Alarm penjara sihir sudah menggaung ke mana-mana. Tidak ada huru-hara, apalagi kobaran asap lekat. Kepanikan massa hanya dialami oleh para sipir lengah alih-alih tahanan budiman. Mereka kalang kabut karena salah seorang tawanan menggaib dalam kerangkeng. Seorang tawanan khusus dalam penjara khusus dengan tingkat keamanan yang khusus pula.
Empat orang menunggu dari kejauhan. Salah satu orang bertangan buntung, bertanya-tanya kepada sosok yang duduk di rerumputan.
"Tuan Kirillios, mengapa kita malah menunggu di tengah padang rumput dalam gelap?" tanyanya.
Salah seorang yang lain bernama Caeso membawa sebuah koper milik dia yang dipanggil Kirillios. Adapaun isi koper itu tidak diketahui siapapun selain sang "Tuan". Namun katanya, koper tersebut berisi perlengkapan sihir ampuh untuk membasmi penyihir berbahaya seperti tawanan yang sedang hilang sekarang. Setelah Nixas melayangkan rasa penasarannya, Caeso memberikan pernyataan pula. "Akupun sebenarnya masih tidak mengerti apa urusan kita sampai-sampai harus mengunjungi Vanir."
"Ayolah, kawan-kawan," sahut Kirillios yang masih bersantai di hamparan rumput yang nyaman. "Tidak perlu mengeluh, Kekaisaran Abadi memberi kita mandat untuk mengawasi 𝘯𝘦𝘤𝘳𝘰𝘮𝘢𝘯𝘤𝘦𝘳 itu sampai ia berhasil diangkut ke Roma."
"Aku tak mendengar itu dari petinggi."
"Kau mendengar itu dariku, seperti yang sudah-sudah. Kenapa kau tak mempercayaiku sekarang, oh Caeso?"
"Ngomong-ngomong, kalian dengar berita kemarin?" Agen yang dipanggil Vernasius bergabung dalam percakapan, "Usut punya usut, nona Crimsonmane waktu itu menghilang setelah penyerangan di pusat sihir Vanir!"
Kirillios melentangkan tangannya ke Agen Vernasius. "Lihat, untung saja kita sudah di sini beberapa hari sebelumnya. Kalau kita kehilangan jejak akan Agosh Grendi juga, hancurlah dunia ini!"
Nixas malah menanggapi lagi, "Ya, aku dengar semua itu. Hanya saja aku masih mempertanyakan alasan kita menunggu di padang rumput alih-alih ikut mencari 𝘯𝘦𝘤𝘳𝘰𝘮𝘢𝘯𝘤𝘦𝘳 sialan itu!"
Kirillios masih mengobservasi lapangan kosong di sekeliling penjara seperti mata elang. Tak lama kemudian ia tersenyum dan menjawab pertanyaan Nixas. "Itu karena … dia masih di sekitar sini."
"Tuan, dia sudah kabur empat puluh lima menit yang lalu!"
Tidak ada tanggapan lebih lanjut. Kirillios hanya mengacungkan jari ke sesosok orang yang sedang melakukan joging dari sisi timur laut penjara. Orang tersebut memakai baju tahanan berwarna putih dengan kaki telanjang. Dia memang sedang berlari santai, tepat ke arah keempat pria tersebut.
Ketiga agen selain sang ketua sudah sigap dengan lingkaran sihir mereka. Mereka dapat langsung mengenali sosok Agosh Grendi dari sepasang titik merah bersinar tajam, yang berasal dari visor pada topeng Orc-nya. Ketika jarak antara mereka sudah beberapa langkah, barulah Kirillios berdiri.
Agosh tersenyum lebar dan membuka tangannya lebar pula, membalas sambutan hangat dari kelompok 𝘴𝘰𝘳𝘤𝘦𝘳𝘦𝘳.
"Hei, hei, he-hei, aku kembali!" Agosh berucap dengan nada riang.
"Agosh. Kau tidak akan bisa kemana-mana kali ini," balas Kirillios. Nadanya datar, tidak ada ancaman di situ. Ia dan lawan bicaranya seolah-olah sedang bercanda alih-alih saling mengancam.
Berbeda dengan Nixas, ia membelakangi sang ketua unit dan melolongkan gertakan. "Kau dengar katanya! Lebih baik kau melangkah mundur kembali ke liang sarangmu, Mahluk Jahanam! Tanganku mungkin buntung, tapi bukan berarti lenganku kehilangan fungsi untuk melakukan sihir!"
