Terlihat Jelena menyiapkan beberapa makanan di atas meja. Tentu saja ia tidak ingin Hexa mengetahui identitas mereka. Sehingga Jelena terpaksa memasak sayuran dan daging yang sudah diolah. Walau terlihat tidak begitu selera, tetapi mereka terpaksa melakukannya.
Sementara itu, Aileen masih dirundung rasa kebingungannya. Ia tidak mungkin membalas cinta Hexa. Sedangkan mereka itu berbeda. Sampai saat ini, Hexa tidak tahu tentang rahasia Aileen dan juga warga yang ada di sini.
"Aileen, tolong ambilkan minum itu," pinta Jelena.
"Sampai kapan kita akan mengkonsumsi makanan seperti ini?" Aileen memeriksa sayuran yang ada di atas meja makan.
Jelena meletakkan sesuatu dan memandangi anaknya, "Sudahlah, nikmati saja."
"Tapi Bu, aku ingin daging kelinci."
"Apa kamu ingin Hexa mengetahui semuanya?"
Aileen membalas dengan gelengan kepala.
Tidak berapa lama kemudian, Hector datang. Ia kemudian mengajak Hexa untuk makan malam terlebih dahulu. Suasana di meja makan terasa sangat hening sekali. Hanya terdengar sesekali suara gigi yang sedang mengunyah. Keluarga Aileen memang totalitas dalam menjaga identitas mereka. Tidak ada kesalahan yang membuat Hexa curiga.
"Hexa, apa kau ingin berlatih esok?" tanya Hector.
"Iya, Tuan. Saya ingin lebih berbaur dengan orang-orang yang ada di distrik ini."
"Baguslah kalau begitu. Esok kau akan pergi bersama dengan Aileen."
"Kalau boleh tahu, apa Tuan tidak pergi ke sana?"
Hector menggelengkan kepala, "Esok saya ada urusan. Jadi, ada pelatih lain yang akan mengajarkan mu."
Hexa mengangguk paham.
Kemudian mereka mengakhiri makan malam. Hexa dan Aileen masih saling diam. Ancaman yang diberikan Damian berhasil membuat pria itu berpikir ulang. Tetapi, rasa suka dalam hatinya terus menggebu. Bahkan tidak bisa dipendam. Hexa menatap Aileen yang sedang duduk bersantai di bawah sebuah pohon.
Distrik itu memang berada di tengah hutan. Sehingga tidak jarang banyak sekali pohon besar mengelilingi rumah para warga. Membuat udara di sana sejuk serta dingin ketika malam tiba. Aileen mengusap tangannya, karena merasa kedinginan. Hexa kemudian mendekat. Secara tiba-tiba ia membuka pakaiannya untuk Aileen.
"Pakai ini, agar kamu tidak merasa kedinginan," bisik Hexa tepat di telinga Aileen.
Seketika Aileen terdiam. Ia hanya memutar kepalanya tanpa mengeluarkan ekpresi apa pun.
"Kenapa menatapku seperti itu?"
"Ti-tidak." Aileen berusaha untuk mengalihkan pandangan ke tempat lain.
Kecanggungan terjadi, di mana keduanya saling diam dalam jangka waktu yang panjang. Aileen membetulkan pakaian Hexa yang menempel erat di tubuhnya. Keduanya saling beradu pandang. Kemudian, Hexa duduk di samping Aileen. Mereka menatap langit yang cerah malam itu.
"Hexa," panggil Aileen.
Pria itu menoleh.
"Apa kau masih marah denganku?"
"Tidak," balasnya singkat.
"Lihat, bintang itu indah sekali bukan?" Hexa mengulurkan tangannya. Menunjuk ke salah satu bintang yang ada di atas.
Diam-diam Aileen tersenyum, "Iya, kamu benar."
"Andai ada bintang jatuh, apa yang akan kamu minta?"
Mendengar pertanyaan itu, Aileen tertegun. "Aku ingin semua yang terjadi hanya mimpi. Sehingga kita bisa bersama," ucapnya dalam hati.
"Aileen? Kenapa diam?"
Wanita itu terperanjat, "Oh iya. Banyak permintaanku. Aku ingin makan enak, ingin menjelajahi banyak tempat, dan masih banyak lagi."
Hexa mengangguk seraya membulatkan mulutnya dengan sempurna.
Tanpa terasa waktu cepat berlalu. Malam semakin larut. Kemudian mereka memutuskan untuk masuk ke dalam rumah. Sebab, pagi buta mereka harus pergi ke tempat latihan. Bukan Hector yang akan melatihnya, sehingga Aileen harus datang lebih awal dari biasanya.
**
"Aileen, bangun Nak!" teriak seorang wanita.
Teriakan itu tidak asing bagi Aileen. Selalu menemani paginya. Jelena sejak tadi berteriak untuk membangunkan anaknya. Sebab, matahari telah menyongsong. Sehingga sudah waktunya bagi Aileen dan Hexa pergi berlatih.
