Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

A Thousand Years Valerie

🇮🇩Ajengkelin
--
chs / week
--
NOT RATINGS
6.3k
Views
Synopsis
Usianya hampir 1000 tahun, namun tidak membuat Valerie pesimis untuk mengejar cinta Wolfie, anak baru tampan, dingin dan juga misterius. Sudah tak terhitung Valerie pindah sekolah dari satu kota ke kota lain, menekuni pendidikan hingga lulus dan mengulangnya berkali-kali di tempat yang berbeda. Namun kali ini tekadnya berbeda, ia ingin menempuh pendidikan normal dan mengikuti kemanapun Wolfie pergi. Apakah Wolfie merasa nyaman dengan kegersifan Valerie atau justru merasa jengah dan meminta Valerie untuk menjauh?
VIEW MORE

Chapter 1 - Pria Misterius

"VALERIE! SUDAH JAM BERAPA INI?!"

Valerie membuka matanya dan terperanjat dari tempat tidurnya. Meski sudah biasa mendengar suara teriakan mamanya yang seperti halilintar, namun Valerie tetap saja kaget jika dibangunkan setiap pagi.

"Kalau tidak bisa bangun pagi, jangan begadang!" seru sang mama, sembari melipat kedua tangannya di atas perut, memperhatikan Valerie yang sedang melipat selimutnya dan segera beranjak menuju ke kamar mandi untuk bersiap-siap pergi ke sekolah.

Valerie Walley, anak bungsu dari dua bersaudara dimana sang kakak bersama Samuel Walley, yang kini sedang bekerja di salah satu divisi milik pemerintahan. Sementara itu sang ayah bekerja sebagai penjagal hewan-hewan ternak yang lokasinya cukup jauh dari tempat tinggal mereka dan ibunya hanyalah ibu rumah tangga yang selalu berada di rumah dan memastikan keluarganya kembali ke rumah dengan selamat.

***

Valerie baru saja tiba di kelasnya. Ia langung meletakkan tasnya di laci meja dan kemudian melipat kedua tangannya di atas meja, menjadikannya bantal. Valerie bersandar pada tangannya sendiri dengan menundukkan kepalanya. Terdengar suara berisik dari teman-teman kelasnya yang membuatnya tidak dapat melanjutkan tidurnya kembali. Valerie benar-benar masih sangat mengantuk akibat tidur dini hari, karena terlalu asyik menonton drama kesukaannya yang sedang tayang on going.

"Valerie, kau sakit?" tanya Anna, teman sebangku Valerie.

Valerie hanya diam, tidak memberikan jawaban apapun kepada teman terdekatnya itu. Namun itu tidak membuat Anna merasa heran, karena Valerie memang kerap mengantuk dan tertidur saat di kelas, bahkan saat pelajaran sedang berlangsung.

"Valerie, bangun! Guru sudah datang!" ucap Anna lagi, kali ini ia membangunkan dengan mengguncangkan tubuh Valerie, hingga Valerie mengangkat kepalanya dan mulai fokus pada kelasnya.

"Dengan siapa Pak Guru datang?" tanya Valerie bergumam.

"Entahlah, mungkin saja murid baru," jawab Anna dengan volume rendah.

"Selamat pagi semuanya. Pagi ini kita kedatangan murid baru. Mari kita beri waktu dan tempat untuk Wolfie memperkenalkan dirinya," ujar guru yang datang bersama anak baru tersebut.

"Selamat pagi. Nama saya Wolfie," ucap Wolfie si anak baru tersebut. Perkenalan yang sangat singkat dan membut teman-teman satu kelasnya merasa kurang puas. Namun mereka juga tidak memberikan kesan heboh untuk meminta Wolfie memperkenalkan dirinya lebih lanjut, karena Wolfie sendiri terlihat begitu dingin dan tidak peduli pada keadaan sekitar. Saat memperkenalkan dirinya, pandangannya juga tidak tertuju pada teman-teman yang berada di hadapannya. Ia memilih untuk memandang langit yang berada di luar jendela sana.

"Murid barunya tidak bersahabat," bisik Anna kepada Valerie.

"Misterius," sahut Valerie.

"Wolfie, silakan duduk di sebelah sana. Di depan Valerie, ya," ucap guru sembari menunjuk ke arah Valerie.

Mata Valerie memperhatikan Wolfie lekat-lekat. Begitupun Wolfie yang juga kini tengah melihat ke arah Valerie, namun hanya sementara, karena Wolfie kemudian memilih untuk menunduk. Valerie memegangi dadanya, ia merasa ada getaran hebat di sana saat melihat mata Wolfie, bahkan kini saat Wolfie sudah duduk dan Valerie tak mampu lagi menatap matanya, ia masih merasakan getaran yang sama.

"Ada apa Valerie?" tanya Anna, mellihat Valerie yang sejak tadi terus memegangi dadanya.