"Aduh, aduh, aduh, kawan. Dinginkan sedikit bokongmu, bisa tidak? Masa aku berbicara sebentar tidak boleh? Memangnya aku bisa apa sekarang?"
"SIALAN KAU—"
"Nixas, tidak." Sanggahan Kirillios menghadang aksi tak gentar Nixas.
"Tapi, Tuan …."
"Dia ingin mengutarakan sesuatu, bukan? Biarkan dia berbicara."
Nixas agaknya bingung dengan ketuanya baru-baru ini. Kirillios acuh tak acuh hampir sepanjang waktu, itu sudah wataknya. Tapi gelagatnya saat bertatap dengan Agosh malam ini sama sekali berbeda. Ia seperti tak berniat untuk mengintimidasi ataupun bergairah untuk melayangkan mantera pembunuh kepada sang penyihir mayat. Jangan bilang ada sesuatu di antara mereka.
𝘕𝘦𝘤𝘳𝘰𝘮𝘢𝘯𝘤𝘦𝘳 itu bergelak pelan. Dia menunduk, lalu mengutarakan isi hatinya.
"Aku telah belajar sesuatu," ujarnya, "Kehilangan kemampuan sihir benar-benar mengubah cara pandangku terhadap orang lain. Membuatku mahfum akan visi runyam kaummu. Segala keterbatasan dan perlawanan mereka, hanya untuk berakhir menjadi budak orang lain. Sesungguhnya kalian memang ditakdirkan sebagai pembebas!"
"Apa yang orang ini bicarakan, Tuan Kirillios?" Caeso melatunkan gumamamnya kepada sang ketua. Tetap tidak ada jawaban; Kirillios masih terpaku mendengarkan ocehan Grendi dengan cermat.
"Bertahun-tahun aku menerapkan petuah yang diajarkan oleh para Orc di Benua Iblis. Namun, aku sempat berpikir. Jika hidupku menyenangkan karena mengejar satu kesenangan duniawi dan beralih ke kesenangan lain, bukankah hidup tanpa kebutuhan daging adalah puncak kenikmatan itu sendiri? Kau merasa cukup dengan apapun, dan kebahagiaan itu tidak berhenti! Karena itu, aku berniat untuk merubah cara hidup sedikit. Mulai sekarang, aku akan mengabdi penuh pada serikatmu."
Mengabdi pada serikat? Penyihir mayat hendak bersekutu denga Kekaisaran Abadi? Kekaisaran Abadi tak akan mengambil langkah serendah itu! Tetap saja, kebingungan menyebar di antara mereka. Leher Nixas dan Caeso menoleh bolak-balik Kirillios dan Agosh Grendi. Keduanya sudah menanam curiga akan dua insan ini. Vernasius yang di belakang serasa dikucilkan.
Agosh pun berlutut di hadapan mereka. Ia membusungkan dada dan menunjukkan perasaan pasrah. "Berikanlah aku partikel Protos! Biarlah aku mengecap sihir terkutuk ini sekali lagi. Aku bersumpah akan mengantarkan Alicia Crimsonmane dan bola ajaibnya kepada kalian, supaya kehendak Yang Terpilih dapat terlaksana, dan akupun mendapat bagian kebahagiaan kekal itu!"
"Partikel Protos?" Nixas menjadi gusar. "Tuan Kirillios, apa maksudnya ini? Tanpa mengurangi rasa hormat, aku menuntut penjelasan darimu mengenai mandat dan dasar pengabdianku ini!"
Helaan napas keluar dari mulut Kirillios. Ia menggelengkan kepalanya sambil memijat batang hidung. Tangan kanan Nixas sudah terkepal, dan Kirillios tahu bahwa anak buahnya sudah bersiap untuk mengeluarkan lingkaran sihir terarah pada batang lehernya, jika tidak mendapatkan penjelasan yang memuaskan rasa ingin tahu.
"Hah. Sudah cukup celotehan omong kosongmu. Caeso, kopernya, tolong. Aku sudah muak dengan orang ini. Mari kita tumpas dia dan kembali untuk istirahat."
"Tunggu, Tuan Kirillios! Bukannya kita harus memastikan dirinya sampai ke Roma?" tanya si Pembawa Koper.