Perlahan Aileen membuka kedua mata. Sayup-sayup melihat ke atas dengan pikiran yang masih terbawa mimpi. Setelah beberapa menit, akhirnya Aileen memutuskan untuk bersiap. Ia melihat secercah cahaya yang menembus ke rumahnya.
"Hexa," panggilnya.
"Dia sudah menunggu kamu di depan," ujar Jelena seraya merapikan rumah.
"Oh, jadi aku sudah terlambat ya Bu?"
"Iya, ini sudah siang. Apa kamu ingin diberi hukuman?"
"Tentu tidak, Bu."
"Ya sudah, segera berangkat," pinta Jelena.
Ia keluar dan mendapati Hexa sedang berdiri. Pria itu menunggu Aileen cukup lama. Setelah itu, kemudian mereka pergi ke tempat berlatih. Sebuah tempat di mana Aileen biasa belajar bela diri. Semua sudah hadir, hanya tinggal menunggu Aileen saja.
Saat kedatangan Hexa, semua yang ada di situ langsung mengeluarkan taring masing-masing. Aileen panik, ia takut kalau sampai Hexa melihatnya. Segera mungkin Aileen mengajak Hexa untuk pergi dari tempat itu.
"Kenapa?" Hexa mengerutkan dahinya.
"Em… Aku haus, jadi apa bisa kamu bawakan air minum?"
"Ya sudah, aku ambilkan air minum dulu."
Beruntung Hexa menuruti perintah yang diberikan olehnya. Sekarang Aileen dapat bernapas lega. Ia kembali dan memberikan tatapan tajam pada semua orang yang ada di tempat itu. Melihat Aileen yang marah, semuanya mereda. Mata yang semula memerah, kini mulai normal kembali. Taringnya pun telah hilang.
"Kalian jangan bodoh! Apa kalian ingin dia mengetahui identitas kita?" Aileen benar-benar merah.
"Tapi, pria itu sangat menggoda. Apa kau tidak merasakan darah segar mengalir di tubuhnya? Itu sangat mengugah selera, Aileen," jawab salah satu dari mereka.
Aileen berdecih, "Cih! Kalian itu bodoh. Atau, mau aku laporkan pada Ayah?"
"Jangan, Aileen! Kami minta maaf."
Semua orang takut pada Hector. Maka tidak heran jika Hector sangat disegani oleh penghuni distrik. Keadaan kembali seperti semula sampai akhirnya Hexa datang. Kedatangannya itu membuat semua orang yang ada di sana menatapnya dengan tajam.
Ada rasa curiga tersendiri yang hinggap dalam benak Hexa. Tetapi ia berusaha tetap tenang dan bersikap ramah. Sebab, ia merupakan pendatang baru. Tidak mungkin bagi Hexa membuat kerusuhan di tempat ini. Latihan dimulai. Hexa dan yang lainnya berdiri sesuai dengan arahan yang diberikan. Mereka yang ada di sana mulai mengerakkan tubuh masing-masing.
Sementara itu, Hexa bisa mengikutinya. Bahkan ia lebih pandai dari yang lain. Membuat Aileen menghentikan aktifitasnya. Untuk pertama kalinya ia melihat kelihaian Hexa dalam ilmu bela diri. Seketika semuanya terdiam. Hanya memandangi pria itu saja. Sadar akan hal itu, Hexa mengedarkan pandangannya.
"Apa ada yang salah denganku?" Hexa bertanya pada Aileen yang ada di sampingnya.
"Latihanmu sangat sempurna sekali."
"Aku juga tidak tahu. Kenapa bisa seperti ini?"
Hexa terlihat seperti orang bodoh yang tidak tahu tentang dirinya sendiri. Aileen tersenyum tatkala menyaksikan wajah Hexa yang sedang kebingungan. Semua yang ada di situ ikut tertawa. Hexa menggaruk kepala walau tidak gatal.
"Sudah! Kita lanjutkan latihannya," ujar seorang pelatih.
"Jangan panik. Mungkin dulunya kau itu adalah seorang petarung tangguh," bisik Aileen.
"Petarung? Menaklukan hatimu saja, aku kalah," balas Hexa.
Jawaban itu berhasil membuat Aileen tersenyum kembali.
Senyuman manis itu mampu meluluhkan hati Hexa. Aileen memang wanita tercantik yang ia temui di distrik ini. Tidak ada satu orang yang menandinginya. Mereka kemudian kembali fokus pada pelatih yang ada di depan.
Tidak terasa waktu sudah siang. Matahari tepat berada di atas kepala. Membuat semuanya merasakan panas. Aileen mengajak Hexa untuk berteduh di bawah pohon. Begitupun dengan yang lainnya. mereka sibuk mencari sumber air agar tidak merasakan teriknya matahari.