Rosie membaca dengan suara yang keras. Aslan merasa karena Rosie tidak ingin Aslan mengganggunya. Aslan sudah hampir setengah jalan dan dari dari banyaknya buku yang ia periksa ternyata cukup banyak buku yang memiliki unsur dewasa di sana.
Hampir setengah dari isi rak buku tersebut mengandung adegan yang sangat tidak layak untuk dibaca oleh anak di bawah umur.
Aslan melirik ke belakang. Well, sang putri mungkin sudah dewasa dan bukan anak di bawah umur lagi tetapi tetap saja … bacaan itu tidak layak untuk dikonsumsi oleh gadis bangsawan sepertinya.
"Mereka berciuman dengan sangat panas. Raja Rikkard membaringkan Putri Agathe ke atas tempat tidur lalu membuka satu per satu kancing-"
Aslan dengan cepat memegangi kepala belakang Rosie dan membalik tubuhnya untuk meraih buku tersebut. Rosie membelalakkan matanya terkejut karena tiba-tiba Aslan melepaskan tubuhnya.
Untunglah pria itu memegangi kepalanya sehingga ia tidak terjatuh ke lantai. Jantung Rosie berdegup cepat melihat dada Aslan yang berada di depan wajahnya.
Aslan membaca buku itu dan benar saja lagi-lagi ia menemukan bacaan dewasa di sana.
Rosie menelan ludahnya gugup karena belum pernah dirinya sedekat ini melihat tubuh seorang pria. Kulit coklat milik Aslan sedikit terekspos karena dua kancing teratas kemejanya sengaja dilepas.
Aslan menunduk untuk memeriksa keadaan Rose. Ia bisa melihat kemana arah pandang gadis itu. Wajahnya yang merona membuat Aslan sulit bernafas. Merasa sedang diamati, Rosie mendongak dan wajahnya terasa semakin panas saat ia ketahuan memandangi dada pria itu.
Jarak wajah mereka sangat dekat, mungkin saja jika Rosie memajukan tubuhnya sekarang mereka akan berakhir berciuman.
Rosie memejamkan matanya ketika Aslan semakin mendekatkan wajahnya.
"Ah … sakit, Tuan."
Dengan cepat Rosie membuka matanya. "I-itu bukan desahanku," katanya dengan gugup.
Suara desahan itu kembali terdengar. Rosie menutup mukanya. Ia merasa sangat malu karena ketahuan memikirkan sesuatu yang tidak-tidak. Ia membayangkan dirinya hampir berciuman dengan Aslan.
"Apakah bisa muat?" tanya seorang wanita. "Cepatlah, Tuan. Nanti ada yang melihat."
Aslan menajamkan pendengarannya begitu juga Rosie. Suara desahan kesakitan itu kembali terdengar. Rosie dan Aslan saling bertatapan sesaat kemudian pria itu menegakkan posisi duduk Rosie kembali dan mencoba mencari sumber suara tersebut.
Tangannya terkepal penuh amarah. Dia akan membunuh siapa pun yang sedang melakukan zina di tempatnya. Aslan tidak menyangka ternyata orang-orang yang bekerja di kastilnya sama sekali tidak bermoral. Melakukan zina di tempat terbuka.
"Apakah terlalu besar?" tanya seorang pria dengan suara berbisik.
"Ah … aku rasa akan muat jika dipaksakan. Cepatlah, Tuan …"
Suara itu terdengar dari luar dan Aslan menemukan jendela yang terbuka. Ia akan mencekik leher pria itu di tempat. Saat ia berjalan mendekati jendela Rosie memeluknya dari belakang.
"Ja-jangan mengganggu mereka!" seru Rosie berbisik.
"Mereka melakukan zina di kastilku! Aku harus menghukum mereka."
"Ja-jangan. Kau hanya akan membuat suasananya menjadi canggung."
Aslan melepaskan kaitan tangan Rsie dari tubuhnya tetapi gadis itu tak berhenti menahan Aslan. Rosie terus berusaha mendorong Aslan menjauh dari jendela perpustakaan.
Rosie memang tidak membenarkan tindakan mereka. Seharusnya jika mereka ingin melakukan sex bisa di tempat tertutup seperti kamar masing-masing. Melakukannya di halaman belakang dimana kemungkinan banyak orang yang melihat adalah sesuatu yang bodoh.
Namun memergoki dua orang yang sedang melakukan sex adalah sesuatu yang memalukan juga. Rosie memang belum pernah memiliki pengalaman sex sama sekali, tetapi ia memiliki banyak informasi setelah membaca banyak buku.
Dan dari salah satu buku yang pernah ia baca, kondisi yang mengejutkan saat melakukan sex bisa membuat wanita berkontraksi sangat kuat sehingga sulit melepaskan kejantanan pria dan hal itu bisa berakibat fatal.
Rosie tidak ingin melihat seorang pria mati saat melakukan sex di balik semak-semak itu akan merusak fantasinya selama ini.
