Chereads / Second Wedding / Chapter 16 - Bertemu Aisyah

Chapter 16 - Bertemu Aisyah

Amel hanya diam, dia pura-pura menutup mata, hatinya masih kesal, karena Dirga tak mengingat hari ulang tahun pernikahan mereka.

Tangan Dirga terus saja merayap, mencari cela agar bisa masuk di dalam piyama tidur Amel.

"Mas, aku ngantuk!" Tangan Dirga di tepis oleh Amel, Dirga terdiam, harga dirinya lagi-lagi di remehkan oleh Amel. Tiba-tiba saja, napsu yang tadinya sudah sampai di ubun-ubun, lenyap entah kemana. Dia berbalik memunggungi Amel dan akhirnya tertidur dengan menyimpan luka.

Aisyah yang sangat senang karena mendapatkan izin dari Dirga, mulai mempersiapkan baju yang akan dia pakai ke acara makan malam yang di adakan Tiara.

Sebenarnya dia sudah tau siapa-siapa yang telah di undang oleh temannya itu, hanya saja, dia pura-pura tidak tau, agar Dirga tak bertanya lebih lanjut.

Setelah semua rapi, gadis itu melakukan rutinitas nya tiap malam, dia akan mengambil wudhu dan melaksanakan shalat taubat. Setelah shalat dan bersiap untuk tidur, entah kenapa dia merasa tak nyaman tidur sendirian.

Wajah Dirga yang teduh, beberapa kali terlintas di pikirannya, bahkan tiba-tiba saja Aisyah bisa mencium bau wangi lelaki yang telah menjadi suaminya.

"Astaghfirullah! Aku kok mikirin apa?" tanya Aisyah dalam hati, dia bahkan mengusap wajahnya berkali-kali.

"Aku kok rindu sama Rohi," ucapnya lagi. Aisyah beberapa kali mengganti posisi, tapi tetap saja dia tak bisa tidur.

"Aduh, kok kayak gini, Astaghfirullah!" Karena tidak bisa tidur, Aisyah kembali bangun, mengambil Al-Qur'an dan mulai membacanya, hingga akhirnya wanita itu mengantuk dan tertidur.

Amel yang menolak suaminya, bangun di tengah malam, dia berbalik dan menatap Dirga. Tangannya yang lembut mengelus pipi Dirga yang di penuhi cambang.

Dia tersenyum, menyadari kalau lelaki yang terlah menaklukkan hatinya, masih setampan dulu.

"Maaf, bukan aku tidak ingin menunaikan kewajiban ku, hanya saja aku sedang marah, kalau besok kamu minta maaf, maka aku akan memaafkanmu." Amel mengecup pipi Dirga, setelah mengatakan hal itu.

Lalu dia kembali tidur sambil memeluk suaminya, Dirga yang terbangun karena merasakan elusan tangan Amel, sengaja memejamkan mata, dia tersenyum saat istrinya mencium pipinya. Sakit hati yang tadi dia rasakan tiba-tiba saja hilang.

"Tunggu, aku jamin, besok kamu akan luluh di hadapanku," batin Dirga, lalu lelaki itu melanjutkan tidurnya.

*****

"Sebentar malam kamu ada acara?" tanya Dirga, ketika dia dan Amel sedang sarapan.

"Tidak ada, rapat fraksi di jadway cuma sampai jam lima sore, memangnya kenapa?" jawab Amel, dia lalu bertanya balik. Wanita itu berbicara tanpa menatap Dirga, bahkan dia terlihat sibuk dengan makanan yang ada di depannya.

"Aku mau ajak kamu, nanti malam untuk makan di luar," jawab Dirga.

"Boleh, jam berapa?" tanya Amel cuek.

"Jam tujuh lah," timpal Dirga.

"Ok." Setelah mengatakan itu, Amel berdiri, makannya sudah selesai, dia meraih tas yang ada di atas meja makan. "Aku ke kantor dulu," pamitnya.

"Kok nggak nungguin aku? Ini aku udah mau selesai," protes Dirga.

"Aku lagi buru-buru," jawab Amel sambil berlalu. Dirga menggeleng.

"Apa sih, yang membuat kamu seperti itu, aku masih suami kamu, bahkan untuk Salim tangan aku aja kamu sudah tidak sempat," seru Dirga. Namun, Amel mengabaikan protes suaminya, dia terus saja melangkah keluar rumah, tak lama, terdengar bunyi mobil meninggalkan halaman.

Dirga menghentikan sarapannya, walaupun makanan yang ada di piringnya masih banyak, hanya saja, nafsu makannya hilang, karena melihat Kelakuan Amel.

