Chapter 76 - Masa lalu Roy (1)

Tendangan yang dilayangkan oleh Roy membuat tubuh Arya melayang dan menghantam dinding beton dengan sangat keras. Jika orang biasa yang menerima tendangan seperti itu, maka orang itu pasti akan langsung kehilangan kesadarannya dengan tulang yang hancur.

Arya memukul lantai dengan tinjunya. Dia merasa sangat kesal dan kecewa di saat yang bersamaan. Meskipun sudah satu setengah bulan mereka berlatih, tapi Arya masih tidak bisa menghadapi Roy. Bahkan teknik penyerapan energi yang diberitahukan oleh Meister masih tidak dapat dia kuasai.

Arya menyenderkan tubuhnya pada dinding beton di belakang punggungnya. Meskipun luka yang diderita oleh Arya sudah sembuh dan dia masih bisa melanjutkan pertarungan mereka, tapi dia tidak berniat untuk melanjutkannya untuk hari ini. Dia sudah menguras banyak tenaganya dan sangat lelah, belum lagi dia sudah menggunakan semua trik yang dapat dia pikirkan di pertarungan tadi dan semuanya dapat ditangkis oleh Roy dengan mudah, jadi dia tidak memiliki untuk mengalahkan Roy. Setidaknya untuk saat ini.

"Apa kau menyerah?"

"Maaf... biarkan Aku beristirahat..."

Roy bertanya dengan wajah datar, lalu dibalas dengan tidak bersemangat oleh Arya. Roy hanya menganggukan kepalanya untuk menandakan bahwa dia tidak masalah dengan Arya yang ingin mengambil istirahat.

Saat ini hanya ada mereka berdua di ruangan tersebut, sementara Ageha dan Meister masih sibuk membersihkan Cafe dan menyiapkan makan malam.

Setelah meletakan kembali katananya pada sarungnya, Roy berjalan mendekati Arya, lalu duduk di sampingnya.

Arya menekuk kedua kakinya, lalu dia memeluk kedua kakinya dengan kedua tangannya dan meletakan kepalanya di antara kedua kakinya dan dadanya. Arya nampak sangat tidak senang dengan hasil yang dia dapatkan dari latihannya kali ini.

Roy yang duduk di sebelahnya nampak tidak tahu harus mengatakan apa untuk menghibur pemuda tersebut. Memberikan kata-kata motivasi bukalah keahliannya, malahan semua hal yang berhubungan dengan komunikasi bukanlah ke ahliannya.

Karena bingung harus melakukan apa, Roy akhirnya memutuskan untuk meletakan tangannya di atas kepala Arya, lalu mengelusnya dengan lembut untuk menghiburnya.

Arya mengangkat kepalanya untuk melihat Roy yang tiba-tiba saja mengelus kepalanya.

"Ada apa?"

"... Tidak... apa-apa..."

Arya sudah tahu bahwa Roy adalah orang yang jauh lebih canggung dari pada dirinya sendiri, jadi Arya sadar bahwa apa yang dilakukan oleh Roy adalah caranya untuk menghibur Arya. Meskipun dia tidak suka diperlakukan seperti anak kecil, tapi Arya tanpa sadar tersenyum kecil saat melihat wajah canggung Roy. Meskipun wajahnya terlihat datar, tapi Arya bisa merasakan bahwa Roy saat ini tengah merasa malu.

"... Anu... Arya... apakah kau mau... mendengar ceritaku..."

Roy berkata dengan suara yang pelan dan terpatah-patah. Arya tidak memiliki masalah apapun untuk mendengar perkataannya dengan jelas, jadi dia langsung menganggukkan kepalanya. Roy pasti memiliki kesusahan untuk menyampaikan kata-kata tersebut, jadi dia tidak boleh menolak mendengar ceritanya, belum lagi dia juga sudah banyak menolong Arya.

"Ini adalah masa laluku... saat Aku masih memiliki kedua orang tuaku... dan adikku!"

Arya kembali menganggukan kepalanya, sebelum akhirnya Roy melanjutkan ceritanya.

Tubuh Roy terpental ke belakang, lalu menabrak dinding dengan luka memar di wajahnya. Orang yang menyebabkan hal tersebut adalah seorang pria yang memiliki otot-otot yang nampak sangat tebal dan keras, dia memiliki wajah yang sangat menakutkan dengan kumis yang tebal dan mata yang jatam.

"Ada apa, Roy!? Apakah hanya segitu saja kekuatanmu!?"

Pria besar tersebut nampak sangat marah dengan kemampuan yang ditunjukan oleh bocah tersebut. Tubuh Roy yang masih sangat kecil tersebut tidak dapat berhenti bergetar, karena ketakutan.

"Sayang, tolong hentikan!"

