Chapter 95 - Ageha dan Arany

Saat ini Ageha dan Arany kembali bertemu di salah satu Cafe. Mereka tidak pernah bertemu di Cafe Heaven's Eden, karena Ageha merasa bahwa terlalu berbahaya jika membawa anggota ATS ke sana. Bahkan jika Arany bukan anggota ATS, Meister pasti akan menganggu dan membuat mereka kesal, jika mereka memilih tempat itu sebagai tempat pertemuan mereka.

Tidak ada alasan khusus saat mereka bertemu, mereka hanya seperti dua orang wanita muda yang sedang berkumpul dan bermain bersama. Seperti halnya hari ini, mereka bertemu hanya untuk jalan-jalan bersama, setelah seminggu tak bertemu.

"Maaf, apa kau menunggu lama?"

Arany berkata setelah dirinya sampai di tempat duduk Ageha.

"Tidak... Aku hanya datang terlalu cepat dan Aku juga tak terlalu lama menunggu... kau datang cukup cepat"

"Ya, agak memalukan, tapi Aku benar-benar menantikan saat kita bisa kembali bertemu!"

"Be-begitu, kah?!"

Ageha sedikit terkejut dengan hal yang tiba-tiba dikatakan oleh Arany. Wajahnya sedikit memerah saat mendengar kata-kata itu dan senyum milik Arany. Tentu saja Ageha sadar bahwa apa yang dikatakan oleh Arany hanya sebagai teman, tapi apakah Arany sadar bahwa apa yang dia katakan tadi bisa ditunjukan kepada kekasih juga? Ageha sedikit penasaran tentang hal tersebut.

Saat Ageha sedang sibuk dengan isi pikirannya sendiri, Arany saat ini sedang memilih menu dengan wajah yang tersenyum. Seperti yang telah diduga oleh Ageha, alasan Arany sangat senang adalah karena dia bisa bertemu dengan temannya.

Meskipun memiliki penampilan wanita modern dan sudah sangat populer sejak dirinya kecil, Arany sebetulnya jarang memiliki teman akrab. Ada banyak teman gadis yang iri pada penampilan Arany saat dia mulai menginjakan kaki di SMP. Teman-temannya dari SD juga sudah mulai menjauhinya satu persatu, baik karena mereka sudah beda sekolah atau karena mereka merasa tidak sebanding dengan Arany.

Memiliki teman seperti Ageha yang tidak pernah menilai dirinya lebih rendah atau lebih baik dari siapapun adalah sesuatu yang sangat menyenangkan bagi Arany.

Setelah memasan kue coklat dan susu coklat, Arany kembali melanjutkan perbincangannya dengan Ageha.

"Jadi apa yang akan kita lakukan hari ini?"

Mereka sudah melakukan banyak hal bersama, seperti berbelanja, makan kue mahal, karaoke dan pergi ke berbagai tempat lainnya yang jarang mereka datangi, bahkan mereka pernah bertandi di arcade.

"Hmm... kurasa kita bisa mengobrol sebentar di sini, sebelum memutuskan untuk pergi ke mana!"

"Kalau begitu, apa yang akan kita bicarakan di sini? Apakah tentang teman-teman kerjamu yang menyebalkan itu?"

"Sejujurnya Aku tidak ingin membicarakan mereka, tapi kurasa Aku ingin curhat tentang sesuatu yang berkaitan dengan mereka!"

"Apa itu?"

"Kau tahu, salah satu rekan kerjaku baru saja mengadopsi seorang anak dari paman dan bibinya yang meninggal, karena kecelakaan... dia hanya mengadopsinya sebagai adiknya, tapi dirinya tidak benar-benar tahu apa yang harus dilakukan, jadi dia meminta bantuanku untuk mengurusnya!"

"Apa yang terjadi?"

Senyum di wajah Arany menghilang, dia saat ini memasang wajah serius.

"Ini memang masalah yang agak rumit, tapi kau tidak perlu khawatir!"

Ageha mencoba membuat Arany tidak terlalu memikirkan perkataannya. Tapi sayangnya wajahnya yang saat ini terpasang senyuman canggung tidak dapat meyakinkan Arany untuk tidak khawatir.

"Jika kau tidak mau menceritakannya, maka Aku tidak akan bertanya lebih lanjut... kau bisa langsung mengatakan apa yang bisa kubantu!"

"Tidak, ini tidak seperti Aku tidak bisa mengatakannya... Aku hanya agak bingung apa yang harus kukatakan..."

Suasana mereka masih canggung. Ageha sedikit menyesal, karena membawa topik ini pada orang yang sangat serius seperti Arany. Dia pasti ingin membantu Ageha dengan sepenuh hatinya. Sejujurnya Ageha tidak ingin dia bertemu dengan Qita, karena Ageha tidak yakin apakah itu adalah ide yang baik atau tidak.