Dia bangkit, lalu kembali ke kamar, berganti pakaian dan ke kampus, walaupun hari ini tak ada jadwal mengajar, tapi dia tetap ke sana, karena tak tau mau bikin apa di rumah.

Sesampainya di kampus, mata Dirga menyipit, melihat sosok istri keduanya sedang berada di depan fakultas tehnik.

Dia tersenyum. "Kita memang jodoh," ujarnya lalu mendekat ke arah Aisyah.

"Ekhem, lagi ngapain di sini?" Aisyah kaget, dia maju beberapa langkah, kemudian berbalik ke arah Dirga. Wajahnya terlihat terkejut, dia menengok ke kiri dan ke kanan.

"Om, ngapain di sini?" tanya Aisyah.

"Kamu yang ngapain ke sini?" tanya Dirga.

"Oh, aku mau cari brosur pendaftaran untuk mahasiswa baru," jelas Aisyah.

"Kenapa kamu tidak tanya aku?" tanya Dirga.

"Mana aku tau kalau Om kerja di sini," elak Aisyah. Memang sejak menikah, dia sama sekali tak pernah bertanya di mana tempat Dirga bekerja, yang dia tahu kalau suaminya kerja di sebuah kampus negeri.

"Kamu ke sini sama siapa?" tanya Dirga.

"Sama, sama ... ." Aisyah terlihat ragu, bahkan dia terbata. Dirga mengedarkan pandangannya, tapi tak menemukan apa yang sedang di lihat oleh Aisyah.

"Kalau begitu, kamu ke ruangan aku aja, nanti aku kasih brosurnya, kalau perlu aku perkenalkan sama kepala program studi nya."

"Tapi ... ."

"Sudah, kamu nggak bisa menolak kalau suami yang minta, kalau kamu sama teman kamu, kirim pesan saja, kamu pulang duluan karena sakit perut, nanti aku yang antar," ucap Dirga, dia menarik tangan Aisyah untuk ikut ke ruangannya.

Namun, saat akan memasuki area kantor, Dirga melepaskan pegangannya.

"Ayo, masuk," ajak Dirga. Aisyah sedikit canggung, karena dia melewati beberapa meja yang berisi dosen dan staf di Program Studi Kesehatan masyarakat yang di pimpin Dirga. Aisyah bahkan beberapa kali membungkuk, sebagai bentuk sopan santunnya.

Dosen-dosen tersebut pun, hanya tersenyum, namun tidak memperdulikan Aisyah. Mereka tidak mengira kalau wanita itu adalah istri Dirga.

"Ayo, kamu duduk dulu, aku sudah menyuruh stafku untuk meminta brosur di fakultas tehnik, kamu istirahat saja sebentar. Aisyah yang terlihat takjub dengan ruang kerja Dirga, bukannya berkeliling malah berjalan melihat-lihat ruangan tersebut.

Dirga ke sudut ruangan, mengambilkan minuman dingin untuk istrinya, Aisyah tertarik dengan bingkai yang berada di atas meja kerja lelaki tersebut, dia mendekat dan mengambilnya.

Wajahnya yang tadi tersenyum, tiba-tiba saja berubah datar. Dirga yang melihat Aisyah memegang bingkai tersebut, segera mendekat dan mengambilnya, lalu menyimpan kedalam laci meja.

"Maaf, aku nggak bermaksud apa-apa, aku hanya penasaran," jawab Aisyah, dia menunduk, takut Dirga marah atas kelakuannya.

"Lain kali, jangan sembarangan menyentuh barang orang, kalau today disuruh!" ujar Dirga dengan suara agak keras.

Aisyah mendongak menatap Dirga, nampak mata gadis itu berkaca-kaca. Selama dia hidup, orangtuanya tidak pernah bersuara keras kepadanya, maka ketika mendengar Dirga berkata dengan keras, dia menjadi takut.

"Ma— af," ucapnya dengan suara bergetar dan terputus. Baru saja Dirga ingin meminta maaf, Aisyah sudah mundur, lalu berbalik dan melangkah keluar dari ruangan Dirga.

"Albi!" teriak Dirga, lelaki itu ingin menghentikan Aisyah. Namun, terlambat. Gadis itu sudah keluar dari ruangannya, Dirga tidak mungkin mengejar istrinya.

Dia duduk di kursi kerja dengan penuh frustasi, membuka laci dan mengambil bingkai yang tadi dia masukkan. Dirga menatap foto tersebut, lalu melemparnya ke lantai.

"Astaghfirullah!"