Seorang wanita tiba-tiba berlari menghampiri si pria menakutkan itu, dia merentangkan kedua tangannya di depan Roy agar si pria menakutkan tidak mendekatinya.

"Ada apa, Mattina? Apa kau tidak merasa kecewa dengan kemampuan anak kita!"

"Tapi Roy hanya anak kecil!"

"Mau anak kecil ataupun orang dewasa tidak masalah! Dengan kemampuan seperti itu, dia tidak akan bisa melindungi dirinya sendiri!"

Mattina nampak tidak bisa membalas perkataan suaminya, dia hanya memalingkan wajahnya dengan air mata yang menggenang di matanya. Si suami, Vader, segera menyingkirkan tubuh istrinya dari hadapannya Roy, lalu berdiri tepat di depan bocah yang masih berumur 10 tahun itu.

"Katakan! Berapa umurmu saat ini!?"

Suara dingin dan menakutkan Ayahnya membuat Roy kecil tidak dapat membuka suaranya, karena bibirnya gemetaran hebat.

"Apakah mulutmu itu bisu!? Atau apa kau tidak bisa mendengar suaraku!?"

Suara bentakan itu membuat tubuh Roy menjadi semakin gemetaran. Dia sekarang bahkan tidak dapat menjawab pertanyaan tersebut, meskipun dia ingin melakukannya.

"... A...."

"Ada apa!? Aku sama sekali tidak bisa mendengarmu! KATAKAN DENGAN SUARA YANG LEBIH KERAS!"

Roy sudah mencoba sekuat tenaga, tapi suaranya tetap tidak mau keluar. Air mata mulai menggenang di kedua mata bocah kecil itu saat tubuhnya semakin gemetaran tak terkendali.

"Jika kau lelaki! Jangan menangis!"

Sepertinya Ayahnya tidak akan pernah berhenti membentaknya, jika dia tidak bisa menjawab pertanyaan itu, tapi suara Roy benar-benar tidak bisa keluar sedikitpun. Roy memang bukan orang yang suka berbicara sejak awal, tapi bukan berarti dia tidak bisa berbicara sama sekali. Saat ini tubuhnya yang gemetaran benar-benar menghalanginya untuk berbicara.

"Apa kau benar-benar tidak bisa berbicara!? Jika kau memang begitu, Aku akan menjawab pertanyaan itu! Kau sudah berumur sepuluh tahun! Itu artinya kau sudah berada di dunia ini selama sepuluh tahu! Apakah kau tidak apa-apa untuk tetap menjadi lemah dan menjadi orang yang selalu dilindungi!?'

Roy tidak mengatakan apapun. Suaranya masih tidak mau keluar dari tenggorokannya. Matanya mencoba menatap mata Ayahnya yang menakutkan, tapi dia tidak bisa, dia segera mengalihkan pandangannya ke tempat lain.

"Jangan alihkan pandanganmu, hanya karena kau merasa takut!"

Sang Ayah sadar betul, jika dirinya adalah orang yang paling ditakuti oleh Roy saat ini dan penyebab anaknya itu tidak dapat membuka suaranya. Meski begitu, dia tetap mengajar Roy dengan cara yang kasar dan menakutkan. Hal ini bukan karena dia membenci anaknya atau alasan negatif lainnya, tapi dia hanya ingin Roy dapat menjadi anak yang kuat dan dapat melindungi orang-orang yang berharga baginya.

Meskipun Ayahnya sudah mengatakan hal tersebut, tapi Roy kecil hanya dapat melihat kaki Ayahnya. Dia tidak berani sedikitpun untuk mengangkat wajahnya dan melihat wajah menakutkan Ayahnya.

"Apa kau benar-benar tidak dapat melihat mata Ayahmu sendiri? Aku tidak ingin membesarkan anak yang seperti itu!"

Pemandangan Ayah Roy yang menakutkan seperti itu sebetulnya baru terjadi hari ini. Ayahnya memang tegas dan ketat, tapi dia tidak pernah memukul Roy dengan keras, apalagi sampai membuat tubuhnya gemetaran tanpa henti.

Roy yang waktu itu masih anak-anak, sama sekali tidak menyadari apa niat Ayahnya yang sebenarnya, kenapa dia harus bersikap sangat kasar pada anaknya sendiri. Dia hanya mengerti bahwa Ayahnya akan terus bertindak seperti itu mulai hari itu. Meskipun pengalaman itu adalah pengalaman yang sangat menakutkan baginya, tapi pengalaman itu juga adalah hal yang sangat berharga baginya di kemudian hari.

Meskipun apa yang dia bisa lakukan waktu itu hanyalah ketakutan dan gemetaran sambil bertanya-tanya kenapa Ayahnya melakukan hal-hal yang kejam seperti itu padanya, tapi di kemudian hari, Roy merasa sangat berterima kasih dan bersyukur pada Ayahnya, meski hal itu sudah terlambat.