Chereads / Thaumaturgy (INA) / Chapter 49 - MASTER "IS-BELIEVED-TO-BE" MERLIN

Chapter 49 - MASTER "IS-BELIEVED-TO-BE" MERLIN

"Apakah orang ini bercanda?"

"Dia tidak bercanda. Dia sinting."

"Penghujat bedebah macam apa yang berani-beraninya mengaku sebagai Bapak Penyihir Camelot yang luhur, yang sudah wafat ribuan tahun yang lalu!"

Orang yang mengaku dirinya sebagai Lailoken, sudah menduga akan banyaknya tanggapan yang merendahkan saat nama 𝘓𝘢𝘪𝘭𝘰𝘬𝘦𝘯 maupun 𝘔𝘦𝘳𝘭𝘪𝘯 tersebut dari bibir. Namun ia tetap bersikukuh, kepercayaan dirinya tak serta merta luntur. Sang kepala biarawan tampak jumawa akan identitas yang ia emban itu, sekalipun dicap sebagai sosok narsistik dengan krisis identitas.

Tanggapan tersebut tak lupa pula datang dari tiga remaja di barisan belakang para penyihir. Wajah dua gadis dari desa Trinketshore berkerut, sama seperti para anggota Magisterium.

"Alicia, kamu percaya itu?" kata Nadine. Alicia tentuk tidak percaya. "Paman itu memanggil dirinya Lailoken!"

Entah bagaimana Si Besar terlalu menganggap semua persoalan terkait nama Merlin ini enteng. "Bukankah sekarang banyak yang mempunyai nama Merlin atau Lailoken? Apa istimewanya dia dibanding yang lain?" tanya Gilmore.

Dipandangnya wajah Gilmore dengan heran. tegur Nadine kepadanya, "Kau ini! Tuli atau apa? Tidak dengar ia menyebutkan julukannya satu per satu dari tadi?"

Alicia, masih terpaku, merasakan getaran dari kantong ranselnya. Orb sepertinya hendak mengatakan sesuatu. "Orb? Ada apa?"

Orb mendengungkan peringatan keras, namun tidak terlalu nyaring sampai-sampai para biarawan di depan ikut mendengar. Dan apapun yang dikumandangkan oleh bola Arcane tersebut, hanya membuat sang gadis Crimsonmane semakin buncah.

Sementara itu, Bartholomew yang penasaran, mendekati sang Grand Magus. Dari semua wizard Magisterium, kepala sihirnya malah tampak yang paling pendiam. Barangkali suatu bentuk kewajaran, mengingat sudah sepantasnya seorang Grand Magus memilikki koneksi pengetahuan yang luas akan dunia sihir. Namun jika Merlin eksis hingga saat ini hanya diketahui oleh dirinya saja, wajarlah pula saudara-saudara di antara dia curiga. "Kau terlihat 'akrab' dengannya," bisik Bartholomew. "Kau kenal orang sinting ini? Mengapa tidak ada dari kami yang tahu selain kau?"

Bibir Haddock menjawab, tapi kepalanya tak menoleh. "Ceritanya panjang, Barthie."

Teriakan Alicia dari belakang tiba-tiba menyambar seluruh gedung. "SEMUANYA, WASPADA! ORANG YANG MENGAKU 'MERLIN' ITU EMPUNYA SIHIR HITAM!"

Seluruh jiwa terperanjat. Lidah-lidah yang menahan diri seketika menjulur keluar, memaki ke arah biarawan berbusana kuno tersebut dengan suara nyaring. Merlin, sang bapa sihir Camelot yang luhur, tak mungkin menyentuh kekuatan paling terkutuk di semesta sihir. Ia malah rela mengkhinati kaumnya sendiri—menjual jiwanya kepada Roma dan Camelot—semata-mata supaya jangan sampai tangannya meraba daya yang menggiurkan itu. Massa ahli sihir yang sudah tak sabaran mengangkat tongkat mereka yang menegang tak tertahankan. Ingin mereka meyemburkan substansi ajaib nan magis, mengarahkannya kepada para biarawan durjana, terlebih kepada wajah "Grand Magus" sang penista.

Berhubungan dengan penyihir hitam apalagi memita jasanya tanpa sepengetahuan organisasi adalah haram di Magisterium. Kalaupun terpaksa dan situasinya di ambang hidup dan mati, pastilah semuanya sudah tahu saat ini. Aturan ini berlaku untuk Grand Magus sekalipun. Bagaimana Bartholomew tidak gusar ketika Grand Magus yang teledor dan tak becus ini punya kenalan rahasia pemuja Khaos, dan tak seorang pun tahu apa saja yang telah terjadi di balik hubungan tersebut?

"Kau kenal para penyihir hitam ini?" Bartholomew mencengkram pakaian kepala sihir Magisterium. "Apa hubunganmu dengan dia? Jangan bilang kau berkomplot dengan sejumlah penyihir hitam!"