Vernasius bersedia membalas pertanyaan tersebut, katanya, "Jika mereka yang diawasi memberontak dan melawan visi perdamaian negara, maka yang diberikan kuasa boleh membunuh dia sebelum waktunya. Ini undang-undang Kekaisaran Abadi, ingat?"
"Tapi … orang itu belum melawan, bukan?"
Agosh masih dengan posisi berlututnya.
"Dia terlalu berbahaya untuk dikasihani. Membunuhnya sekarang akan saling menguntungkan semua pihak." balas Vernasius.
Bukan kali pertama segala hirarki dalam Kekaisaran Abadi berkilah dengan dalih meraih kebaikan yang lebih besar. Mungkin ada benarnya juga perkataan Vernasius jika dipikir-pikir lagi, menurut si Caeso. Sahir teroris yang sudah membantai banyak orang sudah seharusnya dibinasakan jika ada kesempatan. Kenapa harus repot-repot menunggu dieksekusi secara resmi oleh Kekaisaran Abadi yang jauh letaknya?
Tangan sang pembawa koper menyerahkan apa yang menjadi milik tuannya. Kirillios membuka kunci pada tiap sisi, dan terungkaplah apa yang digadang-gadang sebagai senjata pembasmi penyihir paling hebat.
Sebuah topeng rusa.
Lelaki itu mengangkat topeng dengan kedua tangannya karena ukurannya yang besar. Ia memasukan kepalanya dari lubang di bawah leher topeng rusa tersebut. Setelah menyesuaikan kepalanya agar nyaman, jadilah Kirillios seorang penyihir bertopeng rusa—dengan tenggorokannya yang panjang mencuat.
"Nah, sudah …." Kirillios kemudian bertanya kepada Nixas, "Bagaimana menurutmu?"
Tentu saja Nixas tak bisa berkata-kata. Antara kagum, takut atau benar-benar hilang akal, hanya dia sendiri yang tahu. Ia teringat ketika Kirillios mengolok busana Alicia "sebagai pesta kostum" saat insiden di stasiun kota Trinketshore, dan gadis itu masih terlihat lebih menarik daripada apa yang ada di hadapannya saat ini.
"E-entahlah, tuan …," balas Nixas singkat.
"Aku tahu. Sungguh di luar akal, bukan? Tapi ayolah, Bung, katakan saja. Paling tidak bilang aku menawan." Kirillios dengan topeng rusanya bergoyang ke kiri dan ke kanan guna mendapatkan impresi sang anak buah.
Tidak tahu ingin berkata apa, Nixas hanya mengikuti pinta Kirillios. "Baiklah … m-mungkin, kau terlihat mengintimidasi … d-dan gagah. Kalau begitu sekarang kita hajar manusia ini!"
"Baik, Bung! Ayo kita lakukan!" Rahang pada kepala rusa tiba-tiba bergerak sendiri, padahal kepala Kirillios tidak sampai muat ke setengah panjang leher topeng. Susunan gigi maskara pemakan tumbuhan berubah menjadi gerigi hewan karnivora. Dan seketika itu juga, Kirillios melompat dan malah menerkam Nixas, anak buahnya sendiri!
"T-TUAN KIRILLIOS! APA YANG KAU LAKUKAN!"
Jeritan Nixas tak diindahkan. Kirillios yang sudah menjadi siluman rusa langsung mencabik lehernya! Rahang sekuat baja dan gigi setajam silet mengenggam hampir setengah leher Nixas lalu mengoyaknya habis! Air mancur darah tercipta! Mereka bahkan dapat melihat tulang tenggorokan Nixas secara sekilas! 𝘚𝘰𝘳𝘤𝘦𝘳𝘦𝘳 buntung itu hanya bisa menguap-nguap, sayang tidak ada bunyian yang keluar—tentu saja selain lantunan darah muncrat, gesekan rumput, serta kunyahan dari mulut rusa penuh irama.
Lingkaran sihir ofensif sudah terbentuk pada kedua tangan Caeso. Sesaat sebelum percikan sihir hendak dikeluarkan, Vernasius membalikan tubuh Caeso dan mendorongnya jatuh. Dia pun ikut jatuh menimpa Caeso, lalu tubuhnya tercecar menjadi kawanan anak cacing olgoi-khorkhoi—cacing usus raksasa pemakan daging yang bersembunyi dalam pasir gurun! Hanya karena cacing-cacing itu masih anakan, bukan berarti mereka cuma bisa menyantap bubur daging giling!