"Tua Putri, ini adalah kastilku dan sudah seharusnya mereka menghormati keberadaanku sebagai pemilik kastil. Dan sejak dari awal aku sudah membuat peraturan tentang berhubungan di tempat ini. Mereka berdua harus menerima konsekuensi akibat tindakan mereka yang melanggar aturan."
"Aku tahu-aku tahu… hanya saja mari kita tunggu sampai mereka selesai dan jangan memergoki keduanya saat mereka sedang berhubungan."
Aslan memicingkan matanya menatap Rosie curiga.
"Kenapa? Kenapa Tuan Putri tidak ingin saya menghukum mereka atas tindakan zina mereka?"
"Ah … Tuan, ini sangat melegakan," desah wanita itu membuat Aslan menggeram penuh amarah.
Aslan tidak peduli atas larangan Rosie. Bahkan saat tubuh gadis itu terseret oleh dirinya, Aslan terus berjalan maju. Rosie menutup matanya tidak siap melihat dua manusia bergumul di balik semak-smeka. Aslan dengan cepat memegangi wajah Rosie untuk tidak melihat adegan porno di depan mereka.
"Bagaimana dengan ini? Apakah yang ini muat?"
"Ah, ukuran ini lebih besar!" seru wanita tersebut membuat Rosie hampir mimisan membayangkannya. Cukup lama ia mendengar percakapan mesum antara dua orang itu tapi Aslan tak kunjung memarahi keduanya.
Apakah pria itu menikmati tontonan gratisnya?
Rosie meraih tangan Aslan dan menurunkan dari kedua matanya. Ia menoleh ke belakang dan menemukan seorang wanita dengan seragam pelayan yang sedang mencoba beberapa pasang sepatu. Pria di depannya berjongkok sambil memasangkan sepatu di kaki wanita itu.
"Bagaimana sepatu buatanku? Aku spesial menawarkannya kepadamu terlebih dahulu sebelum kutampilkan kepada pelayan yang lain, ini spesial untuk wanita cantik sepertimu."
Pelayan wanita itu tertawa kecil sambil memukul pundak penjual sepatu itu dengan genit.
"Ah, Tuan … Anda membuatku malu…."
Aslan menutup jendela perpustakaan tersebut sehingga keduanya tak bisa lagi mendengar percakapan aneh tersebut. Ah … Rosie mengerti sekarang.
Jadi pembuat sepatu itu mencobakan sepatu buatannya kepada salah satu pelayan di sana sebelum menawarkannya kepada pelayan lain. Maka dari itu mereka melakukannya dengan sembunyi-sembunyi.
"Fiuh … untunglah bukan sesuatu yang tidak-tidak," ujar Rosie sambil mengusap dadanya yang berdebar cepat.
Rosie meraih buku yang tadi ia baca. Ia ingin mengetahui kelanjutan kisah Putri Agathe yang meluluhkan dinginnya hati Raja Rikkard. Ia melihat di sekelilingnya tetapi tak menemukan buku tersebut.
"Aslan, apakah kau melihat buku yang kubaca tadi? Aneh sekali, kenapa akhir-akhir ini aku sering kehilangan buku?" tanya Rosie sambil mencari buku tersebut di tumpukan buku di dekat Aslan tetapi nihil. Ia tidak menemukan apa pun di sana.
Aslan membawa dua puluh buku lebih dalam tangannya.
"Kau ingin kemana Aslan?" tanya Rosie mengekor pada Aslan yang keluar dari ruang perpustakaan tersebut.
"Ke suatu tempat," jawabnya singkat.
"Terlihat berat, ingin aku membantumu?" Rosie berinisiatif membantu Aslan dengan mengambil beberapa buku dari tumpukan yang dibawa pria itu tetapi Aslan menghindar karena tidak ingin Rosie menyadari jika buku yang dicarinya tadi ada di salah satu tumpukan buku tersebut.
Aslan memanggil seorang pelayan untuk membawakannya minyak dan juga pemantik api. Ia berjalan ke halaman belakang kastil dan meletakkan buku-buku tersebut di tumpukkan dedauanan kering.
"Eh? Kenapa bukunya di letakkan di bawah? Sini, biar aku saja yang memegangnya. Nanti buku-buku itu kotor," ujar Rosie tetapi tidak diindahkan oleh Aslan.
Aslan memegangi kedua bahu Rosie dan mendorongnya pelan ke belakang. Ia tidak ingin gadis itu terkena panas api.
"Tetaplah di sini, yang Mulia." Rosie yang terpesona oleh kedekatan mereka hanya mengangguk terdiam di tempatnya.
Ia baru tersedar dari lamunannya saat pria itu menerima minyak yang diambilkan oleh seorang pelayan kemudian menuangkannya di atas tumpukkan buku tersebut. Rosie berlari cepat tetapi ia sangat terlambat arena Aslan telah membuang salah satu korek api yang menyala ke atas tumpukan buku tersebut.
"Tidaaak!!!!" teriak Rosie.
Matanya membelalak saat tak sengaja melihat salah satu judul buku yang dicari-carinya tadi.