atas meja dan membayarnya ke kasir.
Wanita tersebut sesekali melihat Surya lalu ia menggelengkan kepalanya. "Laki-laki sinting!" ujarnya. Wanita itu kemudian meninggalkan restoran tersebut.
*****
Lena mondar mandir tak jelas di ruang tengah. Terkadang sesekali ia masuk ke kamar dan kemudian keluar lagi. "Huh ada apa denganku. Aku gelisah tak jelas begini." gumam Lena heran dengan perasaanya.
Lena menarik ponsel yang tergeletak di atas sofa, dia memutar-mutar ponsel tersebut di atas telapak tangannya. Sesekali ia melihat jam telah larut namun suaminya belum kembali hingga saat itu juga. Perasaan gelisah mulai muncul ketika dia tak sengaja mendengar percakapan suaminya di ponsel sore tadi.
"Surya, apa yang sedang kau lakukan sekarang? aku memang diam diri di rumah dan tak tau apa yang telah kau perbuat bahkan yanga akan kau rencanakan!" gumam Lena ibunda Ferit.
Lena menatap ponsel putih miliknya, layar hitam masih terpampang jelas di matanya. Sesekali ia menyalakan ponselnya kemudian ia biarkan menyala begitu saja.
Karna rasa tak sabar, Lena berfikir untuk menelfon Surya. Jari jemarinya terus diperintahkan oleh otak di kepalanya untuk menekan panggilan terhadap suaminya.
`Nomor yang anda tuju sedang di luar jangkauan´ operator sellular berkicau di ponsel Lena.
Lena menekan paggilan terhadap Surya lagi namun jawabannya masih sama. Lena kesal dirundung amarah dan rasa curiga. Namun kecurigaannya itu harus beralaskan. Dia memiliki rencana untuk mencari bukti yang akurat atas kecurigaannya.
"Surya, apa yang sedang kamu lakukan? aku berusaha tidak mempercayai mulut yang mengatakan kamu memiliki hubungan dengan Welty. Tapi jika semua menjadi nyata dan aku melihat dengan mataku sendiri aku tak akan memaafkanmu!" gumam Lena karna kesal dan mengingat ucapan seseorang yang pernah mengatakan jika Surya suaminya telah berselingkuh dengan Welty.
"Aku sudah terlalu lama diam tak mempercayai perkataan orang namun malam ini aku sangat gelisah dan perasaanku tidak nyaman. Aku pasti mencari tau kebenarannya!"
Lena menatap jam dinding dengan jarumnya yang berputar mengelilingi angka. Malam telah menjadi larut. Lena masih menunggu Surya di depan televisi tanpa sinar lampu.
*****
"Sayang... aku masih ingin bersamamu." ucap Welty sembari memungut dres biru tanpa lengan disampingnya.
Tubuh Welty masih tertutup selimut sedangkan Surya telah bersiap untuk kembali pulang.
Welty memandang Surya yang sedang merapikan jas hitamnya. "Welty, kali ini kamu pulang sendiri ok!" ujar Surya meminta kekasih gelapnya pulang tanpanya.
Welty cemberut, dia kesal kali ini dia harus kembali tanpa diantar Surya.
Surya memungut ponsel di atas mejanya. Jari jempolnya menekan tombol power untuk menyalakan kembali ponselnya. "Huh! pasti istriku masih tunggu aku!"
Ketika ponsel Surya kembali menyala, 3 panggilan tak terjawab terpampang jelas di layarnya. `Istriku Lena´
Surya menekan kontak nomor Sigit, kebetulan dia masih minum di X2 dan berkarauke bersama kawan-kawannya. Hmm usia boleh kepala 4 namun gaya masih anak muda apalagi dengan teman sekolah dahulu.
"Sigit, di mana kamu?" tanya Surya sembari mengambil kontak mobilnya di atas meja. Tak berselang lama, tiba-tiba ia menyahuti "Baiklah aku ke sana!"
Surya mematikan panggilannya, kemudian ia mendekati Welty yang masih duduk di atas kasur dengan selimut menutupi tubuhnya.
"Sayang, aku pergi dulu ya.. Aku akan menghampiri Sigit. Kau tau aku harus berperan sangat baik untuk istriku!" Welty diam tak menjawab. Raut wajahnya masih datar karna ada rasa kesal.
Surya tersenyum sembari membelai wajah Welty. "Taksi akan segera tiba dalam satu jam. Kamu bersiaplah." ujar Surya sembari berjalan meninggalkan Welty.
Kali ini Welty benar-benar kesal. Dia ditinggal sendiri di jam yang telah larut, demi mengelabui istrinya.
Surya meninggalkan hotel dan pergi menghampiri Sigit. Surya membaur dengan teman-temannya di X2, teman masa kuliah dahulu. Surya mengambil foto bersama teman-temannya lalu mengirim foto tersebut ke istrinya di rumah, berharap istrinya tidak mencurigainya.