David POV
September 1997, gedung SMK/SMA
Fakta bahwa aku adalah seorang pecundang dan betapa tidak bergunanya aku dalam hidup adalah sesuatu yang tidak bisa berubah. Aku bukanlah siapa-siapa. Aku selalu mengacau dalam setiap hal yang kulakukan.
Mungkin karena itu, aku berusaha mati-matian mengasah satu hal yang kubisa. Belajar terus menerus tanpa henti agar aku tidak ketinggalan. Hal itu pun melelahkan ku di satu titik hingga aku muak. Jikalau aku bisa menyerah, aku mungkin akan menyerah dari awal aku masuk SMP.
Namun, itu akan membuat orangtuaku kecewa. Aku bukan berasal dari keluarga yang kaya raya. Lahir di kalangan menengah ke bawah, lompat kelas dan beasiswa adalah satu-satunya cara untuk menghemat biaya pendidikanku. Meskipun terkadang, aku merasa tertekan dan terbebani dengan cara tersebut. Demi keluarga dan masa depanku, aku berusaha mati-matian.
Tapi kini aku mengerti aku tidak butuh yang namanya masa depan lagi. Seberapa keras aku mencoba dan berusaha, jerih payahku selalu berakhir sia-sia seakan-akan dunia ini sedang mempermainkan ku.
Aku pikir hari ini aku akan lolos dari permainan takdir. Ternyata, hari ini pun hasilnya tidak berubah. Aku tahu aku tidak terlalu disukai sekolahku semenjak SD. Aku sudah pindah berkali-kali tanpa ada hasil yang berubah. Aku selalu dibully tanpa sebab jelas. Bahkan para guru juga hanya menganggap ku sekedar nilai doang. Jadi aku harus selalu siap menghadapi apapun yang dilontarkan kemalangan ku.
Aku telah mempersiapkan semuanya dan berusaha sebisa mungkin menghindari masalah. Namun, mengapa hasilnya begini?
"Hei, kau tuli ya?! Apa kau tidak tahu berapa harga jaket ini?!!"
"..... Uhm..."
Aku dikerumuni segerombol anggota geng motor. Ini adalah yang ke sekian kalinya. Mereka selalu mencari alasan untuk menindasku sebagaimana aku melakukan kesalahan atau tidak. Mereka mengganggap ini lucu.
Bukannya aku tidak pernah coba melawan mereka. Aku sudah melakukan berbagai cara. Sayangnya, usahaku tidak pernah luput dari kegagalan. Membuatku berpikir sebagaimana keras aku melawan kemalangan ku, aku tidak pernah bisa menang melawan takdir.
"Jawab aku dengan benar kau culun!!"
".. A, Aku tidak.. tahu.."
"Dasar kau pecundang tak berguna- Berani-beraninya kau menjawabku!!"
BUKK!! BRUKK!!!
Sekali lagi, perutku ditinju dan aku menjadi babak belur. Bekas luka di tubuh ini tidak pernah hilang. Pikiranku tidak pernah tenang. Menyedihkan.
Aku tidak tahu lagi... Aku tidak ingin hidup sebagai seorang pecundang yang selalu tertindas. Jika aku akan menghabiskan seumur hidupku menjadi seperti itu, maka aku pikir lebih baik aku tidak pernah dilahirkan di dunia ini. Setidaknya orangtuaku tidak perlu repot-repot membiayaiku.
Aku yakin hidup di dunia ini tanpa aku tidak akan mengubah apapun. Kehilangan satu orang tidak akan mengakhiri dunia.
"Apa kau mempunyai keinginan untuk mati?! Bagaimana bisa kau tidak tahu?!!"
".. A, Aku.. sungguh... tidak.. "
"Kau buta ya?!! Jelas-jelas kau melihatku didepan- Minta maaf ngakk?!!"
"..."
—— Mengapa aku harus minta maaf? Apa aku harus selalu menundukkan kepalaku dan berlutut pada dunia ini? Selamanya?
".. T, Tidak mau-"
"Kurang ajar- Kau cari mati ya?! Mau kulempar dari atap?!!"
Tidak. Dia tidak perlu melakukan itu. Aku sudah lelah. Aku tidak berniat menyiksa diriku.
"Tidak perlu. Aku yang akan melompat sendirian"
"!!...."
Ditempat pertama, aku tidak memiliki kesempatan hidup sebagai manusia kalau begitu. Maka aku lebih baik hidup sebagai arwah gentayangan.
"Heh, apa kau mau mengancam kami? Itu tidak akan berhasil. Walaupun kau mati, itu bukan urusan kami kan? Lompatlah kalau kau berani!"
... Ternyata.. mereka masih busuk sampai akhir. Mereka tidak peduli dan bahkan merasa tidak bersalah. Apakah mereka ini masih manusia? Makhluk yang sama denganku?
Aku muak. Aku bersumpah akan membawa mereka ke neraka bersamaku. Aku bersumpah akan menghantui mereka dan memberikan hukuman sepantasnya dengan tanganku sendiri.
"Ada kata-kata terakhir sebelum kau berangkat ke dunia selanjutnya? Kau pengecut"
".. Baiklah.. aku mengerti"
Kakiku melangkah menuju pagar yang membatasi atap dan langit. Aku bisa merasakan udara sejuk berhembus kencang. Jantungku berdebar kencang. Untuk pertama kalinya, aku merasa sedikit lebih hidup. Ironisnya, aku merasakannya di ambang kematianku.
.
.
.
Yah.. Bukannya aku pernah menyukai hidupku juga. Aku tidak ingin kembali ke hidup terkutuk nan menyakitkan itu.
"—— Selamat jalan. Aku membenci kalian semua"
.. Disinilah akhir kisah hidup.. David Deonus.
BRAKKK!!!