Di sebuah taman yang memiliki latar berwarna putih, seorang bocah dengan tubuh kecilnya sedang bermain ayunan dengan sosok seorang wanita yang berdiri di belakangnya. Wanita itu akan membantu bocah itu mengayunkan ayunannya, setiap kali ayunan tersebut berhenti.
Tidak ada orang lain yang terlihat di taman itu, selain mereka berdua. Meskipun taman itu nampak sangat kosong, tapi taman itu tetap terisi dengan kecerian dan kehidupan, karena kedua orang tersebut. Taman itu seakan adalah dunia yang hanya dimiliki oleh mereka berdua.
"Waaaahhhh!!!"
Senyuman ceria terpampang jelas di wajah si bocah lelaki tersebut, begitu juga dengan si wanita yang berada di belakangnya yang ikut tersenyum saat melihat senyuman milik si bocah lelaki.
"Ibu lebih cepat lagi!"
"Tidak, Arya... kau akan terluka nanti!"
"Ehhh!"
Si bocah lelaki, Arya, nampak tidak senang dengan jawaban Ibunya. Sementara Ibunya hanya tertawa kecil melihat reaksi lucu anaknya.
"Kau boleh bersenang-senang, tapi kau juga jangan lupakan keselamatanmu!"
"Ehhh... tapi Aku ingin lebih cepat lagi!"
Arya kecil mengembungkan pipinya dan mengerutkan mulutnya dengan lucu. Si Ibu kembali tertawa kecil.
"Mau cepat atau tidak, sama saja, kan? Ibu akan selalu ada untukmu di sini."
"Tapi lebih cepat itu lebih asik!"
"Kalau begitu, Ibu tidak akan bermain denganmu lagi! Ibu tidak suka bermain dengan anak yang tidak mau menurut!"
"Tidak mau!"
Kali ini wajah si bocah berubah menjadi sedih. Ayunan yang tadi terus bergerak sekarang mulai berhenti. Tangan kecil Arya menggenggam dengan kuat rantai ayunan dan matanya mulai mengeluarkan air mata.
"Aku tidak ingin bermain, jika tidak bersama dengan Ibu!"
Arya kecil mengarahkan wajahnya ke arah Ibunya sambil memperlihatkan genangan air di matanya. Air matanya nampak akan tumpah kapan saja.
"Maaf, maaf... Ibu tidak serius, kok!"
Si Ibu memeluk tubuh kecil Arya untuk menenangkan bocah itu yang nampak akan menangis kapan saja. Dalam pelukan si Ibu, air mata yang menggenang di matanya akhirnya tumpah dan membahasi baju sang Ibu.
"Uwaaaahhhh!"
"Yosh, yosh... maaf, ya... Ibu akan menemani Arya bermain, kok... jadi jangan menangis, ya..."
Si Ibu mengelus rambut Arya agar anaknya dapat berhenti menangis. Kemudian Arya melepaskan pelukan Ibunya pada tubuhnya, lalu menatap Ibunya.
"Ibu janji?"
Arya berkata sambil menunjukkan jari kelingkingnya ke hadapai si Ibu.
"Ya, Ibu janji!"
Si Ibu kemudian menautkan jari kelingkingnya pada jari kelingking kecil milik anaknya. Senyum kembali ke wajah Arya kecil, begitu juga sang Ibu yang kembali tersenyum saat melihat senyum anaknya.
Kemudian, pemandangan itu berubah. Tubuh Ibu Arya kemudian berubah menjadi warna merah, seperti tertutupi oleh darah.
Arya kecil tentu saja terkejut dengan perubahan mendadak itu. Sebelum dia bisa mengatakan apapun, dia kemudian melihat Ibunya tergeletak di lantai dengan genangan darah yang membasahi tubuhnya.
Pemandangan taman yang ada di sekitar mereka, entah sejak kapan sudah berubah menjadi dapur rumah mereka. Bukan cuma itu saja, tubuh Arya yang semula hanya berukuran anak lima tahun, sekarang sudah memiliki tubuh seorang pemuda berusia 20 tahun.
"Tidak... Ibu.... tidak..."
Arya mencoba mengulurkan tangannya menuju tubuh Ibunya yang tergeletak di tanah, tapi dia menghentikannya saat melihat tangannya yang entah sejak kapan sudah berlumuran darah. Arya membalik kedua tangannya dan melihat bahwa kedua telapak tangannya telah diwarnai oleh warna merah, warna yang sama dengan warna yang menghiasi tubuh Ibunya.
"TIIIIIIDAAAAAAAAKKKKKK!!!"