Setelah menyusun kata-kata di kepalanya, akhirnya Ageha mulai membuka mulutnya kembali dan menceritakan apa yang terjadi.

"Masalah utama yang dihadapi oleh temanku itu adalah anak yang dia dari pamannya itu sekarang nampak sangat murung dan jarang berbicara... dia bahkan lebih sering menghabiskan waktunya dengan mengurung diri di dalam kamarnya... sejujurnya, Aku tidak yakin apa yang harus kulakukan... apakah kau punya saran untuk itu?"

Meskipun Ageha melewatkan banyak detail pada ceritanya, tapi Arany tidak menanyakannya dan hanya berpikir dengan serius untuk menyelesaikan masalah itu.

Arany sudah tahu bahwa Ageha juga sudah kehilangan kedua orang tuanya sama seperti anak dalam ceritanya, tidak seperti dirinya yang masih memiliki kakek dan neneknya, meskipun dia sudah kehilangan Ibunya sejak dia masih bayi dan Ayahnya selalu mengabaikan keberadaannya saat dia masih kecil, jadi seharusnya Ageha lebih mengerti masalah ini dari pada Arany.

Meski begitu, Arany mengerti kenapa Ageha merasa kebingungan saat ini. Masalah ini bukanlah masalah sederhana yang bisa diselesaikan dengan mudah. Setiap orang berbeda-berbeda, jadi cara menangani mereka juga berbeda-beda.

"Sejujurnya saat Aku kecil, Aku juga sering kesepian... biasanya Aku akan mengurung diri di kamarku saat pulang dari sekolah, kakek dan nenekku tidak pernah mencoba berbicara padaku... sejujurnya Aku tidak yakin apakah Aku akan mendengarkan mereka atau tidak, jika mereka mencoba berbicara padaku... tapi kurasa Aku ingin seseorang menemaniku saat itu... kurasa kau hanya perlu menemaninya untuk sementara waktu, jika dirinya tidak ingin keluar dari kamarnya, mungkin kau bisa melakukan sesuatu di dalam kamarnya, seperti bermain atau bercerita!"

"Kurasa kau benar... Aku juga ingin memiliki teman yang bisa saling berbagi kesedihan saat Aku kecil dulu! Terima kasih, Aku akan memikirkan baik-baik saranmu tadi!"

Ageha memberikan sedikit senyum pada Arany yang dibalas dengan senyuman juga oleh Arany. Arany merasa senang, jika dia bisa membantu.

Saat itu, pesanan dari Arany datang. Wanita muda itu segera menyantap kue coklatnya dengan ekspresi gembira.

Sedanggkan Ageha kembali menyedot jus jeruknya yang dia pesan saat dia sampai di sini dan sempat dia abaikan ketika Arany datang.

"Apakah ada masalah lainnya? Merawat seorang anak seharusnya bukanlah perkerjaan yang mudah, kan?"

"Kau benar, sebetulnya kami juga menghadapi beberapa masalah lainnya... tapi kurasa selain masalah pendidikannya, apa yang kupikirkan adalah pakaiannya... meskipun dia adalah seorang gadis, tapi sayangnya dia tidak memiliki banyak baju... Aku memang memberikannya baju bekasku saat Aku seumurannya dulu, tapi jumlahnya tidak banyak... kami juga tidak punya banyak uang untuk membelinya banyak baju baru!"

"Memangnya dia tidak memiliki baju lamanya?"

"Soal itu..."

Ageha terdiam sebentar. Kali ini dia harus sepenuhnya berbohong untuk menjawab pertanyaannya, jadi dia tidak boleh terdengar mencurigakan.

"Temanku itu, dia tidak berasal dari keluarga yang bercukupan, hal yang sama juga terjadi pada kerabatnya yang lain... mereka hanya hidup dalam pas-pasan... bahkan keluarga si anak itu saat ini tidak memiliki rumah dan hanya mengontrak!"

"Begitukah... anak itu pasti menjalani hidup yang sangat sulit!"

"Hn... kurasa memang begitu..."

Suasana di antara mereka kembali jatuh ke dalam kesunyian yang canggung. Mereka tidak yakin apa yang harus mereka katakan selanjutnya.

Setelah berpikir sebentar, Arany akhirnya mengatakan apa yang dia pikirkan tadi pada Ageha.

