Chereads / The Gladiol / Chapter 53 - Alpha

Chapter 53 - Alpha

"Kira-kira apa isi kardus-kardus ini ya?" tanya Alfa sembari mengambil kardus-kardus yang menumpuk seperti gunung.

"Kau lupa ini perusahaan apa?"

Amy mengamati ruangan atau gudang itu. Ia menatap setiap sudut, dinding bahkan langit-langit. Sesekali ia menyentuh beberapa barang di sana.

Alfa mencari kursi untuk duduk tapi tidak ada kursi. Ia berpikir kalau pekerja sebelumnya tidak duduk di kursi melainkan lesehan sembari membuka kardus-kardus itu. Kardus itu berisi mainan yang dikembalikan dari pabrik karena memiliki cacat ataupun kerusakan fisik. Akan membutuhkan waktu lama untuk merapikan dan menatanya menjadi tumpukan ke atas. Alfa akhirnya duduk dan membuka salah satu kardus. Ada box berisi gunting dan pisau, ia meraihnya dan membuka lakban yang mengunci kardus. Ada mainan di sana, ia mengeluarkannya.

Sedang Amy masih mengamati satu persatu barang-barang di sana. Plastik wrap mainan, kardus-kardus besar dan kecil yang kosong, penyimpanan berupa almari panjang dan masih banyak hal tidak berguna lainnya, terutama peralatan rusak dan lainnya.

"Apa kau Sherlock Holmes?" Alfa tertawa pelan melihat Amy yang berjalan mengamati seolah sedang menyelidiki sesuatu.

"Kau lupa siapa ayahku?"

"Cih. Om Holan sepertinya akan bangga padamu," ejeknya.

"Aku bahkan lebih cerdas dari ayahku tahu!"

"Ha?!" Alfa menahan tawanya. "Om Holan akan pingsan mendengarmu, ha ha."

"Kau mau kupecat?"

"Sudahlah. Daripada itu, apa kau merasakan sesuatu?"

"Entahlah. Gudang ini bukan satu-satunya gudang. Aku melihat daftar yang manajer berikan tadi. Gedung perusahaan ada 7 lantai, tapi anehnya cuma di lantai 6 tidak ada gudangnya. Dan kita sekarang ditempatkan di gudang lantai 2. apa kau tidak merasa janggal?"

"Apa mereka melewati lantai 6 karena angka sial?" duga Alfa. "Coba kulihat daftarnya."

Amy memberikan daftarnya pada Alfa. Ia melanjutkan observasinya pada gudang itu. Namun benar-benar tak menemukan suatu yang janggal. Di sana ada ruang yang ditutup tirai, ada ranjang untuk beristirahat dan beberapa perabot untuk pegawai. Ada lemari kecil berlaci dan dispenser.

Alfa melihat daftar barang ringsek parah dan barang gagal. Jumlahnya ratusan dan kardus itu juga sepertinya berjumlah ratusan. Di tiap gudang telah ditentukan jumlah yang bisa dimasukkan maksimal sayangnya penataannya manual dan dibutuhkan pegawai setingkat cleaning service untuk membersihkannya. Gajinya juga tidak terlalu besar. Amy dan Alfa melihat daftarnya dan melihat total barang yang masuk paling banyak dan paling sedikit.

"Mereka bilang gudang lantai dua yang paling sedikit barangnya," kata Alfa. "Tapi setelah kulihat, ternyata di gudang yang kita tempati ini yang paling banyak."

"Aku penasaran, apa mereka juga menimbunnya di pabrik?"

Tak!

Alfa menjentikkan jarinya dengan semangat. "Sepertinya kita perlu survei ke semua gudang, kalau bisa ke pabriknya langsung."

"Ha? Kau mau buang-buang waktu?!"

"Coba pikirkan dan lihat daftar ini."

Alfa dan Amy melihat daftar jumlah barang.

"Ada 567 di kardus di gudang kita, 350 di lantai satu, lantai 3, 4, 5, dan 7 rata-ratanya tak sampai 200 kardus. Mereka memindahkannya dengan troli barang manual setiap hari. Jika mereka memilih tempat terdekat, kenapa tidak membebankan semua di lantai satu? Gudang lantai satu bisa lebih hemat tenaga dan leluasa seperti area parkiran, mereka juga tidak perlu pegawai tambahan alias mengurangi gaji pegawai. Tapi mereka susah-susah membuat gudang per lantai kecuali lantai 6."

"Woi, aku tidak paham maksudmu! Bicara yang lebih mudah, sial!"

"Sebentar, jadi kita tidak tahu bagaimana cara memfilter kardus-kardus ini sesuai lantainya, kan?"

"Apa itu penting? Bukankah mereka menaruhnya acak?"

"Memang bukan itu masalah utamanya. Mereka bisa menaruhnya acak tapi sengaja memberi muatan yang berbeda khusus di lantai dua dan kali ini lebih anehnya lagi lantai 6 tidak memiliki gudang, malah lantai 7. Bisa kita lihat lantai 7 memiliki paling sedikit muatan. Masalahnya sekarang bukan berapa banyak muatan per gudang, tapi…"

Alfa tersenyum puas.