Caeso mendengking seperti anjing yang disembelih seraya cacing-cacing ganas itu mencuil-cuil jaringan tubuhnya. Agosh masih di situ, dengan lutut yang masih bertumpu dengan tanah. Ia menahan gelak tawa akan pertunjukkan komedi tak lazim ini.
Para cacing meninggalkan apa yang tersisa dari bangkai Caeso—tulang belulang dibalur saus raspberi hangat (bukan, darah maksudnya)—dan berkumpul menjadi manusia kembali. Kali bukan Vernasius yang tampak, melainkan si Manusia Ngengat berbadan besar. Sang rusa juga sudah kekenyangan setelah menyantap leher dan empedu milik Nixas.
"Berdiri, Agosh," tutur Manusia Rusa. Saat Agosh sudah berdiri, Manusia Rusa mencengkram kaos putihnya dan mendengking tepat di wajah sang 𝘯𝘦𝘤𝘳𝘰𝘮𝘢𝘯𝘤𝘦𝘳.
"Berikan satu alasan mengapa kami harus mempercayaimu! Semua hingar bingar belakangan ini terjadi karena kau dengan sengaja menggagalkan pekerjaanmu sendiri! Waktu itu di pengadilan sihir! Kau hampir membuat penyamaran kami terbongkar!"
"Aku tidak tahu kalian salah satu dari keempat agen Roma, sumpah, sumpah, sumpah!" jawab Agosh.
"Mana mungkin kami membiarkan dirimu bekerja tanpa pengawasan?"
"Terus kenapa tidak kalian saja yang menculik anak itu, dasar bodoh!"
Rusa tersebut berderum!
Raut wajah Agosh melentur. "Bercanda, bercanda. Kau bisa terus mengawasiku sekarang. Dengar, aku … menyesal tentang waktu itu. Maukah, maukah, maukah kau memaafkanku?" Penyihir mayat itu mengekek. "Seperti kataku, aku dan kau berbagi tujuan yang sama sekarang; yakni untuk menyelamatkan isi dunia."
"Begitu? Kubunuh kau sekarang, dan kau tetap dapat bergabung dengan kami tanpa kehilangan keuntungan tersebut!" Kepala rusa itu langsung membuka mulut lebar-lebar.
"Aku bisa menemukan perempuan itu, lho!"
Mulut sang rusa berhenti menganga. Suara Kirillios keluar dari dalam mulut topengnya tanpa membiarkan rahanya terkatup. "Kami punya jaringan di seluruh dunia untuk mencarinya."
"Bukan berarti kau harus membuang waktu untuk menyusuri seluruh sudut bumi, kan? Itu yang kalian katakan kepadaku—bukankah itu alasan kalian menggunakan jasaku sejak awal? Para pemakai jasaku sebelumnya mengakui diriku lebih hebat dari 'Burung Merpati'."
"Kami tidak pernah memperkerjakanmu untuk melacak Anak Mukjizat." Cakar Kepala Rusa mengetuk-ngetuk dada sang 𝘯𝘦𝘤𝘳𝘰𝘮𝘢𝘯𝘤𝘦𝘳. "Kau dibayar untuk menculik anak itu, lalu membuatmu dan kaummu yang menjijikan itu sebagai kambing hitam, agar mereka tidak mengerahkan seluruh otak mereka mencari keberadaan kami!"
"Namun tetap, ulasan akan jasaku yang berbicara."
Rahang maskara rusa itu perlahan mengatup. Ia menahan diri untuk santapan penutup khas Benua Iblis. Mungkin lain kali.
"Kau cari dia sekarang!" Manusia Rusa itu berkata pelan, penuh dengan penekanan.
"Aku butuh Protos Partikelku, Tuan."
Manusia Rusa kemudian merogoh bongkahan batu hitam dari dalam lubang lengan baju. Dengan penuh kegirangan, Agosh Grendi menghirup partikel Protos-nya; tak tanggung-tanggung, bahkan sampai batu tersebut menyublim menjadi ketiadaan! Bahaya overdosis bukanlah suatu kekhawatiran dari sosok sepertinya yang sudah terlanjur bobrok.