"Bagaimana jika Aku memberikanmu beberapa baju lamaku... Aku menyimpan beberapa bajuku sewaktu kecil yang sangat kusukai dan kurawat dengan baik, kurasa ada satu atau dua atau mungkin tiga potong baju yang cocok untuknya! Jika tidak ada, maka kita bisa pergi berbelanja untuk mencari baju yang cocok dengannya... kalau masalah uang tenang saja, Aku yang akan membayar semuanya!"

"Tidak usah... Aku hanya ingin sedikit curhat, kau tidak perlu melakukan hal seperti itu!"

Ageha segera menolak penawaran Arany yang sangat bersemangat. Dia tidak ingin memanfaatkan kebaikan Arany. Masalah itu hanyalah masalah sederhana yang tidak perlu terlalu dipusingkan. Saat ini Qita masih memiliki pakaian yang layak pakai, jadi dia bisa memikirkan soal pakaiannya saat mereka mendapatkan uang lebih dari penjualan di Cafe.

"Kau bisa menganggap ini sebagai hadiahku untuknya! Aku juga berharap dia bisa kembali ceria! Jadi tolong biarkan Aku membantunya!"

Arany memegang kedua tangan menggunakan kedua tangannya dan memohon dengan sangat serius. Ageha menjauhkan wajahnya dari wajah Arany yang mendekatinya saat dia memohon. Sejujurnya Ageha benar-benar lemah pada orang yang memohon sampai seperti ini. Dia jadi kesusahan untuk menolak tawaran dari Arany.

"Baiklah... Aku mengerti... Aku mengerti, jadi menjauhlah dari wajahku!"

"Yay!"

Arany menjauhkan wajahnya dari wajah Ageha, lalu membuat pose kemenangan dengan mengangkat kedua tangannya sedikit ke atas bahunya. Sejujurnya Ageha merasa Arany sangatlah imut saat dia membuat pose kemenangannya.

"Kalau boleh tahu, siapa nama anak itu?"

Ageha terdiam saat mendengar pertanyaan itu. Setelah beberapa saat hening, dia akhirnya menjawab pertanyaan Arany.

"Maaf, sepertinya Aku tidak bisa memberitahumu nama anak itu.... Aku tidak yakin apakah Aku harus membocorkan namanya tanpa sepengetahuan dari temanku ataupun anak itu... sejujurnya temanku itu adalah overprotektif... maaf!"

"Begitukah, kalau begitu apa boleh buat..."

Senyum Arany kembali menghilang dan digantikan dengan ekspresi yang memiliki tanda-tanda kesedihan. Ageha tentu saja menyadari kesedihan di ekspresinya saat ini, tapi sayangnya dia tidak bisa melakukan apapun untuk menghiburnya. Dia tidak mungkin mengatakan nama asli dari anak itu pada Arany yang merupakan anggota ATS. Mereka juga belum menentukan nama palsu untuknya dan dia juga tidak bisa seenaknya memberikan nama palsu pada Arany, karena dia bukan Meister. Jadi untuk saat ini dia hanya bisa berpura-pura tidak menyadari kesedihan di ekspresi Arany.

Alasan Arany merasa sedih sebetulnya cukup sederhana. Dia hanya merasa bahwa Ageha masih belum membuka dirinya pada Arany. Meskipun mereka sudah menjadi teman, tapi sayangnya Ageha tidak pernah mengatakan nama-nama temannya yang lain pada Arany. Dia hanya menggunakan kata ganti untuk mereka, seperti yang dia lakukan pada pembicaraan mereka tadi. Ageha seperti mencoba untuk menutupi sesuatu darinya.

Mungkin itu juga adalah kesalahannya, karena tidak pernah menanyakan nama teman-temannya pada Ageha, seperti yang dia lakukan saat menanyakan nama anak itu.

"Kalau begitu, apakah kita berangkat sekarang saja?"

"Kau benar... kurasa lebih cepat, lebih baik!"

Arany dan Ageha saling melempar senyum yang memiliki sesuatu yang kosong di dalamnya.

Meski Arany tahu bahwa ada sesuatu rahasia yang disimpan oleh Ageha, tapi pada akhirnya dia tidak berani menanyakan alasan kenapa Ageha melakukan itu, karena dia takut, jika dia bertanya tentang hal tersebut, pertemanannya dengan Ageha akan berakhir.

Jadi dia memutuskan untuk mengabaikan hal tersebut dan menikmati waktunya bersama Ageha dan berpura-pura menjadi sahabatnya.

Keputusan itu adalah sesuatu yang sangat disesali oleh Arany di kemudian hari, karena jika tidak melakukan hal itu, maka dia pasti bisa melakukan sesuatu untuk Ageha. Andai saja, dia berani menanyakan rahasia yang dia tutupi, maka dia mungkin bisa mencegah tragedi yang akan terjadi pada Ageha dan teman-temannya di masa depan.