"Sepertinya jantungku berfungsi dengan baik," jawab Valerie, masih menatap punggung Wolfie yang kini duduk tepat di depannya.

"Yang benar saja. Hanya karena melihat anak baru di depanmu ini?" tanya Anna sewot.

"Ssst! Jangan bicara terlalu keras, Anna! Dia bisa mendengarnya," gerutu Valerie.

"Aku sudah mendengarnya," sahut Wolfie, tanpa menoleh sama sekali.

Valerie tiba-tiba saja tersenyum, ia menutupi wajahnya dengan kedua tangannya, dimana pipinya kini sudah mulai meranum karena merasa tersipu dengan sahutan Wolfie, meski maksud pria itu adalah dirinya tidak nyaman karena Valerie dan Anna sedang membicarakannya.

***

"Valerie, ayo kita ke kantin," ajak Anna, yang kini sudah beranjak dari tempat duduknya.

"Oh, iya. Tunggu sebentar," jawabnya kemudian. Valerie pun segera merapikan mejanya dan beranjak pergi ke kantin. Namu baru saja kakinya melangkah, ia kembali berhenti dan memutar badannya, melihat ke arah Wolfie.

"Kau tidak makan?" tanya Valerie.

"Nanti saja," jawab Wolfie tanpa menoleh ke arah Valerie sama sekali.

"O—ouh, baiklah." Valerie pun berlalu, menarik lengan tangan Anna. "Ann, apakah Wolfie sama seperti kita? Mengapa ia tidak makan, ya?"

"Memangnya kita pergi ke kantin untuk makan?" tanya Anna.

"Tidak juga … hmmm, pria itu benar-benar sangat misterius. Tapi aku tidak dapat mengendus, kalau ia memiliki darah yang manis," ujar Valerie.

"Sudah jangan kau pikirkan dia. Kita harus memikirkan bagaimana caranya perut kita kenyang saat ini," ujar Anna, sembari mengangkat tas bekal mereka yang berisi minuman, sebagai ganti makan siang mereka.

Valerie dan Anna mengambil tempat paling sudut, dimana tempat itu sudah menjadi tempat kesukaan mereka setiap kali berada di kantin. Valerie dan Anna sama-sama mengeluarkan jus yang dikemas dalam botol kaca berwarna gelap, sehingga tidak memperlihatkan warna isi dari minuman yang mereka minum.

"Kau bawa jus apa?" tanya Anna.

"Jus tomat. Kau?"

"Apel."

"Sejak kapan jus apel berwarna merah seperti ini," cicit Valerie.

"Kau …," gerutu Anna kesal pada Valerie. "Valerie, kau lihat ke sana," ucap Anna.

Valerie menoleh ke arah yang dimaksud oleh Anna. Terlihat Wolfie datang ke kantin dengan tangan kosong dan kini ia terlihat sedang memesan makanan yang ada di kantin tersebut. Valerie menunda untuk meminum jus nya. Ia lebih memilih untuk memperhatikan Wolfie dari jauh lebih dulu.

Hingga Wolfie mendapatkan makanannya, Valerie berencana mengajak Wolfie untuk duduk bersamanya dan juga Anna. Namun sayang … Valerie tidak berani mengucap karena keadaan kantin sangatlah ramai. Wolfie sudah mendapat tempat duduk dan memilih untuk duduk sendiri di tengah keramaian seperti itu.

Valerie sedikit cemberut dan ia pun memilih untuk meminum jus tomat yang ia bawa.

"Sepertinya kau menyukai pria aneh itu," tutur Anna.

"Dia bukan aneh, tapi misterius," elak Valerie.

"Ya … apapun itu. Tapi sepertinya baru kali ini kau menyukai anak manusia seperti itu."

"Apa kau yakin dia anak manusia?" tanya Valerie.

"Kau bisa melihatnya, bukan? Dia sedang makan, bukan meminum jus rekayasa seperti kita," jawab Anna.

Valerie hanya diam, tidak menanggapi ucapan Anna. Matanya masih tetap tertuju pada Wolfie yang sedang makan sendirinya.

Tidak.

Kini Wolfie tidak sendirian lagi. Terlihat ada seorang perempuan yang menghampirinya, seperti mengajak Wolfie berkenalan dan Wolfie juga menerimanya dengan ramah, meski tanpa senyuman.

"I—itu siapa, Ann?" tanya Valerie, mulai panik.

"Oh, itu … Dia adalah Bianca, siswi yang populer itu," jawab Anna.

Valerie diam, sepertinya ia tidak tahu.

"Valerie … kau tidak tahu Bianca?!"

Valerie menggelengkan kepalanya.

Anna menghela napas dan menarik kepala Valerie, agar ia melihat Wolfie dan Bianca dengan jelas.

"Jika Wolfie sudah diajak berkenalan dengan Bianca seperti itu. Jangan harap kau bisa mendapatkan Wolfie, sebelum Bianca mendapatkannya."