Setelah sihirnya kembali mengalir dalam nadi Agosh Grendi, ia melayangkan bentuk hormat. "Keinginanmu adalah keinginanku."
Agosh Grendi mengeluarkan sesuatu dari dalam mulutnya. Kemalam yang hanya ditemani sedikit bintang tidak cukup untuk memperlihatkan wujud benda yang ia pegang.
"Apa yang kau pegang itu?" tanya sahir serangga.
"Ini?" mata Agosh Grendi di balik visor dapat menatap jelas helaian rambut berwarna merah kecoklatan. "Ini cinderamata yang kudapatkan dari nona Crimsonmane di kereta. Yang kuangkut melalui himpitan jari kakiku saat mereka menyeretku keluar. Aku mengisap benda ini sepanjang waktu untuk membuang rasa bosan. Dan kau tahu bagian terbaiknya, rasa manis pada helaian rambut ini tak hilang-hilang, tak hilang-hilang!
Di balik topeng rusa itu, tentu si Kirillios meringis jijik. "Terkadang aku bertanya-tanya mengapa orang seperti dia juga diperbolehkan mendapat bagian dalam Kebahagiaan Kekal."
Helai rambut Alicia dimasukan dalam mulut Nixas yang sudah kaku. Sebelum ia memulai upacara, Agosh bertanya lagi, "Aku ingin meminjam orang ini, kalau boleh."
"Dia milikmu sekarang," jawab Kirillios bertopeng rusa.
"Kau tidak membutuhkan kulitnya?" Giliran Manusia Ngengat yang bertanya.
"Dia bukan siapa-siapa. Tidak ada yang peduli, bahkan kalau dia hidup."
Kuku sang 𝘯𝘦𝘤𝘳𝘰𝘮𝘢𝘯𝘤𝘦𝘳 mengores-gores kulit jenazah tersebut, merangkai aksara asing yang paling asing untuk manusia. Setelah sekian lama, Agosh akhirnya melantunkan mantra dengan suara khasnya itu:
