Sudut Pandang Theo
Theo terkejut.
Kedua matanya membulat tidak percaya. Tangannya menyentuh dagunya, terkadang sambil mengetuk dagunya. Benaknya seketika berkecamuk oleh ribuan pertanyaan terkait gadis berambut pendek di hadapannya yang terpisahkan oleh kaca. Meski Theo dapat melihat wujud anak itu, tapi dirinya tidak dapat melihat wujud Theo sebab di ruang sana hanya terlihat dinding putih bersih. Tidak sebaliknya.
"Siapa dia?" batinnya.
Ketika dia tertidur, layar monitor x-ray yang menunjukkan peningkatan suhu temperatur tubuhnya pun berwarna jingga-kemerahan yang menunjukkan adanya pengumpulan energi cukup besar atau energi aktif menjadi satu kesatuan dan di atas normal manusia. Detak jantungnya pun cepat seperti kuda berlari. Alur napasnya cepat.
Theo benar-benar sedang melihat peristiwa langka yang terjadi seumur hidupnya. Microchip yang telah dipasangkan di otak gadis itu mampu menunjukkan aktivitas alam bawah sadarnya.
Diambilnya papan kertas yang menampilkan deskripsi identitas beserta foto gadis itu.
"Eireen Imrgard, 17 tahun dari Ulva, dan ... kasta Shuvidarm..., "
"Kepribadian dengan melankolis tertinggi kedua..., "
Kedua matanya yang berwarna abu-abu itu membaca tiap kalimat yang tertulis di sana.
Tidak ada yang mengganjal pada identitasnya. Akan tetapi kalimat dalam batinnya terhenti. Tatapannya beralih ke sosok perempuan bernama Eireen yang masih terbaring lemah dengan kepala yang belum terlalu pulih bekas operasi penanaman microchip di otaknya.
"Kasta Shuvidarm ternyata ada yang memiliki kekuatan seperti ini, sejauh ini kukira hanya kerap dimiliki kasta Hulisarm, yakni kasta tertinggi saja, " batinnya.
"Akan tetapi, sebesar energi yang dimiliki orang, tapi ini paling besar!"
Rasa ketidak percayaan Theo masih berkecamuk dalam lubuk hatinya.
"Tingkat suhu tubuh naik 0,5%," ucap salah satu pria yang bertugas menjalankan operasi pemasangan microchip di otak setiap pemain takdir.
"Kurangi tingkat kejang 10%," seru Theo masih dengan pandangan tertuju pada perempuan super itu.
"Baik, tingkat kejang pada tubuh dikurangi sebanyak 10% aktif," seru pria berjubah putih itu menerima perintah Theo.
"Sepertinya ia masih belum biasa dengan kehadiran microchip di otaknya sehingga suhu tubuh nya naik drastis permenit meski sudah dibius total, " batinnya.
"Masuk akal!" ucapnya lirih.
Namun kekuatan yang dimiliki oleh Eireen masih belum terjawab.
"Aku harus berpikir keras agar dia tidak ketahuan dengan semua orang dan Mr. Gerald!" batinnya bertekad.
Kini seisi kepalanya sedang mencari segala cara agar Eireen tetap selamat. Bagaimanapun ia harus tetap melindungi anak ini dari orang-orang di sekitarnya, terlebih ia berasal dari kasta terendah dan merupakan manusia abnormal dengan bukti pancaran energinya.
"Operasi selesai, silakan pemain selanjutnya," ucap Theo dengan suara beratnya kepada semua kru yang bertugas.
"T—tapi, Pak, tingkat pulihnya belum mencapai 50%," kata salah satu dari mereka.
"Tidak apa-apa. Langsung segera bawakan anak ini ke ruang rawat inapnya sampai ia tersadar sebab masih banyak anak yang harus kita pasangkan micro-chip ini," sela Theo.
Tampak wajah salah satu kru pasrah. "Baik, Pak."
