Chereads / Dunia Monster : Kehidupan Manusia Serigala dimulai / Chapter 74 - Latihan menyerap energi

Chapter 74 - Latihan menyerap energi

"Ingat Arya, kau sebetulnya tidak perlu melakukan hal khusus untuk dapat menyerap semua energi di sekelilingmu, kau hanya perlu membiarkannya merasukimu!"

Arya menganggukkan kepalanya tanda mengerti atas instruksi yang diberikan oleh Meister.

"Tapi sepertinya kau masih belum bisa merasakan energi tersebut, jadi Aku akan memberitahukanmu cara untuk merasakannya!"

Arya kembali menganggukan kepalanya.

"Pertama-tama, kau harus membuat dirimu tenang dan nyaman, jangan sampai tegangan menguasai dirimu!"

Arya sekali lagi mengangguk.

"Nah, Arya. Apakah kau tidak ingin mengatakan apapun?"

"Aku hanya ingin cepat-cepat berlatih!"

"Entah mengapa Aku merasa seperti sedang berbicara sendiri, jika kau tidak membalas apapun!"

Arya tidak mengatakan apapun untuk membalas perkataan Meister. Dia tidak terlihat peduli dengan apa yang dirasakan oleh Meister saat ini. Dia memang bisa dikatakan sangat egois dan hanya mementingkan dirinya sendiri, tapi dia memang tidak memiliki hal apapun untuk dikatakan padanya, jadi dia memutuskan hanya untuk menutup mulutnya.

"Jika kau tidak mau mengatakan apapun, itu tidak masalah.... tapi kau tidak akan bisa merasakan energi di sekelilingmu jika kau tetap tidak bisa membuat dirimu merasa rileks dan cara termudah untuk melakukannya adalah dengan membuatmu merasa senang!"

"Apakah Aku harus merasa senang untuk dapat menggunakan kekuatan ini?"

Jika seperti itu kasusnya, maka kemungkinan Arya tidak akan pernah bisa menggunakan kekuatan itu untuk pertarungan, karena dia merasa bahwa tidak mungkin baginya untuk merasa senang saat sedang bertarung dengan orang lain. Dia bahkan tidak merasa senang sama sekali saat berlatih dengan Roy.

"Tentu saja tidak! ini dilakukan agar tubuhmu bisa menerima apa yang ada di sekelilingmu! Kurasa ini mirip dengan menerima perasaan dari berbagai orang di sekitarmu!"

"Kalau begitu, bukankah bermain akan membuatku lebih bisa menguasai kemampuan ini dari pada berlatih?"

"Sebetulnya bukan begitu cara kerjanya, kau memang perlu untuk merasa senang, tapi kau juga harus memperhatikan sekitarmu! Jadi melakukan sesuatu yang kau lakukan sendirian tidak akan membantumu!"

"Jadi maksudmu, Aku harus mengobrol denganmu?"

"Sebetulnya kau bisa melakukan hal apapun asalkan kau melakukannya bersama orang lain dan merasa senang!"

"Bukankah itu sama saja dengan bermain?"

"Tidak, jika kau berencana untuk bermain sendirian! Kau ingin bermain sendirian, kan?"

"Ya... kau benar..."

Entah bagaimana caranya Meister dapat menebak jalan pikiran Arya dengan mudah. Apakah itu karena cara berpikir Arya dan Roy mirip? Dia bisa menebak pikiran Arya dengan mudah, karena dia sudah terbiasa menebak cara berpikir Roy.

"Apakah kau saat ini bertanya-tanya, kenapa bisa merasa senang dapat membuatmu menjadi kuat?"

Arya menganggukan kepalanya. Dia memang bertanya-tanya tentang hal tersebut. Sejujurnya dia merasa bahwa itu adalah hal yang tidak masuk akal.

"Seperti yang telah kukatakan sebelumnya, kau hanya perlu membiarkan energi di sekelilingmu untuk merasuki tubuhmu! Aku sendiri kurang yakin, karena Aku sebetulnya tidak memiliki kemampuan seperti itu, tapi manusia serigala nampaknya memang bisa melakukan hal tersebut pada malam hari... lalu latihan yang paling tepat untuk menguasai hal tersebut adalah menerima perasaan dari sekelilingmu atau menyatukan perasaanmu dengan sekelilingmu... perasaan senang adalah hal yang mudah untuk dibagikan antara satu sama lain, meskipun perasaan sedih juga bisa melakukannya, tapi kurasa akan lebih mudah merasa senang dari pada merasa sedih... lagi pula, Aku tidak ingin merasa sedih! Apakah kau mengerti!"

"Aku mengerti!"

"Bisakah kau menjawabku dengan kalimat yang lebih panjang? Aku sudah mengatakan hal panjang lebar, tapi kau hanya membalasnya dengan kalimat yang singkat yang bahkan tidak pantas disebut kalimat! Kau membuatku merasa seperti orang yang banyak bicara!"

'Bukankah itu karena kau memang orang yang banyak bicara!?' Arya hanya memikirkan itu di dalam kepalanya dan tidak berencana mengatakannya secara langsung pada pria tua di hadapannya. Dia tidak ingin mengatakan sesuatu yang tidak perlu dan hanya menguras tenaga.

"Kau benar-benar mirip dengan Roy... meskipun kalian juga sangat berbeda di saat bersamaan, tapi Aku yakin bahwa kalian bisa terlihat seperti adik-kakak, jika dilihat dari bagaimana kalian berbicara dan cara kalian berpikir!"

