Rosie memandangi beberapa anak yang membeli sebuah permen lolipop merah yang dibentuk dengan berbagai bentuk bunga dan hewan. Rosie hanya bisa menggigit telunjuknya sambil membayangkan rasa manis permen tersebut.
Tangannya dikaitkan di belakang tubuh dan Rosie menikmati suasana ini. Dunia ini persis seperti bayangannya ketika membaca buku historical karya Jane Austen dan sejenisnya. Vibes classical vintagenya sangat terasa.
Puas berkeliling pemukiman, Rosie mencoba mencari jalan pulang untuk mengambil kembali kudanya. Namun saat ia ingin berbelok, ia bertemu beberapa orang pengawal yang sedang mencarinya.
"Sial, waktu berhargaku," umpatnya kemudian pergi meninggalkan tempat tersebut.
Rosie melihat sebuah tenda berbentuk segitiga di antara himpitan dua rumah. Gadis itu menyelinap masuk membuat seorang wanita tua terjingkat kaget.
"Oh, hallo, selamat … pagi?" sapa Rosie.
Rosie melihat sekeliling tenda tersebut dan sepertinya ia masuk ke dalam tempat praktek shaman.
"Kau ingin melihat masa depan?" tanya wanita tua itu sambil merapikan bola crystalnya.
Rosie tersenyum canggung "Er … aku sedang bersembunyi."
"Kau tidak membawa uang?" tanya wanita itu sambil menyipitkan matanya.
Rosie menggeleng tak enak.
"Kau pencuri?" tanyanya sekali.
"Tentu saja bukan!"
"Lewat sini!" teriak seorang pengawal membuat Rosie terkejut. Dengan gerakan cepat, ia berjongkok di bawah kursi cenayang tersebut dan menutupi tubuhnya dengan kain alas meja.
"Kau ingin melihat masa depan?" tanya nenek itu kepada dua pengawal yang membuka tendanya. Kedua pria itu melirik nenek tersebut dan memindai seluruh ruangan tanpa seizin nenek.
"Kau melihat perempuan berpakaian laki-laki dengan rambut pink, wanita tua?" tanya pengawal itu dengan nada tidak sopan.
"Kau punya uang?" balas nenek tua itu membuat dua pria itu mengerang kesal.
Pria itu maju dengan mengeluarkan kantong koinnya tetapi pengawal yang satunya lagi menahannya. "Kau jangan buang-buang uang untuk cenayan palsu ini. Dia hanya penipu, Kita cari keluar saja.
Kedua pria itu pun pergi meninggalkan tenda nenek tua tersebut. Dan saat tak mendengar suara apa pun Rosie pun keluar dan duduk di depan nenek itu.
"Akhirnya," katanya dnegan penuh kelegaan.
Nenek itu tak mempedulikan Rosie. Ia sibuk menuangkan segelas teh untuk dirinya sendiri dan mengeluarkan tiga jenis bunga berbeda warna.
"Kau seorang putri kerajaan?" tanya wanita tua itu membuat Rosie membaelalakan matanya terkejut.
"Kau tahu, Nek?"
"Dua orang pria tadi adalah pengawal dari kastil milik Duke Montgomery da tersebar berita bahwa pangeran dan putri Villiers sedang datang berkunjung. Jadi kemungkinan besar, ada orang penting yang terselip keluar dari pantauan mereka."
"Oh …"
Rosie melihat sekeliling tenda itu sekali lagi.
"Kau tinggal di sini, nek?" tanya Rosie yang tidak melihat adanya barang-barang penting. DI tenda itu hanya terdapat ornamen-ornamen bunga, burung emas, tanduk rusa selayaknya para dukun lainnya.
"Tidak, ini adalah tempat berbisnisku. Aku punya rumah di tempat lain."
Rosie tertawa mendengar jawaban barusan. Sudah ia duga bahwa ia hanyalah cenayang palsu. Kerajaan Westalis adalah Kerajaan yang memiliki banyak kekuatan magis.
Di istana sendiri terdapat sebuah tower khusus untuk menampung para mage. Namun dari yang Rosie baca, daerah kekuasaan Duke Montgomery ini adalah daerah netral magis.
Ini dikaitkan dengan kejadian dua puluh tahun lalu, dimana rumor mengatakan bahwa pembantaian keluarga Montgomery adalah akibat perebutan batu magis special. Sehingga sejak kejadian saat itu, Raja Villiers pun membersihkan seluruh kekuatan magis di tempat ini.
"Nek, apakah kau tidak ingin menyekapku dan meminta bayaran tinggi? Aku ini seorang putri, lho," ujar Rosie dengan nada bercanda.
Wanita tua itu tersenyum untuk pertama kalinya. "Dan berhadapan dengan Duke Aslan? Aku sudah mendapatkan pengampunannya berkali-kali, aku tidak ingin berbuat masalah lagi."
"Oh? Kau mengenal Duke Aslan? Apa yang telah kau perbuat?"
Wanita itu terdiam sesaat kemudian menggeleng. "Tidak ada. Aku hanya berhasil menipu beberapa orang bodoh di sekitar sini untuk percaya bahwa aku adalah shaman. Kemudian mereka mengadu pada pria itu."
Rosie tertawa terbahak-bahak mendengarnya. Gadis itu tak percaya ia telah bertemu seorang wanita tua yang begitu polos. Tawa Rosie membuat wanita tua itu tertular.
Perlahan ia terkekeh mengingat orang-orang dengan putus asanya membayarnya untuk melihat jenis kelamin apa yang calon anak mereka nanti, atau apakah ia bisa memenangkan judi mereka atau tidak.
Mengingatnya lagi membuat wanita tua itu ikut tertawa terbahak-bahak.
"Astaga … apakah masih ada orang yang percaya hal begitu sampai sekarang?"
"Tentu saja! Beberapa orang luar yang berkunjung masih saja terjerat tipu dayaku," jawabnya menahan tawa.
Rosie benar-benar tak habis pikir. Setelah menyelesaikan tawanya, wanita tua itu mulai lebih terbuka dan bercerita banyak kepada gadis itu. Niatan Rosie untuk pulang sebelum sore bahkan terlupakan.
Wanita tua itu adalah teman ngobrol yang sangat menyenangkan. Di siang hari bahkan Rosie dibuatkan sebuah makanan dan ia menyantapnya dengan lahap.
Tak terasa langit sudah mulai menggelap dan Rosie pun izin pulang bersamaan dengan wanita itu menutup bisnis cenayangnya.
"Selamat malam, Nek. Senang berbicara denganmu." ujar Rosie yang melambaikan tangannya menjauh.
"Kau juga! Jika ada waktu berkunjunglah lagi! Mungkin aku bisa membantumu menyesuaikan jiwamu dan ragamu yang baru!"
Rosie tidak mendengarkan ucapan nenek barusan. Ia bergegas mencari lokasi tempat ia memarkirkan kudanya. Ia ingat beberapa tanda toko dan sebuah pagar kayu tempat ia mengikat tali kudanya.
Sekarang Rosie baru merasakan panik. Ia berlari kian kemari untuk mencari kudanya yang menghilang. Sesekali ia bertanya kepada orang yang lewat tetapi tak ada satu pun yang bilang bahwa mereka melihat seekor kuda coklat berkeliaran.
"Oh, Ayo lah! Bagaimana caraku untuk pulang sekarang?" tanyanya mulai putus asa.