Sharena Jovan (10 tahun), ia berdiri di samping pagar, memperhatikan kesibukan di sebelah rumahnya. Ada tetangga yang baru saja pindah dari luar negeri. Keluarga itu tampak ramai, karena mereka begitu banyak. Namun, mereka seperti terpisah menjadi dua bagian.
Gadis kecil berambut hitam panjang dengan poni samping yang menutupi sebelah pipinya itu tersenyum. Salah satu remaja laki-laki yang cukup tampan telah menarik perhatiannya. Ia yang baru berumur sepuluh tahun itu merasa jatuh hati.
Remaja itu menoleh. Sharena segera menarik senyum manis dan melambaikan tangan pada laki-laki itu. Sayangnya, ia diabaikan. Justru remaja laki-laki berambut pirang yang membalas lambaian tangannya.
Ia segera menarik tangannya dan berlari memasuki rumah. Sharena kesal karena laki-laki itu mengabaikan keramahtamahannya. Gadis itu menggerutu sambil memukuli bantal guling.
"Apa yang terjadi dengan adikku ini? Kenapa wajah Sharena yang bak mentari pagi nan cerah ini tiba-tiba tertutup awan mendung yang gelap?"
"Berisik! Kakak bisa, enggak, sih … jangan godain aku terus? Aku lagi kesel, nih," gerutu Sharena.
"Makanya kakak tanya. Kenapa kamu murung?"
"Gara-gara itu, tuh! Tetangga baru yang songong banget. Aku menyapa dengan melambaikan tangan. Tahu, tidak?" Sharena menjeda ucapannya. Sang kakak hanya menggelengkan kepala. "Dia malah pergi begitu saja. Kan, bikin kesel," lanjut Sharena sambil mengerucutkan bibirnya.
Nathaniel (14 tahun) tertawa mendengar penuturan adiknya. Ia jadi penasaran. Seperti apa orang yang sudah membuat gadis ceria itu merengut kesal?
Ting! Tong!
Remaja laki-laki berusia dua belas tahun itu mengacak rambut Sharena sebelum pergi membuka pintu. Alhasil, gadis itu berteriak memanggil nama Nathaniel. Remaja laki-laki itu tertawa lebar sambil berlari menghindari amukan Sharena.
"Ampun, Dek! Kakak mau buka pintu," kata Nathan dengan lantang.
Suara pertengkaran kecil itu terdengar sampai keluar. Tamu itu sejak tadi berdiri menunggu pintu terbuka, tapi mendengar pertengkaran itu membuat ia putar badan hendak pergi. Namun, pintu terbuka saat ia baru berjalan satu langkah.
"Selamat sore. Cari siapa, ya?" tanya Nathan dengan sopan.
Tamu itu memutar tubuhnya dan tersenyum tipis. Ia menyerahkan sebuah kotak kepada Nathan. Lalu, tidak lama, Sharena muncul di belakang Nathan.
'Dia? Dia, kan, laki-laki yang tadi. Ternyata dia ramah juga. Senyumannya manis sekali.'
Sharena senyum-senyum sendiri. Vladimir Rush, tamu laki-laki dari sebelah rumah itu mengulum senyum. Ia menyapa Sharena.
"Hai. Aku Vlad, anak tetangga sebelah. Ini kue buatan ibuku. Dia memintaku memberikan ini pada kalian," ucap Vlad (12 tahun).
Sharena cukup terkejut, karena Vlad bisa berbicara bahasa Indo. Walaupun, sedikit terbata-bata. Dilihat dari wajahnya, Vlad seperti warga keturunan timur tengah.
"Terima kasih, Vlad. Namaku Nathaniel dan dia adikku, Sharena. Senang berkenalan denganmu," balas Nathan.
"Senang berkenalan dengan kalian. Kalau begitu, aku permisi," pamit Vlad sambil tersenyum sekali lagi kepada Sharena.
Gadis itu tersipu malu dan terus bersembunyi di belakang kakaknya. Mereka hanya hidup berdua karena orang tua mereka telah pergi untuk selamanya lima tahun lalu. Nathan berjualan makanan ringan di dekat sekolahan untuk membiayai hidupnya dan Sharena.
"Jadi … dia, ya?" tanya Nathan.
"Apanya?"
"Orang yang membuat hati adik kecil kakak ini berbunga-bunga. Kamu masih kecil, Dek. Jangan cinta-cintaan dulu. Sekolah aja masih SD," goda Nathaniel.
"Ih … Kakak, apaan, sih. Aku juga tahu kalau aku ini masih kecil, tapi kalau suka, kan, tidak masalah."