Tiba-tiba saja Meister mengubah topik pembicaraan dan malah membicarakan Arya dan Roy. Meister menunjukan senyuman pada Arya, sebelum melanjutkan ceritanya.

"Saat Aku pertama kali bertemu dengannya, Aku sama sekali tidak tahu apa yang harus kulakukan! Dia terlihat seperti gelandangan yang habis dipukuli oleh massa, belum lagi dia tidak mau berbicara sedikitpun!"

"Kenapa kau menceritakan hal itu padaku?"

Sejujurnya Arya tidak begitu suka membicarakan orang yang tidak ada berada di dekatnya saat ini. Dia tidak suka membicarakan orang di belakang orang tersebut. Setidaknya dia tidak akan mengatakan namanya, jika dia memang harus membicarakan orang tersebut.

"Tidak ada alasan khusus, Aku hanya merasa nostalgia..."

"Apakah Roy mengalami hal yang sama denganku?"

Tanpa sadar Arya menanyakan hal tersebut. Nada yang digunakan oleh Meister saat mengatakan hal tersebut terdengar sangat sedih, jadi dia berpikir bahwa Roy telah melewati hal yang juga sangat menyedihkan. Arya sudah menduga bahwa semua orang di tempat ini telah menjalani hal yang menyedihkan, tapi Arya tidak pernah tahu hal apa yang telah mereka lalui.

Alasan pertama dia tidak melakukan itu adalah karena dia tidak ingin mengungkit masa lalu seseorang, apalagi jika masa lalu tersebut dapat membangkitkan trauma dari orang tersebut. Alasan lainnya adalah karena dia takut untuk mendengar cerita tersebut.

"Seperti yang bisa kau lihat, orang-orang di sini sangat ingin menolongmu, padahal kalian baru berkenalan selama beberapa hari... mereka berdua bahkan tidak mau mendengarkanku... kurasa kau bisa menebak alasannya, kan?"

"Apa itu karena Aku mengingatkan mereka pada masa lalu mereka?"

"Kau tidak salah... terutama Roy... dia pasti sudah menganggapmu sebagai adiknya sendiri, bahkan tanpa dia sadari!"

Arya tidak menanyakan alasan kenapa Roy bisa menganggapnya sebagai adik, karena Arya bisa menebak bahwa Arya telah mengingatkannya pada adiknya. Karena Arya tidak pernah melihat adiknya ataupun mendengar seseorang menyebutkannya, maka Arya bisa mengambil kesimpulan bahwa telah terjadi hal yang buruk pada adiknya.

"Tapi Aku tetaplah bukan adiknya!"

"Meski begitu, cobalah untuk tetap menerima perasaannya... hal itu juga yang akan membuatmu dapat menyerap energi di sekelilingmu!"

"Bukankah itu lebih mirip menyerap perasaan dari pada menyerap energi?"

"Kau bisa menyebutkannya seperti itu juga!"

Arya terdiam. Dia tidak tahu apa yang harus dia katakan selanjutnya.

"Kau mungkin tidak akan merasa senang, setelah mendengar apa yang kukatakan tadi... akan tetapi, Aku yakin kau akan berusaha merasa senang saat berada di dekat Roy, setelah Aku mengatakan ini.... tolong buat Roy merasa bahagia kembali!"

Meister menundukan kepalanya saat mengatakan hal tersebut. Arya sampai dibuat terkejut dengan permintaannya tersebut.

Saat ini Roy sudah meninggalkan tempat latihan mereka dan Arya tidak bisa merasakan keberadaannya sama sekali, jadi ini mungkin memang adalah saat yang tepat bagi Meister untuk mengatakan hal tersebut. Mungkin dia akan merasa malu dan canggung, jika dia mengatakan hal tersebut di depan Roy secara langsung.

Arya menggaruk kepalanya dengan canggung, lalu menghela nafas, sebelum akhirnya menjawab permintaan Meister.

"Aku tidak tahu apakah orang yang tidak bahagia sepertiku bisa membahagikan orang lain, tapi Aku akan berusaha sebisaku untuk tersenyum saat berada di dekatnya..."

Arya mengatakan hal tersebut sambil mengalihkan pandangannya dari Meister. Dia merasa sangat malu saat mengatakan hal tersebut.

Senyum lebar terpampang sangat jelas di wajah Meister saat mendengar jawaban Arya.

"Tenang saja, Aku yakin kau bisa... karena setelah kedatanganmu, Aku merasa bahwa Roy sudah semakin senang setiap harinya!"

"Apakah memang begitu? Aku sama sekali tidak merasakannya."

Arya tidak bisa membaca sama sekali arti dari ekspresi yang dipakai oleh Roy, jadi dia tidak tahu apakah dia senang atau marah atau apapun itu. Dia hanya merasakan ekspresi datar di wajahnya.

"Saat kau bisa merasakan emosi miliknya, maka kurasa saat itulah latihanmu sudah membuahkan hasil!"

Setelah mengatakan hal tersebut, Meister kembali menceritakan banyak hal. Bukan hal yang penting, hanya hal-hal sepele tentang apa yang mereka lakukan sehari-hari sebelum kedatangan Arya ke Cafe yang dipenuhi oleh canda tawa. Sejujurnya Arya tidak merasa sedang berlatih sama sekali. Dia hanya terlihat seperti sedang mengobrol dengan asik bersama temannya.