"Tapi apa?!" Amy sangat penasaran dengan kelanjutannya.

"Berapa banyak pegawai yang bisa kita tempatkan di gudang itu."

"Ha?"

"Kau masih belum paham?" Alfa menggeleng. "Kau bilang kau lebih cerdas dari ayahmu, bagaimana sih?"

Amy mendecih. "Sudahlah cepat jelaskan, aku penasaran nih."

"Kita harus mensurvei dulu ke setiap lantai. Kau mau melakukannya?"

"Tentu saja. Ayo sekarang saja."

Tiba-tiba ada 4 orang pegawai lainnya yang masuk ke gudang tersebut. 1 perempuan dan 2 laki-laki. Dari penampilannya seperti mereka orang yang baru masuk, sama seperti Amy dan Alfa.

"Siapa mereka?" tanya Amy.

"Kelihatannya mereka juga akan jadi rekan kita di gudang ini," sahut Alfa. "Ini kesempatan kita. Kita pura-pura mengantar barang ke lantai lain saja," bisiknya.

"Apa kalian juga baru di sini?" tanya salah satu dari mereka.

"Iya. Kami juga pegawai baru. Kalian juga sama?" Alfa memang tipe yang supel dan bisa diandalkan, Amy tersenyum puas mempekerjakan rekan sepertinya.

"Aku baru saja menerima daftarnya, kami akan mengantar barang ke lantai lain," kata Alfa.

"Ada yang seperti itu? Tadi manajer bilang setiap barang sudah ditentukan."

"Lihat ini," Alfa menunjukkan daftar yang lain pada mereka "Ini adalah daftar barang alpha."

"Alpha?"

"Iya. Barang yang tidak sengaja masuk di gudang yang salah. Kami juga diberi tahu itu, tapi kami juga berusaha belajar lebih banyak di bidang ini." Alfa berbicara cerdas.

"Wah, sepertinya aku juga perlu banyak belajar. Kau terlihat pintar."

"Tidak, aku juga baru di sini," Alfa tertawa kecil mendapat pujian, Amy sebal melihatnya yang senyum-senyum.

"Kalau begitu kenalannya nanti saja ya, kami harus mentransfer barang ke gudang lain." Amy menyeretnya dari sana. "Apa kau menikmati pujian-pujian itu? Sialan!" bisiknya di telinga Alfa.

Alfa hanya mengengeh.

Mereka berdua melangkah keluar, namun baru membuka pintu tiba-tiba manajer datang dengan pegawai gudang yang lain. Alhasil Manajer yang berada di depan bertabrakan dengan Alfa, hingga dokumen-dokumen yang dibawanya jatuh berserakan. Manajer nampak kesal.

Brak!

"Oh maafkan saya, Pak!" Alfa dan Amy panik.

Pegawai yang berdiri di belakang manajer juga panik. Mereka berempat membungkuk memunguti kertas yang berjatuhan. Manajer nampak khawatir terhadap dokumen-dokumen itu. Alfa tidak sengaja melihat daftar jumlah dan nama pegawai di setiap gudang tiap lantai. Ia melihat ada beberapa nama pegawai yang di transfer dari gudang lain ke gudang 2.

Srat!

Manajer menarik kertas yang dipandangi Alfa dengan kasar. Ia nampak marah. Alfa sadar diri, dan segera memunguti kertas itu. Ia juga tidak sengaja melihat dokumen lain yang membuatnya terkejut, namun ia berusaha profesional. Alfa dan Amy saling menoleh tanda saling mengerti satu sama lain tentang keadaannya.

Setelah itu manajer meminta mereka berbaris dengan keadaan istirahat di tempat atau menaruh tangan di belakang.

"Kedatangan saya ke sini tidak untuk memberikan pelatihan dasar penataan gudang, tapi," Manajer meminta pegawai yang dibawa bersamanya maju ke depan. "Dia adalah senior kalian, dia sudah bekerja di sini lebih lama dari kalian, lebih tepatnya di gudang 5. mulai sekarang dia adalah senior kalian sekaligus memandu kalian."

"Baik, Manajer," sahut pegawai baru.

"Ada pertanyaan?"

Salah satu pegawai baru mengangkat tangannya, manajer mempersilahkan bertanya. "Kenapa pegawai di lantai 2 di pindah kemari? Apakah ada kriteria pemindahan pegawai, Pak?"

"Itu urusan perusahaan, aku hanya menjalankannya, mengenai kriteria saya sendiri juga tidak mengetahuinya. Tapi tenang saja pemindahan ini bukan karena akan ada PHK. Karena di sini tidak ada senior, maka saya memfasilitasi adanya senior agar kalian bisa belajar. Ada lagi?"

Amy mengangkat tangannya. "Dari briefing awal, kita diberitahu ada insentif untuk pegawai yang rajin. Kalau boleh tahu apa kriterianya?"

Manajer menaikkan salah satu sudut bibirnya, Alfa dan Amy membaca gesturenya yang menunjukkan ada sesuatu. Manajer juga agak longgar, karena sejak bertubrukan tadi dia sangat marah bahkan mengumpati Alfa dalam hati, Amy mendengarnya.

"Kau…" Manajer tersenyum meremehkan. "Kau yakin menanyakan itu?