Chereads / Gairah Putra Mahkota / Chapter 22 - Menuju Pesta Bersama Tuan Muda

Chapter 22 - Menuju Pesta Bersama Tuan Muda

Anne merasa tubuhnya menegang di samping tuan Victor. Lelaki itu terus memandanginya tanpa berkedib. Anne merasa dunianya berhenti sejenak saat menatap wajah Victor.

"Mengapa Tuan Victor melihatku?" sahut Anne memberanikan diri. Victor menghela napas panjang.

"Kau tidak suka?" Anne menggelengkan kepala. "B-bukan, aku hanya merasa risih," sambungnya lagi.

Tuan Victor tanpa ragu mengengam tangannya dan menariknya masuk ke dalam mobil. Anne membulatkan matanya saat jarak antara dirinya dan tuan Victor sangat dekat.

"Tuan!" sahutnya.

Aroma maskulin begitu menyeruak dan menganggu indra penciumannya. Jika dilihat lebih dekat, wajah tuan Victor benar-benar tampan. Tidak pernah Anne melihat wajah setampan itu. Bola matanya berwarna biru terang dengan hidungnya bagaikan seluncuran.

"Mengapa kau melihatku?" Anne menunduk ke bawah.

"Maafkan aku!"

Saat berada di dalam mobil, Anne lebih banyak terdiam. Dia bahkan tidak mengatakan satu kata pun. Tuan Victor sibuk memainkan ponselnya.

"Tuan, mengapa harus aku yang menemani Tuan Victor? Bukankah aku hanya seorang pelayan?" sahut Anne. Victor menggeleng. Dia mencondongkan wajahnya dan membuat Anne spontan memundurkan tubuhnya.

"Kau pikir dirimu spesial?" bisiknya pelan. Anne menggelengkan kepala secepat mungkin. Sebuah simpul senyum penuh misteri terbingkai di wajah tampannya.

"Bagus!"

"Aku hanya ingin membuat kekasihku cemburu!"

"Jadi, jangan buat dirimu besar kepala!" Anne menghela napas panjang sambil memandang keluar. Ada perasaan senang saat mengetahui bahwa lelaki itu tidak menyukainya.

"Kau memiliki wajah yang sangat unik, aku menyukai itu!" sambung tuan Victor setelah terdiam cukup lama.

"Lalu?"

"Ya, kau terlihat sangat cantik."

"Aku rasa, kekasihku -Monica- akan bertanya banyak tentang hal," gerutunya kemudian. Anne mengangkat salah satu alisnya. Kini, dia paham maksud lelaki itu. Dirinya hanya sebagai tameng untuk membuat Monica cemburu.

"Sial!"

"Dia pikir, aku perempuan seperti apa?" sahutnya kesal.

Anne menatap ponselnya yang terus bergetar. Sialnya, pagi ini Bellatric menghubuginya, Anne panik setengah mati.

"Kau tidak menerima panggilan itu?" Victor menatapnya. Anne menggelengkan kepala secepat mungkin.

"Terima saja, aku tidak akan marah," sahutnya. Anne menelan salivanya. Tengorokannya tiba-tiba mengering. Bagaimana dia bisa menjelaskan kepada Bellatric mengenai Victor yang ada di sampingnya? Rencananya akan ketahuan saat ini.

"Hallo?" sahut Anne dengan suara yang sangat pelan.

"Kau di mana? Aku menghubungimu. Hari ini ada acara spesial keluarga Keller, kau tahu itu?" sahut Bellatric. Anne tidak bisa menjawab, Meskipun Victor sibuk dengan ponselnya namun Anne merasa lelaki itu mendengarkannya.

"Anne?" sahutnya lagi.

"A-aku akan menghubungimu, Bellatric. Aku akan menghubugimu!" Anne bergegas mematikan sambungan telepon.

Anna segera menyimpan ponselnya di dalam tas dan menatap Victor yang juga sedang memandanginya.

"Kekasihmu?" tanyanya. Anne menggelengkan kepala secepat mungkin.

"Lalu, siapa dia?" gerutunya. Anne menyeka peluh yang menetes di dahinya. Tubuhnya menegang dan dia bingung harus berkata apa.

"Hanya teman, dia perempuan."

"Oh." Hanya itu yang keluar dari mulut Victor. Tatapan lelaki itu selalu tajam. Anne tidak mengerti, apakah lelaki itu selalu menatap tajam kepada semua orang.

***

Ares menatap setumpukan buku yang berada di depannya. Ayahnya -tuan Alderic- mengirimkan satu guru khusus yang akan mengajarinya tentang bisnis. Ares merasa ini sangat berat. Dulu, seluruh hidupnya berada di tumpukan barang yang tidak berguna. Sekarang, dia dituntut untuk mengerti pasar modal dan segala macamnya.

Merasa benar-benar lelah, Ares beranjak dari ruangannya dan bergegas menuju ruang tamu. Ares melihat bibi Fani yang sedang menyusun beberapa piring di meja makan. Seharian ini, dia tidak melihat Anne. Perempuan unik yang menjadi pelayan di rumahnya itu.