Sharena berlalu pergi dengan wajah merengut. Apakah jika tertarik bisa dikatakan cinta? Sharena hanya merasa kagum dengan ketampanan Vlad. Wajahnya berbeda dengan kakak tiri Vlad yang tadi membalas lambaian tangan Sharena.
Ternyata, Vlad adalah anak tidak sah yang lahir dari rahim pelayan di rumah keluarga Rush. Vlad mendapatkan nama belakang ayahnya, tapi laki-laki itu tidak pernah menikahi ibu Vlad. Dia dan ibunya diperlakukan layaknya pelayan, sama seperti saat Vlad belum lahir.
Sejak saat itu, Sharena dan Vlad berteman. Apalagi, Vlad masuk di sekolah yang sama dengan Sharena. Sementara pendidikan kakak tiri Vlad sudah dua tingkat lebih tinggi di antara Vlad dan Sharena.
***
5 tahun kemudian.
"Vlad! Lihat!" Sharena menunjuk ke atas rumah.
"Apa?"
"Lihat baik-baik! Mangganya sudah matang. Apa kau mau mangga?"
"Boleh."
'Boleh? Harusnya, kan, dia yang mengambilnya.'
"Aku … ambilkan, ya?"
"Oke," jawab Vlad sambil membaca buku.
Sharena memanjat pohon mangga di belakang rumah Vlad. Di kebun belakang itu banyak pohon buah-buahan yang sudah mulai berbuah, salah satunya pohon mangga itu. Gadis yang saat ini berusia lima belas tahun itu memanjat dengan susah payah.
"Akhirnya …," gumamnya setelah berhasil memetik satu buah mangga yang telah matang. Saat berusaha untuk turun, Sharena cukup kesulitan. "Wuoo!"
Bruk!
"Ah! Sakit," pekiknya. Masih beruntung karena ia jatuh tidak terlalu tinggi. Bayangkan jika dari atas Sharena langsung terjatuh, pasti kakinya sudah patah.
Vlad menaruh bukunya dengan tenang. Ia tidak mengkhawatirkan gadis itu sama sekali. Yang dilakukan laki-laki itu justru mengambil buah mangga di tangan Sharena.
"Ck! Mangganya kotor."
"Hah!" Sharena tercengang. Vlad tidak menawarkan bantuan atau bertanya tentang keadaannya, tapi menyayangkan buah mangganya kotor. "Vlad! Aku jatuh."
"Aku tahu. Bangun dan pulang sana! Aku mau tidur siang," kata Vlad sambil melengos pergi ke dalam rumah.
'Kapan kamu akan menyadari perasaanku, Vlad. Aku menyukaimu.'
Sharena menggumam lirih dalam hati. Dulu, ia pikir ia hanya tertarik sesaat saja. Namun, sampai saat ini, perasaan itu semakin dalam. Gadis itu rela melakukan apa saja demi menyenangkan hati Vlad, dengan harapan laki-laki itu dapat merasakan cintanya.
Gadis itu pergi melalui jalan rahasia yang dibuat oleh Vlad dan Sharena saat mereka baru beberapa bulan berteman. Mereka sering bertemu untuk sekedar bercanda tawa dan berbagi cerita. Sampai saat ini, jalan itu masih menjadi jalan satu-satunya yang sering dipakai Sharena untuk menyelinap ke rumah sebelah.
Ia memasuki kamar dengan kaki pincang dan sikut yang lecet-lecet. Nathan memergoki adiknya terluka lagi. Ya, lagi. Ini bukan pertama kalinya Sharena pulang dalam keadaan terluka.
"Apa lagi sekarang? Jatuh dari jembatan? Terserempet motor? Tertabrak anak-anak yang berlari, atau~"
"Sshh! Kakak ini cerewet sekali. Kalau mau bertanya, tuh, satu-satu. Pusing Sharen dengernya," gerutu gadis itu sambil menghentakkan pinggulnya di tempat tidur.
"Sudah kakak bilang berkali-kali, berhenti membuat dirimu terluka demi melindungi laki-laki itu."
"Namanya Vlad, Kak, bukan laki-laki itu," protes Sharena.
Nathaniel berhak berkata demikian karena ia harus melindungi adiknya. Namun, sang adik selalu membantah apa yang diucapkan olehnya. Jelas sekali, Vlad tidak peduli pada Sharena, tapi gadis itu masih berharap bisa menjadi kekasih Vladimir Rush, cinta pertama sekaligus cinta sepihaknya.
*Bersambung*