Rio berjongkok, lalu merangkan untuk dapat memasuki lubang persegi kecil yang berada di kamar mandi itu. Setelah berhasil melewati lubang tersebut, dirinya kini berada di ruangan yang hanya menyediakan satu sofa dan sebuah layar yang sangat besar, ruangan itu hanya diterangi oleh sebuah lampu yang sangat terang. Ruangan itu tidak bisa dikatakan luas, tapi Rio masih bisa bergerak dengan cukup bebas di sana.
Jalan masuk ke ruangan itu segera tertutup saat Rio sedang melihat-lihat sekelilingnya, sekarang dia terkunci sendirian di ruangan yang tidak memiliki jalan keluar. Karena Rio tidak memiliki banyak hal untuk dilakukan di ruangan itu, maka dia memilih untuk duduk di sofa yang sudah di sediakan, karena hal itu satu-satu hal wajar yang bisa dia pikirkan untuk dilakukan di ruangan itu.
Layar di depannya tidak memiliki satupun tombol, jadi Rio tidak memiliki cara apapun untuk menghidupkannya, selain menunggu si pemilik menghidupkannya.
Tak lama, setelah Rio duduk di sofa, layar yang semula hanya menampilkan warna hitam, sekarang menampilkan suatu gambar atau lebih tepatnya garis.
Saat sebuah suara statis terdengar, garis di layar itu bergerak naik dan turun, seperti gelombang suara.
"Tidak perlu salam! Bisakah kau menceritakan apa yang kau ketahui tentang manusia serigala dan ATS!"
Rio tidak terkejut sedikitpun saat suara itu menyebutkan namanya. Dia sudah menduga bahwa orang itu telah menyelidiki latar belakangnya, jadi tidak mengejutkan baginya jika orang itu telah mengetahui namanya.
"Itu tidak membuatku terkejut, setelah semua yang terjadi, mungkin lebih mengejutkan, jika kau tidak mengetahui nama asliku! Jadi bisakah kita masuk ke pambahasan utama!"
Rio sangat tidak suka saat suara itu menyebutkan nama sahabatnya dengan sangat mudah. Jadi dia memasang wajah cemberut saat membalas pertanyaan si pemilik suara.
"Memangnya kenapa? Kau ada masalah?!"
Rio tidak dapat menjawab pertanyaan tersebut. Dia tidak tahu apa yang dipikirkan oleh Arya, meskipun Rio selalu mengatakan bahwa mereka adalah sahabat. Jadi dia tidak yakin apakah Arya akan melakukan hal yang sama dengannya saat ini, jika keadaan mereka berbalik.
"Entahlah! Hal itu tidak ada hubungannya dengan perasaanku saat ini! Aku ingin menolong sahabatku, itu saja motivasiku untuk melakukan semua hal ini!"
"APA!?"
Rio tidak bisa tidak terkejut dan marah dengan apa yang dikatakan oleh suara itu. Bagaimana bisa dia mengatakan bahwa tekad miliknya sangat lemah?! Memangnya siapa dia hingga bisa mengatakan hal tersebut dengan mudah?! Rio tidak bisa menahan amarahnya saat mendengar hal tersebut.
"Memangnya siapa kau! Bisa-bisanya kau meremehkan tekadku! Aku tidak ingin mendengar hal tersebut dari orang yang tidak mau menyebutkan siapa dirinya dan menunjukan wajahnya yang sebenarnya!"
Suara itu, Master, masih menjawab pertanyaan Rio dengan suara statisnya. Sepertinya dia tidak memiliki niat apapun untuk menunjukan siapa dirinya yang sebenarnya, bahkan nama samarannya tidak memberikan petunjuk yang jelas siapa dirinya sebenarnya, bahkan jenis kelaminnya masih menjadi misterius.
"Siapa yang peduli dengan nama smaaranmu itu! Bisakah kau menunjukan wajahmu! Buat apa layar sebesar itu, jika kau tidak menunjukan wajahmu sedikitpun!"
"Aku sudah tahu tentang hal tersebut, jadi Aku tidak butuh bukti apapun darimu! Cepat katakan saja semua yang kau ketahui tentang Arya!"
"Apa kau sedang bercanda! Kau seharusnya tahu apa yang sedang kubicarakan!"
"Apakah kau tahu dimana dia berada!?"
"Aku juga sudah tahu tentang hal itu! Apakah kau tidak memiliki hal lainnya untuk dikatakan!?"
Jika hanya hal itu yang diketahui, tidak akan ada gunanya Rio bertanya padanya. Dia memang juga ingin mengetahui kebenaran tentang ATS, tapi yang lebih penting baginya adalah informasi tentang Arya saat ini.
Rio tidak dapat mempercayai apa yang dia dengar. Rio bahkan tidak menyangka bahwa mereka memiliki informasi tentang tempat berkerja Arya, padahal dia sendiri tidak mengetahuinya.
"Lalu dimana tempatnya berkerja?!"
Rio kembali terkejut dengan apa yang baru saja dia dengar. Dia telah pergi ke tempat itu? Tapi kapan? Dia sudah bertanya ke semua toko yang dia kunjungi untuk menanyakan keberadaan Arya, tapi tak satupun dari mereka yang tahu tentang keberadaannya. Apakah mereka berbohong padanya? Tapi untuk alasan apa?