Haddock menarik jasnya kasar pula. "Barthie, biasanya aku tidak masalah kau mengoceh setiap waktu. Tapi bisa jangan lakukan itu sekarang? Kau cukup mengganggu." Haddock beralih dan berteriak kepada para wizard yang mengamuk itu. "Saudara-saudaraku! Tenang! Tenang! Turunkan tongkat kalian, tahan tembakan sihir kalian! Diplomasi, saudara-saudara. Diplomasi!"

Satu suara dari balik kerumunan menghardiknya, "Grand Magus, apakah Tuan kehilangan akal? Kita tidak berdiplomasi dengan praktisi sihir Khaos!"

Semua serentak menyerukan dukungan suara acak tadi.

"Baiklah kalian semua, DIAM!" titah Haddock langsung menyegel mulut mereka, "Kalian menyerang saat aku bilang 'SERANG'! Jangan lupakan siapa pemimpin kalian! Buktikan kalian tidak bertabiat layaknya penyihir Morganian!"

Merlin dan pengikutnya masih berdiri di sana dalam senyap, menunggu kerumunan orang barbar berpakaian jas tersebut dijinakkan oleh pawang bernama Lachlan Haddock. Ironi, ketika Haddock-lah yang sebenarnya hendak mempermalukan dirinya terlebih dulu. "Kata orang, kau Grand Magus yang cengengesan. Tapi harus kuakui, di saat tertentu kau adalah gembala yang penuh wibawa." Merlin menyatakan kekagumannya kepada Haddock.

"Jangan mulai," sahut Haddock, "Lebih baik kau mulai memberi tahu apa tujuan kalian kemari agar aku bisa segera menolaknya."

Merlin langsung mengutarakan maksud hatinya tanpa basa-basi. "Kami ingin membawa pergi gadis harta nasional kalian."

Para penyihir kembali beringas dan Haddock harus meredam amarah mereka sekali lagi. Ia mewakilkan keberatan semua orang kepada Merlin, "Gadis itu, baru saja berurusan dengan penculik lain. Kau pasti bercanda untuk berpikir dirimu dan komplotanmu adalah kandidat selanjutnya."

"Justru karena itulah kami datang kemari." Merlin terhenti untuk sesaat. "Kami menyediakan apa yang kalian tidak bisa berikan kepadanya. Perlindungan, rasa aman, dan kami akan mengajarinya cara mengendalikan kekuatan istimewanya. Tidak banyak, tapi cukup."

"Pelatihan? Tau apa kau tentang dirinya dan kekuatan yang ia pegang?"

"Aku seribu tahun pengetahuan sihir Arcane lebih tahu daripada engkau. Aku tahu asal-asul sumber Arcane itu, Yang Mulia Grand Magus. Aku menyaksikan kehadirannya di tanah Albion purba dengan mata kepalaku sendiri."

"Omong kosong itu lagi. Kau tidak tahu apa yang telah dilalui gadis muda itu."

"Seperti apa, Grand Magus, membuat seorang Necromancer meneror seisi kota hanya untuk membunuh dan mengendalikan dirinya dalam bentuk mayat? Atau sekomplotan penyihir yang melakukan penyerangan terorganisir kepadanya dan keluarganya? Percayalah akan aku, akhir semua ini berada di luar jangkauan alam. Sepanjang waktu, semakin banyak yang akan mengincar gadis dan bola sihir itu. Kotamu tidak aman untuknya, Grand Magus. Tidak juga dengan istana langitmu."

"Dan lubang sarangmu yang tepat berada di tengah pertempuran antara Shenzhou dan Danhar lebih aman dari kastil kami?"

Merlin dengan santainya menjawab, "Memang," tanpa penjelasan lebih lanjut.

Air wajah Haddock tersirat rasa jengkel. Dia berbalik ke saudara seperjuangannya dan tertawa kecil. Tidak ada yang turut dalam tawa sang Grand Magus. Hanya keluar reaksi mereka semua jika pria paruh baya berjanggut dan para anteknya dijatuhkan ke langit dikabulkan. Berbaliklah kembali Haddock ke hadapan Merlin. Kakinya cepat mengetuk lantai.

"Kau tahu kami tidak bisa menyerahkan pengguna Arcane begitu saja ke seorang penyihir hitam," kata Haddock.

Entah jika Merlin pernah berkedip. Posisi bola matanya masih sama sebelum Haddock berbalik—terpancang beku ke arahnya. "Sihir hitam tidak ada hubungannya dengan apapun sama sekali."

"Hampir semua pengguna sihir yang menyerangnya mempunyai sihir hitam, Tuan 'Merlin'."

