Chereads / For a Youth / Chapter 74 - Oh Maya

Chapter 74 - Oh Maya

"Ayo cepat keluar…." Andra terkejut melihat keadaan adiknya.

Nico tengah sesenggukan menangis.

"Kakaaaaakkk! Kita harus lapor polisi, Kak. Maya hilang, bagaimana ini. Huhuu." Nico meraung.

"Ha?" Andra bingung. Ia tidak percaya melihat keadaan Nico yang menyedihkan dan kacau.

"Cepat cari Maya, Kak…. huhuw."

"Kau ini kenapa sih? Bicara yang benar."

"Aku tidak bohong. Aku tidak bisa menemukan Maya di manapun. Dia tidak ada di apartemen, dia berhenti bekerja bahkan cuti kuliah. Apa yang harus kulakukan? Huhu…"

"Astaga…." Andra memegang peningnya yang pusing melihat adiknya. Ia prihatin dan kasihan. Dan terlebih lagi, ia khawatir pada kondisi Maya saat ini.

***

"Aku akan memberikan nomorku. Kau harus segera menghubungiku jika terjadi sesuatu pada Viola."

Maya sadar kalau ponselnya masih mati. Ia lalu mengeluarkannya dari tas dan menghidupkannya. Ada puluhan panggilan tak terjawab, 22 dari Nico, 14 dari Tian dan 2 kali dari Oska. Maya merasa bersalah.

"Berikan ponselmu."

Maya memberikan ponselnya.

Saat Roy mengetik nomornya, tiba-tiba ada panggilan masuk, bernama 'Kak Andra', Roy mengembalikan ponsel Maya.

"Angkat dulu."

Maya seketika langsung mereject-nya. Roy hanya melihatnya.

"Kenapa tidak menjawabnya?"

"Itu…" Maya tidak tahu harus menjawab apa. Ia terdiam lama.

"Tidak perlu dijawab kalau tidak mau."

Maya menghela napas. Ia meminta maaf dan mengatakan tidak akan melibatkan masalah pribadinya dengan pekerjaan.

"Aku juga kenal dengan seseorang yang bernama Andra," kata Roy tiba-tiba.

"Benarkah? Kak Andra kenalanku, berasal dari keluarga yang cukup terkenal. Namanya Andra Abraham."

"Apa? Sungguh?" Roy terkejut mendengarnya.

"Jangan bilang itu orang yang sama." Maya ikut terkejut.

"Dunia memang sangat sempit," Roy tersenyum kemudian.

***

Satu Minggu kemudian.

"Ella!" panggil Diana dari jauh, dia adalah salah satu anggota club olahraga. Dia dari divisi badminton sekaligus futsal perempuan.

"Ana!" Ella tersenyum menyapanya.

Mereka berdua ngobrol ringan sembari saling melambai di lapangan.

"Kau jarang sekali terlihat ikut latihan badminton."

"Iya, aku fokus main futsal. Kadang aku lupa ikut divisi ini."

"Wah keren, apa kau tidak capek." Ella memegang lengan atas Ana. "Kau berotot sekali."

"Tentu saja."

Mereka berdua tertawa. Setelah Tian, Olla, Rimba dan senior lainnya datang dan memberi pengarahan awal serta pemanasan bersama, mereka mulai latihan bermain. Dahulu Ella biasanya main dengan Maya yang pendek namun gerakannya gesit. Ia mulai kalap saat main dengan Ana yang tinggi, meskipun dia agak lambat. Itu membuat Ella teringat Maya. Dalam hati kecilnya ia merindukannya, ia bahkan belum sempat meminta maaf dengannya.

"El awas!" teriak Olla.

Ella melamun di tengah permainannya bersama Ana, alhasil membuat kepalanya tertimpuk shuttlekok cukup keras, hingga tubuhnya terdorong ke belakang karena kaget.

"Aw!" Olla menjatuhkan raketnya dan memegang kepalanya.

Ana terkejut dan berlari menelusup dari bawah net dan mendekatinya.

"Kau tidak apa-apa El? Aduh maaf ya, pasti sakit sekali. Suaranya terdengar keras sekali. Maaf ya El." Ana merasa bersalah.