"
z̴͔͈͕͖͈͕̖̞̭̰̗̻̩̞͇̺͚̻̞͙͓̺̫̯͇̹̘̀̆̈́͐̎̈̈́̓͛͛̊͆͌̅̌́́̎̑̅̿̽͛͠͝ě̵̡̡̢̧͕̣̲̬͓̰͖̩̥̺̭̘͓̠͍͎̭͔̳̘̭̗̦̯̻̟̞̹̈́̅͑͐͒̏͆́̚͘͜ͅͅf̷̡̖̞̞̻́̇͐̌͐͋̏̀̾̔̈̑͋̉́́̐̅͗͊̃͒̀̃̇̅̈͘̚̕̚͘͜͠͠͠ͅͅa̷̛̻̠̰̬̘̞̭͍̥͍͋̆̿͑̒̇͊̑̀͑͛̃͊̇͊͒̐̾͂̀̔̀͋̍̈́̒̊̚̚͝͝ͅṅ̵̢̡̢̯͈̯̥̮̹͕̱̫̦̝̼̲̗͖͖̜̭͎̳͙̻̝̤̬̖͉̳̞̽̊̋̐̾̎̅́̔͛̊̀͆̿͆̈́̉͗̋͑̍͒̔̈̊̕̕̕̚͜͜ͅz̷̢̢͖͙̝̬̙͍̯̠̰̗̪̈̋́̋̍̽́͌̅̈́̆̅̊̈́͛͆̿͆̏̔̒͊̕̚̚͘͜͝ờ̷̢̛͕̠̤͍͈͇̙͔̣̣̟̞͍͚̩̬͉̥̗͓̯̤̤̠͍͔̝̤̦̹̺̩̔͌̄͒̈́̈͗̚͜͠͠ͅ ̴̧̡̛̮̝̦͖̠̭̘̤͈̤̞͙̩̳̪̘͙̺̱͋̇̈̃̉͛̀̇̄̇͛̋͆̔͑͐̇̇̉̒͊̿͗̕̕͘̚h̸͉̗̦̥̻̻̞̭̳͚͙̉̄̀͊̑̊̃̀́̓ͅe̵̢̛̛̤̟̠̜̳͎͓̯̤̥͓̮̙͍̙̲͉̩̦̭̞̟̪̼̽̀̀̅͐͒̽̾̉͐̿̍̅̏̽̾̓͆̒̆̚ḧ̷̭̲͉̜́͂̏̇͊̀̾̌͌̑͐̔͌͘͝ą̷̢̨̢̡̡̛͙̗̩͈̼̝̤̼̭̼̦̝̫͍͓̞͎̤͙̱̼̤̝̝̃͒̋̃̀́̿̃̾̎͑͊̔̊̏̿̐̇̍͆͗̋̽̏̾͘̕̚͘͠ͅn̷̨̨̡̧̡̥͙͚̹͉͖̥̝̝̮͈̯̺̱̜͇͍̻͓̑́̑̅͒̔͋̚͜͠y̸̢̦̱̮̞̩͎̼͙̥̱͙̞͕̫͇͉͔̾͌̃̑͋̓̋͛͜ͅa̴̡̨̨̛͓̩̘̭̭̭̮͓̞̦͇͙̤̜͓͌̿͛̿̚ ̷̧̢̛̤͓̪͇̪̮̟̙͓͉̜̣̣̗̱̬̯̩́̽̾̂̔͝ͅx̴̡̛̹̹̙̖̹͍͇̟̩̯͚͎̃̾̔̌̈́͊͒̎̊̿́̈̌̓̇͑͌̐͂̒͑͘͘̕͝͠x̷̖͉͙̰̩͓̿͜i̸̡̨̯͓͈̬̜̜̟̱̱͕̖͚͉̹̻͚͚͑̏̾̀̈́́̑̓́̀̂̊̋̇̀̃̇̎͗͋̌̌̎̄̌̾̽̑͘͘͜ͅx̷͍͙̗̱̱̹̤̟̋͑͠l̵̛͔̰͍̮̙̝̭̪͂̌̐̽̿̓̒͌̚͠͝ä̶̡̢̢̨̧̲̞̘̮̩̺̭͎̠̗̙̰̰̬̭͙̙̺̟̣̖̥͍͕́̚ͅǹ̵͇̼̝̲̱̯͚͎̯̬̘̦̗̦͇̩̭͖̻̫̘̰̝̟̰͉̗̟͈̇̈́̅́̐̊̂̎͋̏̈̓̄͐̆̋͘͘͜͝g̷̢̤̭͖̖̈̓́́̀͋͂̊͘͝ͅ ̴̡͕̖̺̙̰̺̞̝͙̺̠̝͈̼̯̭̖̟͓͕̘̹̤̖͍̻̼̗̙̩͉̯̙̐͑̃̓̏̊̈́̉͋̑͋̽̾͛̿̾̌̊̾͊̂̀͛̿͋̌́͌͒͝͝͝͝͝ͅà̷̢̛̦͈̹̪̦̹̫̜̦̼͓͉͍͖͖̊̽̓́͂̇̄̅̎̓̎͆͊̽̈́̃̾́͆̕͜͝ḩ̴̛̼̳̟̻̳̰̩̤̰͉̠̲̀̓̿̂̒̃̏̏͊̃̏̈́̈̐̈͑̏̏͘͜͝͠k̴̡̡̛̫̪̝̱̬̠͖̼͍̹̫͇̯̠͙͙̳̑̒̃̄̈́̈́̋͐̚͘n̶͉̬̳̲͙͚̗̮̰̠̭̗͔̲̲̝̹͓̬͓͋̉̉ͅȩ̶̨̡̙̩͙͓͈̼̤̺͉͓̯̯̹̮̔͐̌͂̅͂̒̑̎̎̇̓̌̇̀̃̄̄̚͠w̸̢̧̨̨̡̧̛͉̼͇͍̩̯̥̘̖͙͎̤͚̜̖̲̗̜͓̩̗̫̪̭̬̞͎̥͌̏̔͐͐̄͂͑̓̍̓̆̎̊̊̈́̃́͂̾̋͊̇̀̎̕͝ͅa̴̢̢̫͉̩̱̬̙͉̲̰͆͗͂͊̂̋̈́͊̇̏̆̍̇͋̉͘a̵̲̔͊̆̃͐̄̐̀͒͐̓̆̄̈̂́͒͂͆̇̒̂̇̓̆͐̄͊̃̃͘͝͠r̵̨̡̻͓̦͎̖̀͛̃͛͒̊͌̈́̚͠͝ ̵̘̳̹̝̼̠̦̳̭̗̩̻̆̒̕ẍ̵̨̡̛̰̟̤̲̼̮͕̹̤̰̗͚̥͍̼̠͎́͂̈̒́́̇͒̋̑̚͝x̷̡̧̡̢̟̜̥̳̼͚̗͖͉̣̪̪̦̳̤̬̻̲̥̪̝̠͔̓̇͐ͅͅą̶̙̺̗͍̞̳͖͙̹̦̞̪̳̜̲̙͖͕̝̩̳̭̱̘̘̫̩̆͑͜r̸̟̤̂̏̾̋͊͂̈́͐̌͌̎̓͊̍̆́͂̏̂̀̽̚͘͝ę̶̱̳̳̳͕̱͕͚͖͕͈̫̬̮͖͚̟͔̻͚̊̋͒̑̀̃̐̆͘͜͝ͅb̸̡̡̧̞͈͚͈̦̤̲͈̠͓̫̗͚͕̺̹̮̪̪̬͍̙̟̠̿̐̊̋̑̌͜p̷̧̨̮͈̠͍̲̙͎͈̦̠̰͈̮͇̜̝̦̜̰͈͑̈́̀̈́̓̂̑͆̃͐̓͒͆̈́̽̐̑̈́̈̏̂̍̈̈́̚͜͝͝͠͝ͅp̷̨̛̗͕̖͖͉̻̙̻̰̫̦̬̫̼͉̯͉͇̺̾͆͗̀̾͋̃͛̌̓̓͗̓̈́͛̇̀͐͐̏̎̑̉͆͂̂̈͘̕̚͠ĺ̵̢̨̧̧̢͇̟͎͎̯̥͖̩͙̝͖̹̩͍̰͖͉̟̱̩̪̖̪͉̩͌̍͊͊̂̊̉̿͑̈̃̈́͗̓̋͂̎̐̉͛̈́͐͒͌̍́́̈́̕̕ͅl̸̡͙͈̜͓̰̰͒̈́̀̊̒̽̎̄̃͆̎̀͠l̷̨̛̘͚̱̻͛͛̌͆͌ľ̷̺̭̔̈́̍̎́̍̈́͗͊̐́̀l̶̡̛̦͈̪̘̬̞̲̐̑͆̽̒̈̇̈́̀̏́̓̏́̑͑̏̏̅̓̇̃̂͠͝͝͠ḷ̸̢̢̨̡̡̨̬̮͓̭͎̳̣̙̺̰͇͓̰̘̬͚͙̻̗̻̓́͊͊͌̈́͘͜l̶̩̤͒͂̈́͛͒͗̽̏̂̍̆̊̽̈̃l̸̛̛̰͙͌͑̐̋́̑̅́́̾̄́̊͑͌͘͝I̸̢̧̦̥͎̤͕͓͎̮̩̮̝͎̱̩͓̫̤̣̮̭͋̈̑ͅq̶̢̧̛͉̤̖̞̭̘̫̩͉͙͓͈̤̹̲̙̞̖͚̟̟̻̟̺͚̮̩̪̠͈̌͋̀̐̑́̽̌̑͂͂̔͋͆̑̒̀͌̽͋̉̇͒͋̆̈́̃̈́͊̀͘͜t̵̢̢̛̛͍͍͈̦̼̰̻͚̝̺͓͕̪̬̉̒̂̅̈́͋̅͂͛̎͋͆̈̇́̄̊́͊̀̌̓̉̚̚̚͘͘̚͜͝͠
"
"
"RAAAAAAARGGGHHH"
Nixas bangkit sebagai kacung Agosh Grendi. Dia bangun, kemudian berlari dari hadapan mereka dengan usus menjulur keluar, menikmati semilir angin. Isi perutnya berjatuhan kemana-mana, tapi bukannya ia peduli akan masalah sepele seperti itu.
"Sudah. Aku akan mengabari kalian jika Nixas yang tampan itu menemukan keberadaan Nona Alicia." 𝘕𝘦𝘤𝘳𝘰𝘮𝘢𝘯𝘤𝘦𝘳 tersebut berjalan melewati mereka dan melambaikan tangan.
"Jangan ada dalam pikiranmu, tindakan bodoh lainnya!" seru si Manusia Rusa.
"Well, semoga kita semua menjadi dewa!" Agosh terbahak-bahak dengan satu tangan membentuk tanda tanduk, lalu menempelkan lubang yang tercipta dari tanda tersebut tepat di matanya. []