Serentetan ritual pernikahan adat Jawa begitu menguras tenaga.
Bohong kalau tidak letih. Laras hanya berusaha kalau dirinya terlihat baik-baik saja. Kepura-puraan yang sebenarnya ia benci. Namun keadaan memaksanya. Di hari yang istimewa baginya pantang mengecewakan keluarganya dan sekarang Laras harus memikirkan keluarga barunya. Keluarga suami.
Tidak urung karena penantiannya hingga berumur empat puluh tiga tahun. Harusnya ia bersyukur diumur kepala empat masih ada pemuda yang mau membersamainya menuju Ridha Allah. Bukannya mengeluh!
Tekad ini terus didengungkannya di hati bila mulai jealous. Meski tubuhnya pun mulai letih.
Sama halnya tatkala meyakinkan dirinya kalau Allah akan memberinya tanda bila bertemu seseorang yang akan menjadi bagian dari hidupnya. Sejak awal bertemu dengan Bagas, Laras sudah merasa yakin. Ditambah keseriusan Bagas memperjuangkannya. Memenangkan hatinya.
Dan sekarang Laras tidak tau harus lega atau tidak begitu usai prosesi pernikahan. Laras berdiam di kamar pengantin. Kelegaan itu hanya sementara mengingat setelah ini tinggal dirinya dan suaminya.
Ehem!
Langkah tapak kaki mendekat ke pintu kamar menambah debaran di dada. Untungnya tidak jadi mandi. Ada aja pikiran absurd yang membuatnya takut kalau-kalau bukan suaminya yang masuk kamar. Secara Bagas punya satu adik lelaki yang belum menikah. Atau lelaki lain yang punya maksud terselubung.
Huh!
Laras mengeluh efek keranjingan serial tv dan baca buku sanggup mengubah pemikiran-pemikirannya jadi abnormal.
Lihat saja!
Mau menyiapkan sesuatu di kamar tadi tapi Laras masih rikuh. Dilihatnya semua keperluannya telah disiapkan. Tidak tau Andi apa Bibi yang menyiapkannya.
Masalahnya, Laras jadi curiga jika ada yang mencampurkan sesuatu pada hidangan atau barang lainnya yang berbahaya.
Absurd!
Baru dua jam an berlalu setelah ia mandi lalu dirias kembali untuk pertemuan ramah tamah seluruh keluarga besar. Seusai acara pernikahan tadi. Harum sabun yang dipakainya masih menyeruak bersama harum melati yang menjadi hiasan pada hijabnya.
Sampai Laras tidak tau harus apa selain menunggu dengan was-was. Jangan-jangan apa yang dipikirkannya jadi menjelma nyata.
Bukannya lega debar dadanya makin terpacu begitu dilihatnya yang membuka pintu adalah suaminya sendiri. Bagas yang baru saja resmi jadi suami.
Laras terbata-bata menjawab salam dari suami. Pastilah malam ini jadi malam yang panjaaaang bagi mereka berdua. Senyuman Bagas membuat Laras blushing.
Bagas melihat perubahan rona wajah istrinya yang memerah. Dengan gentleman duduk di samping istrinya lalu meraih tangannya.
"Apa Kita perlu sholat sunah lagi? Aku rasa tidak!"
GLEK!
Pertanyaan yang dijawab sendiri menunjukkan dominasi.
Petuah dan harapan disampaikan Bagas. Tidak ada jeda untuk Laras menyela. Dan Laras tidak merasa perlu menyela karena apa yang disampaikan Bagas padanya merupakan kebaikan.
Diantaranya doa samawa untuk pernikahan mereka. Harapannya untuk masing-masing menjadi pribadi yang lebih baik dan bertaqwa.
Laras yang mendengar dengan seksama terpana dan terbuai dengan perlakuan Bagas yang begitu manis. Begitu hangat. Tatapan yang tak terlepas seiring bisikan
"Bismillah.. Jika aku khilaf, maafkan! Jika aku marah, kumohon redakan!"
Bagas menangkup wajah Laras. Mendekatkan wajahnya hingga Laras merasakan hangat nafasnya yang beraroma mint. Berdesir ketika mencium bibirnya. Laras tak kuasa memilih memejamkan matanya.
"Aku berharap istriku jadi penyempurna agamaku!.."
Menciumi wajahnya sementara kedua tangannya memeluk pinggang dan membelai tengkuk istrinya untuk mendekap dan memagut. Desahan tertahan meluncur membuat Bagas terpicu. Respon yang ditunjukkan sang istri menantang Bagas agar semakin berani. Melafalkan doa perlindungan lagi.
Laras pasrah dengan perlakuan suaminya. Masih mencoba menahan desahannya ketika Bagas menggerayangi bagian-bagian intim. Takut campur malu jika ada yang mendengar sampai tahap membuka pendalamannya.
"Ja.. jangan!"
Laras menatap sayu suaminya dan mendesah lagi mendapati suaminya hanya memakai segitiga pengaman. Menampakkan gagah dan kekarnya suaminya yang tampan. Lirih dan memohon Laras malah menjadi undangan bagi Bagas.
Tidak berhenti hingga gelombang samudra menderai-derai. Susul-menyusul. Tarik-menarik. Menghentak lalu melandai untuk menghentak kembali. Saling mencari kenikmatan dan berlomba-lomba untuk saling memuaskan.
Betapa indahnya malam pertama. Hal yang tidak akan pernah terlupakan