"Bibi Fani!" panggil Ares. Dia melangkah cepat menghampiri perempuan paruh baya itu.

"Anne di mana?"

"Di mana pelayan ceroboh itu?" gerutunya kemudian. Bibi Fani yang kaget karena dipanggil segera berdiri dan menundukan sedikit tubuhnya.

"Tuan, Anne sedang bersama tuan Victor."

"Bersama Victor, ke mana?" tanya Ares. Keningnya berkerut memandangi bibi Fani yang tidak berani memandanginya.

"Aku sudah katakan, jangan biarkan Anne dan Victor bersama. Kau tahu kan kalo kakakku itu tidak benar-benar serius kepada perempuan. Aku tahu Anne adalah gadis yang polos. Maka dari itu, jangan …,"

"Tuan!" sergap bibi Fani merasa bersalah.

"Tuan Victor yang memerintahkan Anne untuk ikut bersamanya. Bagaimana saya bisa melarang?" sahut bibi Fani merasa bersalah. Ares berdecak kesal. Dia bergegas masuk ke dalam ruangannya dan meninggalkan bibi Fani.

Sesampai di dalam kamar, Ares bergegas mengambil ponselnya dan segera menghubungi Victor. Namun, lelaki itu sama sekali tidak ingin mengangkat ponselnya.

"Sial!" desahnya. Perhatian Ares tersita saat menatap pesan dari Martha. Mantan kekasihnya itu mengirimkannya pesan.

"Pertemuan?"

***

Ladifa menatap Martha dan Thomas yang sedang menikmati makan malamnya. Ladifa berdecak kesal karena Antoni tidak mengirimkannya pesan. Bahkan lelaki itu juga tidak mengirimkan uang kepadanya. Seharusnya Antoni tahu bahwa Ladifa sudah tidak memiliki uang.

"Kau sudah menghubungi Antoni?" tanya Martha. Ladifa menggeleng.

"Sepertinya Antoni ingin berpisah denganku. Ide yang bagus, aku akan mendekati keluarga Yuan dan mengambil sebagian hartanya. Buat apa menunggu Antoni yang tidak jelas itu!" gerutu Ladifa kesal. Dia memasukan satu potong steak ke dalam mulutnya.

Thomas menatap Martha.

"Kau sudah tahu di mana Ares?" tanya Thomas tiba-tiba. Ladifa dan Martha bergegas memandangi Thomas dengan kening berkerut.

"Ada apa?"

"Aku tidak tahu di mana dia," sahutnya. Ladifa menghela napas panjang.

"Buat apa kau bertanya tentang Ares? Sepertinya lelaki itu sudah menjadi gelandangan di Barcelona. Lupakan Ares dan anggap saja dia sebagai kutu di keluarga kita."

"Jangan pernah sebut nama itu lagi. Sangat menjijikan!"

Martha hanya terdiam sambil memandangi potong steak yang ada di piringnya. Thomas menatap Martha. "Kau tidak mungkin merindukan mantan suamimu yang tidak berguna itu kan?" Martha menggelengkan kepala secepat mungkin. "Bagus!"

Ladifa kemudian menatap Thomas. "Perusahaan ayahku sedang dalam masalah. Kami membutuhkan usang sekitar ribuan juta dollar untuk menutupi kerugian. Kau tahu kan, ayahku membutuh bantuanmu juga," jelas Ladifa yang membuat Thomas menganggukan kepala.

"Ya, aku tahu itu!"

"Jadi, kapan kau bisa memberikan uang kepada ayahku? Bukankah pernikahanmu sudah selesai dengan adikku, Jadi saatnya kau berbakti di keluarga Smith!" sambung Ladifa lagi. Martha menatap kakaknya.

"Apakah kita harus membicarakan mala mini mengenai uang?"

"Tentu saja, Martha. Ayah butuh uang banyak untuk menyelamatkan perusahaan dan Thomas sudah menjadi menantunya. Jelas saja ayah butuh uang dari para menantunya agar dipandang!" sergap Ladifa. Sorot matanya sangat tajam memandangi Martha.

"Besok, kita harus ke kantor ayah dan menjelaskan mengenai uang. Aku butuh banyak uang dan Antoni sudah tidak bisa membantu kita. Jadi, satu-satunya harapan yaitu kau Thomas!"

"Kau tidak akan seperti Ares kan? Tidak berguna di keluarga Smith?" jelas Ladifa. Dia terus memandangi Thomas.

"Iya, aku tahu itu. Tapi keluarga Smith juga paham bahwa sebagian uangku sudah habis untuk pesta pernikahan dan beberapa dana yang hilang entah ke mana," jelas Thomas.

"Berarti, kau tidak bisa mengerti mengelola perusahaanmu, Thomas."

"Keluarga Smith berharap banyak kepadamu sekarang!" ucap Ladifa. Setelah mengatakan hal itu, Ladifa bergegas pergi meninggalkan meja makan.

Bersambung …