Adrine menyelinap keluar kamar ketika Ambar menutup kedua matanya. Terlihat seorang pemuda tampan telah berdiri di depan pintu kamarnya. Iya, Ferit telah menunggu Adrine.
Adrine tersenyum bahagia melihat Ferit, jantungnya berdebar tak karuan ketika hendak mendekatinya.
"Kita ke mana?" tanya Adrine dengan menatap Ferit lekat.
"Ikuti saja aku." ujar Ferit sembari menggandeng telapak tangan Adrine.
Tanpa anggukan, Adrine mengikuti Ferit ke mana dia akan membawa dirinya.
Ferit mengarahkan Adrine keluar hotel, kemudian mereka berhenti berjalan tepat di depan motor merah yang terparkir di depan pintu utama hotel.
Adrine sangat heran Ferit dengan mudahnya mendapatkan kendaraan yang ia butuhkan.
"Ferit, ini milik siapa lagi?" tanya Adrine sembari menatap Ferit yang telah duduk di atas jok motor.
Ferit tersenyum tanpa banyak bicara dia hanya meminta Adrine tidak banyak bertanya banyak hal karna menurutnya sulit untuk dijelaskan. "Hmmm.. naiklah dan lebih menyenangkan lagi jika kamu tidak banyak bertanya apapun. Ok!"
Mendengar permintaan Ferit akhirnya Adrine diam di setiap saatnya. Dia tak ingin merusak suasana yang hangat bersama Ferit. Lagipula Adrine akan kembali ke rumah esok hari. Begitupula Ferit.
"Adrine, aku akan menganggapmu kekasihku untuk malam ini. Paling tidak sahabat-sahabatmu tidak menghajarku ketika tau aku membawamu kabur lagi." ucap Ferit
Adrine naik di bagian belakang tak lupa Ferit memberikan helm untuk menjaga keselamatan Adrine dan dirinya.
Kedua roda motor yang dinaiki Ferit dan Adrine berputar sedang, mereka menikmati malam tanpa hujan. Jalanan tak terlalu padat dan tak terlalu sepi.
Ferit memberhentikan motornya di tepian dan mematikan mesin motornya. Menyadari mesin motor di matikan, Adrine turun dari motor dan berdiri menghadap tembok besar menyerupai gapura. Iya itu memang gapura Jogja yang terkenal itu.
"Plengkung Nirbaya Gading?" tanya Adrine pada diri sendiri dengan lirih.
Ferit melepas helm yang ia kenakan lalu ia turun dari motor dan menghadap wanita kesukaanya.
Ferit tersenyum kemudian ia membantu melepas kancing helm yang digunakan Adrine. "Biar aku bantu"
"Kamu kenapa senyum-senyum sendiri?" tanya Adrine merasa risih dengan senyuman Ferit yang tak beralasan.
"Hemmm.. nggak, nggak apa kok!" jawab Ferit seenaknya.
"Ayo.. kita duduk-duduk sebentar di atas gapura ini." Ferit mengajak Adrine menaiki gapura yang menjulang dan melengkung dengan kokohnya.
Ferit meraih telapak tangan Adrine dan menggandengnya, mirip orang pacaran. Bagi Ferit Adrine adalah kekasihnya tapi Adrine tidak mengiyakan bahwa mereka pacaran.
"Ferit, kita mau ngapain di sini?" tanya Adrine keheranan melihat tingkah pemuda kelahiran Jakarta ini.
Ferit tersenyum, "kita hanya akan duduk sambil ngobrol di atas sana. Enak suasananya, percayalah" ujar Ferit dengan menganggukan kepalanya memberi isyarat.
Adrine mengikuti kehendak Ferit kemudian mereka mengambil duduk di atas gapura dengan alas koran yang tergeletak begitu saja seperti telah ada pengunjung.
"Duduk sebelahku ayo.." Ferit meminta Adrine duduk di sebelahnya. Adrine heran dengan pemuda di hadapannya. Tidak takut kotor atau gatal duduk sembarangan seperti anak jalanan. Menurut Adrine, Ferit adalah anak orang kaya bisa-bisanya dia bertingkah seperti anak jalanan.
"Apa aku yang salah menilai?" gumam Adrine lirih.
Adrine mengangguk, lalu ia duduk di sebelah Ferit. "Ferit, nyaman juga duduk di sini!"
"Aku sering datang ke sini dengan ibuku. Kami hanya duduk sambil menikmati malam dan ngobrol di sini." Ferit menceritakan banyak hal dan tempat yang sering ia kunjungi ketika di jogja.
Adrine tak habis fikir, pemuda kelahiran Jakarta dan tinggal di Jakarta, banyak tempat yang ia kenali di Jogja. Adrine sendri tidak sampai sedetail itu. Hingga ke Plengkung Gading dan duduk di atasnya.
"Ferit, kamu banyak tau hal tentang Jogja. Sebegitu seringkah kamu datang ke sini?" Adrine menganga tak percaya dengan Ferit.
"Adrine, aku dan ibuku setiap tahun datang ke sini. Bahkan dalam satu tahun kita datang bisa sampai dua hingga tiga kali. Kami keliling Jogja, yang kita datangi bukan hanya sekedar Parangtritis atau malioboro. Kami pernah mengunjungi pantai Samas, Sranda'an dan Laguna hanya untuk berlibur dan kebetulan paman kami tinggal di sini." Adrine terkejut, mendengar penjelasan Ferit. "Aku datang ke sini lebih sering karna aku berharap bertemu lagi gadis aneh yang suka belai-belai tembok"
Adrine diam, dia merasa gadis itu adalah dirinya. Namun Adrine tidak begitu yakin karna yang tahu hanya Ferit.