"Bukan masalahku. Kolega 'harimau'-ku tidak menggunakannya. Manusia telah menghasilkan kekacauan di bumi sepanjang sejarah, dengan atau tanpa sihir Khaos. Aku bisa saja bilang kalau aku berbeda. Oh, tentu saja kalimat sesederhana itu terlalu sulit dicerna oleh kumpulan penyihir kaku seperti kalian."

"Kenapa tidak katakan saja, kalian ingin menguasai kuasa Arcane lewat gadis itu, bukan?" ujar Haddock kepadanya. "Jujur saja, bahkan jikalau kita adalah sahabat karib, memberikan penyihir Arcane kepadamu tidak hanya menghilangkan asset paling berharga kami dalam menangkal sihir Khaos, namun juga membangkitkan kecurigaan Chixian Shenzhou terhadap tindakan Magisterium. Perang akbar melawan negara terbesar dari timur, lagi? Tidak, terima kasih. Takkan bertaruh dengan itu."

"Oh, begitu. Sungguh tindakan manusia yang paling wajar. Hanya mengkhawatirkan bahaya berjangka pendek dibanding potensi kiamat dalam jangka panjang. Kau tahu, aku tidak peduli akan kekuasaan, ataupun intervensi politik, Yang Mulia Grand Magus. Kelangsungan hidup dunia sekarang lebih penting."

Alicia terlalu banyak berpikir, sampai-sampai lupa untuk berpikir apakah menyela percakapan dua pemimpin faksi penyihir adalah ide yang baik. "Jadi ninja Kagatse itu! Dia adalah suruhanmu?"

"Shh Alicia! jangan ajak orang gila itu bicara!" Gilmore menghardiknya dalam bisik.

Tentu saja hampir semua perhatian, termasuk kedua pemimpin tertuju pada Alicia. Merlin lalu berjalan ke samping, keluar dari pandangan sang Grand Magus. Dengan bijak, dirinya tetap tidak melangkahkan kakinya ke depan agar tidak memanaskan suasana yang sudah mencekik.

"Sang gadis akhirnya bicara. Siapa namamu, Nak?" tanya Merlin lembut. Gadis itu mengurungkan niatnya untuk menjawab. "Shinobi dari Kagatse adalah kolegaku. Aku minta maaf atas pengalaman yang tidak mengenakkan tersebut. Namun, aku berjanji aku bukanlah penyihir Morganian. Aku datang untuk membantumu mempersiapkan takdir yang sedang menantimu."

Merlin dengan matanya yang memincing benar-benar membuat sang gadis kacamata benar-benar tak nyaman. "Apa yang kau lakukan? B-berhenti menatapku seperti itu!" hardik Alicia gugup. Rasanya Merlin mengeksplorasi segala isi pikiran Alicia hanya dengan tatapan atma.

"Kau tidak tahu?" Merlin selesai menganalisa. "Grand Magus belum memberitahumu apapun? Mengenai bola Arcane-mu? Arti tanda di tanganmu?"

"Tanda di tanganku?" Ia melihat tangannya yang tertutup pelindung, yang tak pernah ia buka selama berada di luar. "B-bagaimana kau tahu?"

Haddock segera menghadang kembali kepala biara tersebut. "Baiklah, sudah cukup. Lebih baik kau pergi dari sini—"

"Aku belum selesai," selanya, lalu menggempurkan kata-kata kepada Alicia di barisan belakang. "Kau, anak muda, adalah salah satu dari enam anomali yang akan mengubah wajah dunia, dalam artian baik atau buruk!"

"Tuan-Tuan, usir mereka!" perintah Haddock kepada para penyihir yang mulai mendorong sang kepala biarawan secara paksa. Akhirnya, terbayarlah penantian segenap penyihir barat. Para biarawan yang tidak terima menghalangi mereka dan adegan saling mendorong pun terjadi. Merlin, menganggap persoalan tadi lalu lalang, terus berseru kepada sang gadis.

"Kau dan yang lain sudah dinubuatkan berabad-abad lalu. Kau, gadis muda, adalah Anak Keajaiban!"

Alicia semakin tak karuan akan perkataan Merlin. Walaupun dia sudah menduga bahwa ia tak mungkin diberikan kekuatan tanpa alasan, ia tidak dapat berhenti merasa takut. Faksi wizards dan sorcerers masih terus melontarkan kontak fisik. Para sorcerer yang hanya enam belas orang jumlahnya, masih berjaya menahan daya tolak penyihir Magisterium yang berjumlah lebih dari dua kali lipat. Selama Merlin belum menyatakan perang, mereka cukup berusaha agar pemimpinnya dapat menyampaikan pesannya sebelum mereka semua dijatuhkan dari jurang kolong langit.