"Apakah kau bisa memberi tahuku dimana letak tempat kerjanya berada?"
"Hei, Apa maksudmu itu!"
"Aku bisa memberikanmu uang!"
Rio tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Setelah melihat semua yang dia lakukan tadi dan dimana dia berada saat ini, Rio bisa tahu bahwa orang itu memiliki uang yang jauh lebih banyak dari pada Ayahnya. Meski begitu, dia tidak akan kalah berdebat.
"Bagaimana Aku tahu? Aku bahkan tidak pernah melihat wajahmu!"
Rio sadar bahwa dia baru saja bersikap kekanakan. Meski begitu, dia tidak ingin kalah berdebat dengan dirinya. Saat ini Rio sedang berada di bawahnya, jadi jika dia tidak melawan sedikitpun, dia mungkin hanya akan dikendalikan oleh orang itu.
"Lalu bagaimana Aku membuatmu percaya padaku!"
"Apa yang ingin kau tanyakan?"
"Kami adalah sahabat!"
"Jika kau tidak bisa mempercayai hal itu, kau pasti memiliki kehidupan yang menyedihkan!"
Rio terdiam. Dia bisa merasakan kemarahan yang sangat besar pada perkataannya barusan. Meskipun suaranya masihlah statis, tapi Rio sadar bahwa si pemilik suara pasti sudah merubah nada bicaranya saat ini. Sepertinya dia baru saja mengatakan hal yang tidak seharusnya dia katakan.
"Maafkan Aku! Aku terlalu berlebihan tadi!"
Rio menundukan kepalanya, lalu memalingkannya kepalanya dengan canggung. Dia baru saja sadar bahwa apa yang dia katakan tadi memang adalah sesuatu yang sensitif. Dia mungkin saja mengalami masa lalu yang sangat kelam.
"Kami sudah berteman sejak kami masih sangat kecil... Aku cukup yakin bahwa Aku adalah orang terdekatnya, selain Ibunya, karena dia tidak suka bergaul dengan orang lain!"
Rio kali ini menjawab pertanyaanya dengan patuh. Setelah apa yang dia katakan, dia merasa tidak enak, jika dia terus bersikap egois dan mementingkan dirinya sendiri. Mereka terlibat dengan dunia itu, karena mereka pasti memiliki alasan yang sangat kuat, bahkan jauh lebih kuat dari pada alasannya. Mungkin itulah alasan kenapa dia bisa mengatakan bahwa tekadnya itu lemah.
"Ya."
"Satu-satunya petunjukku adalah tempatnya berkerja, tapi Aku tidak tahu dimana dia berkerja! Dia tidak mungkin kembali ke rumahnya, setelah apa yang terjadi pada Ibunya di rumah itu! Jadi satu-satunya tempat yang mungkin menampung Arya adalah tempatnya berkerja!"
"Dia tidak pernah suka membicarkan anggota keluarganya yang lain, baik dari sisi Ayah ataupun Ibunya, jadi kurasa dia memiliki hubungan yang buruk dengan kerabatnya yang lain, atau lebih tepatnya keluarganya tidak disukai oleh kerabat mereka sendiri!"
"Ya... Jadi bisakah kau memberi tahuku dimana tempatnya berkerja?!"
Rio berkata sambil menggunakan nada memohon. Sepertinya dia memang harus menundukan kepalanya pada orang itu, jika dia menginginkan informasi dari mereka.
Rio tidak memberikan reaksi apapun. Dia sudah tahu bahwa tidak semudah itu mereka akan memberikan informasi padanya, jadi dia hanya dengan tenang membuka mulutnya dan menanyakan hal yang seharusnya dia tanyakan sejak awal.
"Lalu tes macam apa yang harus kulalui untuk mendapatkan kepercayaan kalian?!"
Dia sempat menyinggung soal tes untuk menguji tekad miliknya, jadi jika dia membuktikan bahwa tekadnya tidak kalah kuat dengan mereka, maka dia akan mendapatkan kepercayaan mereka.
Setelah dia mengatakan itu, dinding di bawah layar raksasa itu terbuka, lalu memperlihatkan sebuah alat yang tersimpan di balik dinding itu.
Roy berjalan dengan perlahan ke arah belati yang tersimpan di bawah layar raksasa itu. Dia kemudian menyentuh belati itu dengan tangan kanannya. Hanya dari menyentuhnya saja, dia bisa mengetahui bahwa belati itu asli. Nafas Rio tidak beraturan dan detak jantungnya mulai berdegup dengan kencang.
Untuk menunjukan bahwa tekadnya sebagai seorang sahabat tidaklah kalah dengan tekad mereka, maka dia harus bisa menusukan belati tersebut ke tangannya sendiri. Dia tidak mungkin tidak merasakan apapun saat dia diperintahkan untuk melakukan hal tersebut, tapi dia tidak memiliki pilihan lain, jika dia melakukan penawaran pada perintah tersebut, itu sama saja dengan mengatakan bahwa tekadnya tidaklah kuat sama sekali.
Rio kemudian berlutut di lantai dan meletakan tangan kirinya di lantai, karena tidak ada meja di ruangan itu, maka dia hanya bisa melakukannya di lantai. Dia mengangkat belatinya tinggi-tinggi dengan menggunakan tangan kanannya, lalu menurukan belati itu tepat ke arah tangan kirinya.