Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Asa Dalam Setiap Luka

🇮🇩Yun_W
--
chs / week
--
NOT RATINGS
2.1k
Views
Synopsis
Bertemu denganmu adalah hal terindah pada awalnya. Tapi nestapa seolah selalu mengiringinya. Kamu begitu dekat di hati tapi dirimulah yang selalu menyakiti hati. Masih berharap Kamu senantiasa memegang janjimu semenjak mengucap Ijab Qabul dahulu.. (Larasati)
VIEW MORE

Chapter 1 - Bab 1. Pendamping Hidup

Tersungging senyuman ketika mendapati sesosok wajah di cermin. Hiasan dari rangkaian melati makin memperindah riasan pada wajah yang jarang terpoles make up.

"Mbak lebih cantik kalo nggak didandanin, beneran!"

Hana, perias pengantin mencoba menyemangati mempelai wanita. Terlihat jelas bahwa calon pengantin yang diriasnya sedang gugup. Keringat dingin membasahi wajah dan pakaiannya. Sudah dua kali gadis cantik yang sebentar lagi berstatus sebagai seorang istri tersebut mengganti manset lengan panjang berwarna putih. Syukurlah banyak persediaan manset putih milik mempelai. Padahal ruangan berhawa dingin. Ditambah kipas angin yang menderu keras. Asistennya sempat kewalahan menyelamatkan peralatan make up yang menjadi kocar-kacir.

Tidak ingin terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan, Hana berinisiatif memanggil kerabat atau teman dekat mempelai untuk menemaninya.

"Kali ini, Mbak Laras harus tampil beda di hari yang paling istimewa buat, Mbak kan?! Yakin semua akan baik-baik saja! "

"Riasannya cocok, kok sama kamu, Ras! Mbk Hana tuh pinter milihinnya buatmu"

"Manglingi! (*Bikin pangling, tau)"

Teman dan sepupu mempelai mulai bersahutan di dalam ruang rias. Rupanya permintaan privat dari pihak keluarga mempelai pria untuk ruang rias mempelai wanita bukanlah pilihan bijak.

"Lah, tidak sepinter Mbk Laras milih Mas Bagas, tho ya.."

"Iya.. ya..! Penantiannya itu, lho.. sampai sekarang inih?"

Senyum terbit dari sang mempelai. Terlihat lebih cerah. Semua juga cekatan membantu mempersiapkan mempelai juga diri sendiri. Karena sebagian besar dari kerabat dekat mempelai wanita bertugas sebagai pagar ayu jadi mereka juga berdandan dengan busana kebaya yang seragam.

Lalu beriringan menuju ke tempat dimana diadakannya ijab qobul.

Penghulu beserta jajaran petugas KUA, dua orang saksi dari pihak mempelai wanita dan mempelai pria telah menanti sang mempelai wanita dipersiapkan.

Om Bayu, adik ayahnya bertindak sebagai wali nikah. Laras memerlukan menjabat wali nikahnya dan mencium tangannya sebelum duduk menempati posisi yang telah ditentukan untuk beliau.

Laras tidak dapat menyembunyikan rasa haru yang seketika menyeruak. Harusnya ayahnya yang terpilih menjadi wali nikahnya tapi Allah nyatanya lebih sayang pada ayahnya untuk berpulang. Om Bayu mengusap kepalanya dan mengusap bahunya sebagai isyarat bahwa Laras tidak perlu mengkhawatirkan apapun. Bahwa segala sesuatu masalah pasti ada solusi.

Mbak Hana dan pengiringnya tanggap untuk membenahi posisi Laras pada acara sakral tersebut. Membenahi riasannya terutama di bawah mata dan hidungnya yang sempat berair. Bagaimanapun penampilan Laras harus sempurna di hari pernikahannya. Begitu pesan klien Mbak Hana dari pihak mempelai pria.

"Saya terima nikahnya Larasati Andhira Binti Santoso dengan maskawin telah tersebut dibayar tunai"

"Bagaimana..? Syah..."

"Syah!"

"Sah!"

Genggaman Bagas, sang mempelai pria dengan Om Bayu belum terlepas saat suara sahut-menyahut yang menandakan hubungan antara Laras dan Bagas telah resmi secara hukum negara maupun agama menjadi pasangan suami-istri.

Untuk pertama kalinya, Laras menyentuh tangan pria yang baru menjadi mahram-nya dan menciumnya. Yang dibalas dengan pelukan dan kecup an Bagas di dahinya diiringi doa kebaikan untuknya. Hanya beberapa saat kehangatan itu namun mampu meluruhkan rasa was-was dan gelisah yang Laras alami selama ini.

Benarlah kata orang kalau menjelang pernikahan itu ada saja godaannya. Baik itu keraguan ataupun kecemasan. Tak terkecuali Laras.