"Tidak, tidak. Aku yang tidak fokus dan malam melamun. Ini gara-gara diriku sendiri." Ella menatap raketnya yang jatuh di lantai, ia termenung lama. Ia ingat Maya yang yang sangat menyukai badminton.

"Andai ada Maya di sini," batin Ella sedih.

Ana dan Olla yang mendekatinya nampak khawatir. Ia terlihat sedang memiliki masalah.

"Kau baik-baik saja? Kalau ada masalah kau boleh pulang dulu," kata Olla.

Ella memegang pelipisnya yang lebam. Ia menggeleng pelan. Saat jam pulang, ia mengganti sepatu dengan heels nya di lobi depan dan bersiap pulang. Saat melihat hills-nya yang tinggi ia teringat, Maya pernah mengatakan bahwa ia ingin tinggi badannya naik setidaknya 5cm. Ia menghela napas.

Crssss…

Tiba-tiba seseorang menempelkan botol minuman dingin di pipinya hingga membuat Ella berjingkat kaget. Ia menoleh dan mendapati Bima berdiri di sampingnya.

"Kau baik-baik saja?"

"Kak Bima?" Ella terkejut melihatnya, ini pertama kalinya Bima bicara padanya. Suaranya sangat berat dan basah. Sangat tinggi dan matanya cokelat. Ella terperangah melihatnya yang keren.

"Ella?"

"Eh iya, Kak."

"Kok melamun?"

"Kau tampan sih, Kak?"

"Eh, maaf?"

"Eh tidak-tidak, maksudku kau membuatku kaget, kukira siapa tadi." Ella mengengeh.

Bima lalu berjongkok dan memeriksa lebam di pelipis Ella, sedang Ella duduk di kursi. Ia merasa sangat gugup.

"Untung hanya di pelipis, jika bergeser ke kanan sedikit bisa-bisa matamu yang kena."

Ella deg-degan karena tangan besar Bima menyentuh wajahnya. Ia tidak tahu kenapa bisa segugup ini. Padahal ia sudah bertemu banyak cowok tampan di hidupnya. Bima lalu duduk di sampingnya.

"Kau merindukan Maya?"

Ella terkejut, ia menoleh. Wajahnya kini jadi sangat dekat dengan Bima. Ella lalu menghadap ke depan lagi karena malu. Ia mengangguk mengakuinya, bahwa dirinya memang merindukan Maya.

"Aku harap Maya di sini," gumam Ella pelan yang masih bisa di dengar Bima.

Tanpa ia tahu Bima tengah menatapnya dari samping.

***

Jam malam, di depan kafe punch. Oska bersiap pulang, ia naik motornya. Ia melihat Maya keluar dan berjalan melewatinya.

"Naik, May," tawar Oska pada Maya.

Oska sering menawari tebengan untuk Maya karena toh mereka juga searah dan tetanggaan. Tapi Maya selalu menolak karena dia ingin olahraga sembari mengengeh dengan lebar seperti khasnya yang biasanya.

"Tidak usah, Kak. Tidak apa-apa." sahut Maya sembari tersenyum.

"Kenapa?"

"Kenapa apanya?"

"Apa?"

"Apa gimana?"

Oska menghela napas. "Kita kan tinggal di apartemen yang sama, kenapa tidak sekalian ikut aku? Apa aku harus menjelaskannya?"

"Oh itu, hehe. Sungguh tidak apa-apa kok, Kak. Aku memang mau jalan kaki, aku berterima kasih tawarannya."

Setelah itu Maya pulang sembari tersenyum riang, padahal seharian bekerja dan kuliah. Namun ia masih ceria seperti biasa. Oska hanya menatapnya.

"Kau tidak pulang?" tanya Gita yang mengagetkannya dari samping. "Kenapa kau melamun?"

Gita melihat Oska melamun di atas motornya sembari menatap ke arah jalan. Ia pun sadar kalau tengah memikirkan Maya. Setelah itu ia bersiap memakai helm dan bersiap pulang.

"Aku tidak melamun. Ya sudah aku pulang dulu ya," katanya pada Gita.

"Baiklah, sampai jumpa besok."

Setelah itu Oska pergi. Di jalan ia masih memikirkan Maya.