"IBUUUUUUUU!!!"
Arya terbangun dari mimpi buruknya sambil mengulurkan tangannya. Keringat bercucuran dengan sangat hebat dari seluruh tubuhnya dan nafasnya terlihat tidak teratur.
Arya saat ini berada di dalam suatu kamar yang berada di ruang rahasia di bawah tanah. Hanya ada dirinya di ruangan rahasia itu, karena yang lain tidur di kamar mereka masing-masing yang berada di lantai atas.
Arya bangkit dari tempat tidurnya, lalu berjalan menuju kamar mandi. Dia kemudian membasuh wajahnya dengan air di wastafel.
Arya kemudian melihat wajahnya di pantulan cermin di hadapannya. Matanya nampak sembab. Tidak perlu ditanya lagi, Arya sudah tahu bahwa matanya menjadi seperti itu, karena dirinya habis menangis saat dia sedang bermimpi.
Hal ini sudah sering dialami oleh Arya, malah setiap malam dia selalu memimpikan hal yang sama, yaitu tentang kenangan masa lalunya bersama Ibunya, lalu berganti ke adegan saat dia menemukan Ibunya tergelatak di atas lantai.
Dia mungkin sudah berhasil menipu orang lain, karena mereka tidak ada yang sadar bahwa Arya selalu mengalami mimpi buruk. Selalu tinggal sendirian di ruangan ini mungkin memang suatu keberuntungan bagi Arya, karena dia bisa menutupi mimpi buruknya dari yang lain. Arya sudah tidak ingin merepotkan mereka lagi dengan masalah yang tidak ada habisnya.
Dia teringat kembali akan permintaan Meister padanya.
"Apakah orang yang tidak bisa bahagia sepertiku, bisa membuat orang lain bahagia?"
Arya mengatakan pertanyaan yang berulang kali dia tanyakan di dalam kepalanya saat menerima permintaan tersebut.
Kepalanya terasa sangat pusing, jadi setelah sekali lagi membasuh wajahnya, dia berjalan ke luar kamar mandi, lalu mencari minuman di dapur. Dia mengeluarkan sekotak besar susu yang berada di dalam lemari es, lalu dia membuka segel yang berada di tutup kotak tersebut, sebelum meminum isi kotak tersebut sampai habis.
Hal ini selalu dia lakukan setiap malamnya, jadi tidak ada lagi orang yang menanyakan tentang kebiasaannya tersebut. Meskipun Ageha dan Meister pada awalnya mengkritik Arya tentang kebiasaan borosnya, tapi pada akhirnya mereka tetap membiarkan Arya melanjutkan kebiasaan barunya. Mereka bahkan sudah tidak lagi cerewet dengan hal tersebut dan hanya membelikan Arya kotak-kotak susu lainnya, bahka Roy tidak hanya membelikannya susu, tapi juga berbagai macam daging yang bisa Arya makan saat dia lapar.
Hal itu mungkin disebabkan karena mereka sudah tahu jika Arya membutuhkan nutrisi yang jauh lebih banyak dari mereka, makanya mereka tidak serius melarang Arya melakukan kebiasaannya. Arya memang merasa tidak enak pada mereka, tapi untuk saat ini dia harus mengandalkan mereka, tapi dia bersumpah pada dirinya bahwa dia akan membalas perbuatan baik mereka.
Arya tidak merasa lapar sama sekali, jadi setelah membuang kotak susu tersebut, Arya kembali ke kamarnya. Meskipun dia tetap terjaga, tidak akan ada hal yang bisa dia lakukan di ruangan yang sangat sepi itu sendirian. Meskipun dia mencoba berlatih sendirian, pada akhirnya hasilnya tidak akan terlalu bagus. Lebih baik dia beristirahat kembali agar dirinya tidak membuat orang lain khawatir, karena melihat wajahnya yang nampak pucat dan tak bertenaga, saat mereka memeriksa keadaan Arya.
Arya kembali menutup matanya untuk membuatnya kembali tertidur. Meskipun dia mungkin akan mengalami mimpi buruk lagi saat dia kembali tertidur, tapi sebetulnya dia juga merasa bersyukur tentang hal tersebut. Karena hanya di dalam mimpinya, Arya bisa kembali bertemu dengan Ibunya.
Dia tidak masalah, jika hal itu hanya mimpi atau ilusi belaka. Selama dia masih bisa melihat wajah tersenyum Ibunya, maka dia akan dengan senang hati melakukan apapun, meskipun yang menunggunya di akhirnya hanyalah neraka.