Bagas terus menggenggam tangannya. Sepertinya dia tidak akan melepaskannya kalau penata rias mengingatkannya untuk ganti busana. Laras jadi tersipu malu ketika semua yang berada di ruang ganti mengolok-olok tindakan Bagas yang terlihat begitu posesif.

Dengan tak tau malu Bagas malah ingin melakukan sendiri pergantian tata busana dan riasan Laras.

Dengan tegas Mbk Hana melarang sampai nantinya tiba bagi mereka berdua di malam pengantin. Diingatkan seperti itu Laras kembali gelisah. Sementara para groomsmen menjauhkan Bagas dari ruang ganti pengantin wanita. Para bridesmaid mulai membantu Laras bersiap untuk acara ritual berikutnya.

Sebenarnya Laras meminta acara pernikahannya dibikin ringkas dan sederhana. Tapi keluarga besar suaminya kekeuh dengan acara yang runtut dan lengkap karena ingin selesai di hari yang sama. Maka acara Panggih, pasrah Temanten, Mboyong, sampai Mbesan.

Laras mau tidak mau mengikuti adat istiadat keluarga besar suami karena acara akad nikah sudah sesuai dengan apa yang diinginkannya. Sederhana namun khidmat. Praktis setelah akad nikah adalah acara bagi keluarga besar Bagas. Tamu undangan pun yang menentukan adalah pihak keluarga besar Bagas.

Laras sendiri merasakan aura intimidasi dibanding rasa kekeluargaan begitu digiring menuju pelaminan.

Tidak ada lagi senyum kebahagiaan seperti saat akad nikahnya dilakukan.

Iya! Bagas pernah mengutarakan seperti apa keluarga besarnya itu. Berharap Laras mampu beradaptasi di lingkungan barunya. Tapi tetap saja, perbedaan perlakuan tersebut membuat kecemasan Laras muncul kembali.

Hanya sebentar Laras duduk bersama Bagas di pelaminan yang dibuat khusus di depan rumahnya. Berikutnya dia akan dibawa ke keluarga sang suami.

Sebelum masuk ke rumah keluarga suami, sepasang pengantin ditempatkan di pondokan. Kata orang yang diketahui Laras adalah bibinya Bagas, rumah tersebut masih satu bagian dengan rumah keluarga Bagas. Satu bagian yang disebutkan luasnya mencapai empat kali lipat luas seluruh rumah dan halaman warisan ayahnya.

Jika Bagas tidak mempermasalahkan tingkat perbedaan status sosial diantara mereka saat ta'aruf maka Laras semakin cemas sekarang. Kalau orang-orang menganggapnya beruntung menikah dengan pria kaya maka anggapan mereka salah. Laras merasa inferior. Jika ada masalah, Laras mulai menyiapkan diri menjadi pihak yang patut disalahkan dan ditindas.

Laras tidak menyadari pemikiran sedemikian akan membawanya dalam masalah yang sebenarnya tidak dia inginkan.

Laras akhirnya meneguhkan hatinya. Daripada membangun kecemasan yang tidak perlu mending memupuk keberanian untuk menghadapi tantangan di masa depan. Itu lebih baik!

Mbak Hana yang mendampinginya sejak awal acara pernikahan merasakan perubahan pada mempelai wanita itu. Sikap yang semula pemalu dan takut-takut menjadi dingin dan sedikit... angkuh?!

Para pagar ayu sengaja diposisikan di depan ruang rias. Cukup menunggu pengantin wanita selesai dipersiapkan untuk menjalani ritual adat pernikahan.

Mbak Hana sempat komplain mengingat sikap yang telah ditunjukkan Laras. Tapi pihak keluarga mempelai pria memberikan alasan yang tepat. Bahwa Laras perlu belajar mengenal keluarga suami. Laras harusnya mulai terbiasa untuk jauh dari keluarga dimana ia berasal agar lebih dekat ke keluarga suami dimana ia tinggal nantinya.

Entah apa yang terjadi pada seorang Laras bukanlah urusannya. Meski sifat dan tabiat seseorang yang akan diriasnya penting untuk dikenalnya namun situasi yang didapati Mbak Hana membantunya mempercepat penyelesaian tugasnya. Karena sedari tadi Laras rewel dan meributkan hal remeh temeh tapi sekarang Laras malah terkesan tidak peduli dengan apa yang diperlakukan padanya. Menjadi pendiam.

Laras tidak menolak melakukan lempar sirih, membasuh kaki Bagas setelah incak telur, sampai minum air putih dari ibu mertuanya, dan dibimbing untuk duduk di pelaminan. Syukurlah Laras tidak lupa tersenyum dengan indahnya. Senyuman khas aristokrat. Mungkin pengaruh kedudukan seorang Bagas.

Memang hal yang ingin ditunjukkan Laras bahwa ia bukan seorang yang rapuh.

..