"Operasi selesai, lanjut pemain selanjutnya...," Seru pria itu kepada kru-kru kerjanya.
Seketika alat-alat sistem yang terhubung pada diri perempuan itu terputus dan mati. Namun microchip yang telah terpasang di otaknya tetap berfungsi. Untuk menghubungkannya lagi, harus memasukkan kode microchip ke dalam sistem aplikasi untuk mendeteksi pergerakan dan perkembangannya.
"Theo!" panggil Jane, datang menghampiri dirinya yang sedang merenung menatap wajah Eireen. Tampak dirinya membawa dua bungkus kertas makanan di tangan kirinya.
Seketika tatapannya beralih ke Jane sekilas. "Jane..."
Jane dengan wajah tersenyum memberikan sebungkus kertas makan siang untuk Theo.
Ia pun menerimanya dari wanita berambut merah manggis itu. "Makasih."
Langsung dilihat isi kemasan kertas tersebut yang berisikan roti Perancis dan sebotol air mineral. Dipisahkannya botol air mineral kecil itu dipindahkan di atas meja di hadapannya.
Wanita itu tidak menggubris perkataan Theo, hanya tersenyum. Lalu setengah terduduk di meja yang dipenuhi alat sistem yang menjalankan sistem operasi ini.
Jane mendesah kecil. Lalu menyantap roti Perancis dari balik kertas makanannya. "Sungguh hari yang melelahkan, bukan?"
"Ya begitulah," ucap Theo singkat.
Jane tidak menjawab. Ia kembali menggigit setiap bagian roti Perancis.
"Menjadi MC pembuka upacara kemarin merupakan pertama kaliku. Ya mau bagaimana lagi demi dinobatkan sebagai Komandan Pemimpin terbaik dalam permainan takdir yang ke-519 ini, ya kan," kata Jane.
Theo hanya terdiam, tidak menggubris kalimatnya yang mulai menyombongkan diri. Pria berambut ikat ekor kuda ini lanjut menggigit roti Perancisnya yang semakin meleleh di lidahnya. "Roti yang sangat enak. Kau membelinya di mana?"
"Oh, aku membelinya di kantin lantai dua, lho," jawab Jane.
"Benarkah? Aku bahkan tidak pernah menemukan roti seenak ini di sana," kata Theo.
"Mungkin kau kurang jauh mencarinya," kata Jane.
"Omong-omong, apakah kau setelah ini akan melanjutkan operasi penanaman microchip?" tanya Jane kembali.
"Tentu, sebagai Pelatih permainan takdir ke-519 harus melaksanakan tugasnya dengan baik," kata Theo dengan ekspresi datar. Namun kalimatnya berhasil menusuk dan mencela kalimat Jane sebelumnya.
"Ah oke, baiklah, Tuan Theo Zephyr yang tampan dan pintar," kata Jane dengan nada malas. "Aku juga demikian, setelah ini aku kembali ke ruang 2,07."
Tak lama kemudian, roti Perancis milik Jane telah habis termakan, hanya tersisa remahan.
"Oke, sampai jumpa setelah semuanya selesai! Jangan lupa akhir pekan ini ada rapat dengan Mr. Gerald sambil membahas rencana perkembangan permainan takdir ke depannya," katanya sebagai salam perpisahan sementara sebelum dirinya melangkah keluar dari ruangan. Kertas makanannya dan sebotol air mineral kecil yang telah habis itu dibuangnya di tempat sampah yang tersedia. Wujudnya menghilang dari balik pintu geser otomatis dengan sistem sensor langkah kaki.
Theo menghela napas.
Sementara pikirannya tidak dapat dibohongi meski ekspresi wajahnya terlihat baik-baik saja. Kini pikirannya masih tertuju pada Eireen, si gadis yang akan menjadi pemain dalam permainan takdir ke-519.
Ia menaruh harapan pada Eireen kali ini.
"Semoga ia tidak menjadi korban selanjutnya."