Alicia masih terpaku akan teriakan sang penyihir tua. Para penyihir Magisterium terus menolak paksa mereka dengan sekuat tenaga, walaupun mereka tersaruk-saruk dibuatnya karena kekuatan fisik para sorcerer yang lebih unggul. Merlin tetap kokoh menjerit di tengah aksi dorong mendorong. "Jika salah satu dari kalian mati, maka nasib dunia yang menjadi taruhannya, terutama jika orang malang itu adalah dirimu, gadis muda! Kau, adalah salah satu Anak yang paling penting! Kekuatan suci yang engkau emban sangat penting! Kehilanganmu akan membuat kelangsungan hidup manusia mustahil! Kau dan yang lain harus siap saat hari itu tiba—hari dimana dunia akan didekap oleh Khaos sendiri!"

"Jangan dengarkan orang sinting ini, Alicia!" seru Haddock.

"Kau harus ikut dengan kami," tukas sang Grand Magus Pertama lagi. "Aku akan melatihmu cara menggunakan Arcane, gadis muda. Kami akan mencari kelima yang lain dan mengajarkan mereka pula. Ini bukan tawaran. Kau akan ikut dengan kami secara sukarela, atau kami akan menyeretmu paksa! Kami tidak akan segan-segan mengajarimu dengan kekerasan, sampai kau mengerti akan tugasmu!"

Nadine dan Gilmore dengan sigap melindungi sahabatnya itu, mengajaknya mundur perlahan.

𝘐𝘵𝘶 𝘣𝘦𝘣𝘢𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘦𝘳𝘭𝘢𝘭𝘶 𝘣𝘦𝘴𝘢𝘳, batin Alicia. Kemarin ia adalah perempuan desa yang dicampakkan dunia, kini ialah yang harus membereskan karut-marut dunia itu sendiri. Ia melihat tanganya. Keduanya bergetaran. Benak liarnya yang menyelami seluruh kemungkinan di luar pemahamannya kembali lagi. Hari yang terlampau berat, memang. Kepalanya pusing, bisa-bisa saja dirinya semaput karena bayangannya akan tulisan nasib yang mustahil, bukan karena kelelahan setelah mengendalikan Arcane!

"Dunia sudah di ambang kehancuran!" Demi apapun, Merlin tidak bisa berhenti mengoceh! "Kalian sudah melihat tanda-tandanya. Sampai berapa lama kalian akan mengulur-ngulur waktu, menahan gadis itu dari takdirnya?"

"Kau tidak berhak untuk memaksanya. Enyahlah dari sini, 'Merlin'!" Haddock menantang si kepala biara.

Merlin tidak menggubris perintah tersebut. Ia menunggu Alica memberikan jawabannya sendiri.

Sang gadis tahu pria itu takkan bertindak sampai ia menjawab. "Kau berbicara tentang melawan Khaos, tapi kau sendiri adalah penikmat kuasanya! Aku tidak percaya padamu!" Alicia langsung berteriak. "Kau hanya mengingini aku dan kekuatanku seperti yang lain. Aku tak akan jatuh di lubang yang sama!"

Sengiran remeh tersirat tampak dari muka Merlin.

"Begitu. Apa boleh buat …."

Merlin berbalik dan melentangkan kedua tangannya perlahan. Mereka yang ada di ruangan tersebut merasakan sedikit guncangan, sebelum mereka sadar bahwa lingkungan mereka mulai berubah. Dinding-dinding beton serasa bergerak maju mundur. Pilar-pilar tinggi menjulang berputar. Bingkai-bingkai gambar penyihir besar saling memotong dan memisahkan diri. Pintu dan jendela melipat-lipat. Sungguh fenomena yang luar biasa, saat seluruh kastil, bahkan lantainya sekalipun, bergerak membentuk pola geometri fraktal beraturan yang saling bersatu padu. Para wizard yang galak itu tak seberingas sebelumnya, ketika mereka terintimidasi dengan lanskap yang kerap berubah tertangkap dari indera visualnya. Mereka langsung melangkah mundur.

Para wizard tidak perlu aba-aba dari Haddock, mereka tahu keadaan sudah menjadi genting! Di lain sisi, masing-masing anggota biarawan mulai mengeluarkan berbagai macam senjata dari ketiadaan—busur serta panah, tongkat panjang, dan cakram. Sedangkan yang tak bersenjata, melakukan gerakan tangan yang rumit, memanggil sepasang lingkaran energi jingga terang benderang supaya melekat di kedua telapak mereka. Lingkaran sihir mengerikan, terpanggil dari dimensi lain!

Merlin dan yang lain akan menerobos barisan para wizard demi mendapatkan Alicia Crimsonmane. Di sisi lain, Magisterium Tanah Sihir tidak akan memberikan perlawanan yang remeh. Pertarungan tak terelakkan terjadi; Haddock dan para penyihir Magisterium serentak menyerbu rumpun sorcerer Lailoken! []