Chapter 77 - Masa lalu Roy (2)

Ditendang dan dipukul adalah hal yang biasa dialami oleh Roy yang baru berusia 10 tahun. Ayahnya selalu saja membawanya ke tempat mirip dojo yang dibuat khusus oleh Ayahnya untuk melatih putra tertuanya tersebut.

Setiap kali pulang sekolah, Roy akan selalu disambut oleh Ayahnya di depan pintu. Roy bahkan sampai bertanya-tanya, apakah Ayahnya selalu berdiri di depan pintu rumah mereka untuk menunggunya pulang tanpa melakukan apapun. Bahkan Roy bertanya-tanya apakah Ayahnya pergi berkerja atau tidak. Roy bahkan tidak yakin perkerjaan apa yang dimiliki oleh Ayahnya, jadi dia tidak tahu pasti kapan seharusnya Ayahnya pergi berkerja.

Apa yang dia tahu adalah Ayahnya akan memukuli tubuhnya sampai dia kehilangan kesadarannya. Karena dirinya bukanlah manusia biasa, maka lukanya akan cepat sembuh, jadi hal tersebut tidak akan mempengaruhi kehidupannya di sekolah. Meski begitu, rasa sakit dan ketakutan yang dia rasakan adalah nyata dan tidak bisa dia lupakan begitu saja.

Ibunya sudah mencoba beberapa kali untuk membujuk Ayahnya menghentikan tindakan kekerasan yang dia lakukan pada Roy, tapi hal itu tidak pernah membuahkan hasil apapun. Ayahnya pada akhirnya akan memarahi Ibunya dan tetap memberikan pelatihan kerasnya pada Roy.

Hari ini tak berbeda, Roy terbaring tak berdaya dan kehilangan kesadarannya di dojo. Ibunya akan membawa tubuh penuh luka Roy ke tempat tidur, lalu menyiapkan makanan agar Roy bisa segera mengisi perutnya begitu dia terbangung. Makan adalah cara tercepat bagi mereka untuk menyembuhkan luka-luka mereka.

Butuh waktu cukup lama bagi Roy untuk kembali sadar. Mata melihat isi kamarnya, sebelum hidungnya mencium bau makanan yang diletakan di samping tempat tidurnya. Roy segera bangkit dari tempat tidurnya dan melahap makanannya. Meskipun makanan itu sudah dingin, tapi Roy tetap memakannya dengan lahap dan hanya butuh beberapa detik untuk menghabiskan semua makanan di piringnya.

Setelah kembali memperhatikan seluruh kamarnya dan tak menemukan seorangpun, Roy kembali berbaring di tempat tidurnya. Besok kemungkinan dia juga akan berakhir sama seperti hari ini, jadi lebih baik dia segera menyembuhkan seluruh lukanya agar dia siap untuk menghadapi siksaan Ayahnya.

Saat dirinya akan menutup matanya, dia memperhatikan pintu kamarnya sedikit terbuka, lalu beberapa detik kemudian, dia bisa melihat sebuah kepala kecil milik seseorang yang dia kenal mencuat dari celah di pintunya.

"Anu... kakak... apakah kau punya waktu untukku?"

Roy menganggukan kepalanya pada pertanyaan adiknya yang ragu-ragu untuk masuk ke kamarnya. Setelah menunjukan senyuman lebarnya, dia kemudian bergegas mengambil bangku yang ada di kamar Roy, lalu melatakannya di dekat kasur Roy, lalu duduk di bangku tersebut.

"Ada apa?"

"Hnn... Aku hanya ingin mengobrol dengan kakak!"

"Hmmm? Mengobrol apa?"

"Bagaimana dengan sekolah? Apakah ada hal yang menyenangkan terjadi di sekolah?"

Adiknya hanya berbeda 3 tahun darinya dan dia juga adalah adik kelasnya di sekolah, jadi seharusnya tahu bahwa tidak ada hal yang menyenangkan terjadi di sekolah mereka.

"Aku hanya belajar!"

"Bukan itu yang kumaksudkan! Apakah kakak habis melakukan sesuatu yang luar biasa? Kata Ayahnya kakak selalu melakukan yang terbaik untuk masa depan, makanya kakak selalu menghilang saat siang hari!"

Begitukah, adiknya sama sekali tidak tahu apa yang terjadi padanya. Mereka selalu pulang ke rumah di jam yang berbeda, karena biasanya adiknya akan menghabiskan waktu sebetar bersama teman-teman sekolahnya. Ayahnya juga langsung menyeretnya ke dojo dan tak membiarkan siapapun untuk masuk ke sana, begitu dia bertemu dengan Roy yang baru pulang dari sekolahnya. Jadi wajar bila adiknya tidak menyadari apa yang diperbuat Ayah mereka pada Roy.

Roy tidak tahu kenapa Ayahnya merahasiakan hal tersebut dari adiknya, tapi sepertinya dia juga harus menjaga mulutnya.

"Aku hanya sedang berlatih... tidak ada yang istimewa!"

Adiknya, Riki, kembali menunjukan senyuman lebar. Sepertinya dia sangat menikmati mengobrol bersama kakaknya.

"Nah, latihan macam apa yang kakak jalani? Apakah itu adalah latihan super yang bisa membuat kakak menjadi super hero? Apakah suatu saat nanti kakak akan menjadi super hero?"

Sebuah senyuman polos yang tidak memiliki dosa apapun terpampang dengan jelas di wajah adiknya. Roy mengangkat tangannya dan meletakannya di atas kepala adiknya, lalu mengelusnya dengan lembut. Dia juga tak lupa untuk menunjukan senyumannya pada adiknya. Sangat lucu melihat adiknya yang benar-benar percaya dengan keberadaan super hero.

"Entahlah...."