"Adrine, besok aku akan balik ke Jakarta, aku hanya berharap kita tetap bisa berkomunikasi."
"Secepat itu?" Adrine terkejut. Padahal dia masih ingin menghabiskan liburan dengan Ferit bersama-sama. "Esok aku juga kembali ke Wonosari. Lagipula liburan kali ini aku merusak segalanya!" Adrine menyadari kesalahannya. Tapi di benaknya dia masih ingin jalan-jalan bersamanya.
"Bagaima kalo besok kita melarikan diri lagi?" ujar Adrine memberi ide.
"Besok tujuanku Malioboro membeli sedikit oleh-oleh untuk ibuku. Mana bisa kabur? kamu juga mau balik ke rumah." Ferit merasa tak bisa melakukannya.
"Kalo begitu biar aku jadi mak Lampir dan menculikmu. Hehehehehe....." Adrine tertawa ala mak Lampir hingga Ferit tertawa melihatnya. "Aku kembali esok sore, kamu?"
"Malam..." ucap Ferit pasti.
Adrine diam, dia memangku dagunya di dua telapak tangannya.
"Ngomong-ngomong apa Dudo masih marah sama kamu?" Ferit bertanya tanpa aling-aling.
Adrine diam tak menanggapi dia tengah asik dengan lamunannya. Dua matanya berkedip sesekali.
"Adrine.." Ferit memanggil lembut namun Adrine tak menoleh.
"Adrine..." Ferit penasaran dengan gadis di depannya begitu sering ia begelut di lamunan. Karna rasa heran, Ferit melambaikan tangan kananya di depan wajah Adrine.
"Adrine..." Adrine kaget dan hancur sudah lamunanya. Dengan cepat ia melepas kedua telapak tangan yang menahan dagunya. Wajahnya mundur terkejut atas apa yang telah dilakukan Ferit.
"Apa yang kau pikirkan Adrine? Apa ada yang mengganggu pikiranmu?" Ferit memandang wajah cantik Adrine dengan sejuta tanda tanya pada diri Adrine.
"Adrine, maafkan aku ya.. membuat sahabat-sahabatmu marah denganmu." ucap Ferit menyesal.
Terlihat sangat jelas di bola mata Adrine, dia tak ingin meninggalkan saat-saat bersama Ferit. "Santai saja, nanti juga baikkan. Lagipula kita tidak akan lama bersama seperti ini."
Ferit menatap Adrine lekat, harapannya bisa bertemu lagi dengan Adrine di lain waktu. "Adrine, jika tidak keberatan lain waktu aku ingin berlibur denganmu, hanya denganmu. Kita ke Laguna tanpa takut sahabat-sahabatmu marah padamu."
Adrine mengangguk sambil melayangkan senyuman indah di wajahnya. Ferit berfikir jika Adrine bosan dengan tema pembicaraannya akhirnya dia berusaha memecah kebosanan dengan berbagi cerita ketika masa kuliah. Ferit pun menceritakan ketika dia melihat gadis kecil seusianya dulu sangat bandel dan dikejar-kejar kakeknya ketika di Taman air. Hingga Ferit menyebutnya dia mirip kelinci, kabur-kaburan dari kandang.
Waktu menunjukkan pukul 00:30, Ferit terkejut malam telah larut tanpa mereka sadari.
"Adrine pulang yuk,.." Ferit mengajak Adrine kembali.Dia mengulurkan telapak tangan kirinya.
Adrine menatap Ferit, dan menatap telapak tangannya. Hatinya berat meninggalkan malam ini. "Ugh..!! Ferit aku masih mau di sini.."
"Hei.. nanti apa kata temanmu?" Ferit mencoba mengajak Adrine kembali.
"Loh kamu kan kekasihku!" ucap Adrine tetap tak mau bangkit dari duduknya.
"Ayo..." Ferit tetap menengadahkan telapak tangan kirinya mengahadap Adrine. Kemudian Adrine meraihnya dan... Adrine menarik tangan Ferit kencang dan berakhir Ferit duduk kembali menghadap Adrine. Mereka saling beradu pandang di atas Plengkung Gading.
Ketika mereka sedang beradu pandang tiba-tiba titik air jatuh ke wajah mereka. Saat itu pula Adrine dan Ferit memandang ke langit atas.
"Adrine.. sepertinya malam ini terlalu romantis untuk kita." Ferit tak melepas pandangannya ke langit. Adrine mengangguk dan tersenyum.
"Kita alamat..." ucap Adrine "Kehujanan... hahahaha..."
Partikel air yang semula kecil berubah menjadi besar dan... hujan mengguyur mereka mengguyur kota Jogja. Sontak Adrine dan Ferit bangkit dan mencoba lari namun hujan lebih cepat turun daripada kecepatan mereka meninggalkan Plengkung Gading tersebut. Mereka basah kuyup.
"Hahahaha.... kita basah." Adrine tertawa kegirangan. Tubuhnya basah tanpa sela. Ferit memandang Adrine heran, bukannya berteduh malah menari-nari di bawah hujan. Tersenyum dan tertawa di bawah air hujan yang menetes.
"Kita sudah terlanjur basah kuyup Ferit untuk apa berteduh.." ujar Adrine sambil menengadahkan wajahnya.
Ferit menggelengkan kepalanya. Dia menikmati Adrine menari-nari meskipun akhirnya Ferit pun ikut menari. Mereka tertawa dan menikmati guyuran hujan. Seperti anak-anak meskipun mereka telah dewasa.