Jawab Roy dengan suara yang pelan. Senyuman langsung menghilang dari wajah adiknya, begitu dia mendengar jawaban dari Roy. Dia kemudian menampilkan wajah tidak senangnya.

"Ehhh!? Kenapa? Kakak adalah orang yang sangat kuat dan hebat, jadi kenapa tidak jadi super hero saja?! Kalau begitu, Aku bisa menjadi tangan kanan kakak!"

Masih mengelus kepala adiknya, Roy memberikan jawabannya.

"Aku masih lemah..."

"Kakak pasti menjadi sangat kuat di masa depan! Aku jamin! Kakak juga setiap hari berlatih dengan keras, kan? Jadi kakak pasti akan menjadi sangat kuat di masa depan!"

Roy hanya tersenyum mendengar hal tersebut. Apa yang dia lakukan selama ini hanya dihajar oleh Ayahnya dan tak melakukan apapun, jadi bagaimana mungkin dia bisa menjadi sangat kuat. Tidak akan terjadi apapun, jika apa yang dia lakukan hanya gemetaran dan ketakutan.

Saat itulah, Roy menyadari sesuatu. Dia menyadari hal yang seharusnya dia sadari sedari awal. Senyum semakin melebar di wajah Roy, lalu dia mengacak rambut adiknya dengan lebih keras.

"Aku akan berusaha!"

Setelah mengatakan itu, adiknya lalu kembali tersenyum, lalu menganggukan kepalanya. Setelah mereka puas mengobrol, akhirnya adiknya meninggalkan Roy sendirian di kamarnya.

"Selamat tidur, kakak!"

Sebelum menutup pintu kamar Roy, adiknya sempat memberikan salam selamat tidur. Roy hanya menganggukan kepalanya untuk menanggapi salam tersebut.

Setelah itu, Roy kembali bebaring di kasurnya, lalu menutup matanya. Tak lama kemudian, dia telah terlelap ke dalam tidurnya.

Keesokan harinya, setelah pulang sekolah. Roy saat ini kembali berhadapan dengan Ayahnya, tapi sebelum Ayahnya sempat melakukan sesuatu padanya, Roy sudah memberikan tanda bagi Ayahnya untuk berhenti dengan membuat telapak tangannya menghadap Ayahnya.

"Ada apa? Apakah kau takut?"

Ayah Roy, Vader, bertanya dengan tatapan tajam pada anaknya yang mencoba menghentikan dirinya untuk melakukan kebiasaan mereka beberapa hari belakangan ini. Meskipun dia bertanya apakah anak takut atau tidak, tapi dari tatapan matanya Vader sudah mengtahui bahwa Roy saat ini tidak merasakan takut sama sekali, tidak seperti yang biasanya terjadi.

"Sebelum kita mulai berlatih, ada satu hal yang ingin kutanyakan padamu, Ayah?"

"Apa itu?"

"Kenapa kau melakukan semua ini?"

"TENTU SAJA UNTUK MEMBUATMU KUAT!!!"

Vader dengan hanya marah dan menakutkan langsung mencoba untuk menyerang Roy dengan tinjunya. Dia merasa marah dengan pertanyaan bodoh anaknya. Dia sudah sering mengatakan hal tersebut, tapi bagaimana bisa anaknya tidak menyadari apa yang dia bicarakan selama ini dan masih mencoba untuk menanyakan hal seperti itu padanya.

Saat tinjunya hampir mengenai wajah Roy, anak kecil itu segera berguling untuk menghindarinya. Vader lantas terkejut dengan apa yang baru saja terjadi. Roy baru kali ini mencoba untuk menghindari serangannya, jadi dia tidak sedikitpun mengira bahwa Roy akan dapat menghindari serangannya dengan sempurna. Meskipun dia masih membuat terlalu banyak gerakan yang tidak perlu, tapi dia tetap saja berhasil mengelak dari serangan Ayahnya tanpa terluka sedikitpun.

"Oh, jadi sekarang kau sudah bisa menghindari seranganku!"

Ayahnya memberikan senyuman puas pada Roy. Roy juga nampak sedikit tersenyum saat mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Ayahnya.

"Kenapa Aku harus menjadi kuat?"

Untuk menanggapi pertanyaan Roy, Ayahnya menyiapkan tinjunya sekali lagi, tapi kali ini Roy bisa merasakan bahwa tinju itu lebih bertenaga dari sebelumnya.

"BUKANKAH AKU SUDAH MENGATAKAN BAHWA ITU AGAR KAU BISA MELINDUNGI HAL-HAL YANG BERHARGA BAGIMU!!!"

Ya, itu benar. Ayahnya selama ini sudah memberikan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang tidak ditanyakan oleh Roy sebelumnya. Mungkin ini kesalahan Roy karena tidak pernah memperhatikan hal tersebut sebelumnya.

Setelah itu mereka kembali melanjutkan latihan yang biasanya mereka lakukan. Roy memang masih berakhir babak belur dan tak sadarkan diri, tapi kali ini dia masih memiliki tekad yang kuat untuk bangkit kembali dan tidak menyerah pada Ayahnya.

Jika dipikirkan lagi, apa yang dia lakukan sejak hari itu adalah hal yang sama yang dia lakukan dengan Arya, tapi kali ini dia berada di posisi Ayahnya, sedangkan Arya berada di posisinya. Arya sama sepertinya yang lemah dan tak berdaya saat menghadapi Ayahnya yang jauh lebih kuat dan besar dari pada dirinya.

Mungkin itulah salah satu alasan kenapa Roy saat ini mau membantu Arya, meskipun dia tidak akan mendapatkan apapun sebagai balasannya. Itu karena mereka terlalu mirip satu sama lain. Tak salah lagi, jika Arya saat ini adalah cerminan masa lalu dari Roy.