Mentari pagi memancarkan cahayanya yang indah di musim semi, terasa hangat bagi yang merasakan suka cita. Berbeda dengan Ara. Pagi ini seperti biasa Ara bersiap akan pergi ke sekolah hanya untuk mengelabui neneknya.
Ara berdiri menatap dirinya di cermin. Memegangi name tagnya. melihat seragamnya yang sudah rapi. Tetes demi tetes air mengalir dari matanya membasahi pipi yang berwarna merah muda. Baru kali ini dia membohongi nenek hingga menyakiti hati nenek karena ulahnya.
Ara keluar kamar dan memberanikan diri berpamitan pada nenek yang sedang menyiapkan sayuran segar untuk berjualan. Nenek tidak tahu jika Ara memakai seragam sekolah namun tidak pergi ke sekolah.
"Nek, Ara pamit ya"
Ara mencium tangan neneknya dan mencium kening neneknya. Ara tidak boleh menunjukkan kesedihannya didepan nenek.
"Sekolah yang rajin. Jangan buat ulah lagi"
"Iya nek"
Ara mengayuh sepeda melewati orang-orang dikampungnya. Seperti biasa Ara selalu menyapa mereka namun dengan senyum yang sedikit dia paksakan. Dia tidak tahu mau kemana sepagi ini tidak pergi kesekolah.
Ditengah perjalanan, Ara mendengar seseorang berteriak dibelakangnya.
"ARAAAA.....YAAAAAA"
Ara menoleh kebelakang. Ternyata Ibram mengikutinya. Ibram mempercepat sepedanya untuk berjajar dengan Ara. Ara menghentikan sepedanya agar Ibram bisa mengikutinya.
"Ara? Aku minta maaf ya?"
Suara Ibram yang ngos-ngosan meminta maaf pada Ara. Ara hanya tersenyum sedikit melihat Ibram.
"Ra..Aku benar-benar minta maaf. Karena aku kamu menjadi dihukum sama guru"
Ibram mengulurkan tangannya. Ara membalas uluran tangan ibram tanda Ara memaafkan Ibram.
"Bram...aku tidak akan pergi ke sekolah!"
"Laaaahhhh? Waeyo? Kamu mau membolos?"
"Aniyo. Kamu lupa jika aku dikeluarkan dari kelas pak Halim?"
"Ohhh yang itu. Pokoknya kamu masuk sekolah saja dulu Ra. Nanti kita sama-sama negoisasi dengan pak Halim"
"Tidak akan bisa Bram. Beliau sudah terlanjur tidak suka sama aku"
Ara hanya tersenyum dan melanjutkan untuk bersepeda. Ibram pun mengikutinya.
***
"Pak Choi selamat pagi. Kemarilah"
Guru kelas Ara bertemu dengan Pak Choi selaku guru kelas di kelas Haru. Mereka berbincang di koridor sekolah.
"Ohhh yeee Pak Halim"
"Anda tahu kan ada seorang gadis disekolah yang selalu membuat onar?"
"Oh yaaa...ada apa pak?"
"ternyata dia tinggal berdua saja dengan neneknya"
"Lalu apa hubungannya dengan saya pak?"
"Aku melarangnya untuk masuk ke kelas saya di semester ini mulai hari ini"
"Apa yang anda bicarakan Pak Halim?"
Disaat itu juga ayah Haru berkeliling untuk memonitor keadaan sekolah. Ayah Haru tidak sengaja mendengar percakapan antara Pak Choi dan Pak Halim.
"Pak Choi, Apakah anda tahu jika ini adalah tahun pertama mereka masuk sekolah dan dia sudah menganggu teman-temannya yang lain. Kita harus mengajarinya pelajaran sehingga anak-anak yang lain lebih baik..."
"Tunggu sebentar"
Bicara pak Halim dipotong oleh Ayah Haru selaku Direktur Utama Sakura High School. Kedua guru tersebut sangat tekejut karena tiba-tiba saja Pak Bagas selaku Direktur Utama datang dari belakang guru tersebut.
"Ohhh Sajang-nim. Selamat pagi"
Kedua guru tersebut menyapa dan membungkukkan badannya pada Direktur Utama.
"Saya mohon maaf jika sudah mendengar semua percakapan kalian Pak. Tapi bisakah kalian membedakan mana anak yang baik dan mana anak yang buruk?"
"Boeyo Sajangnim? (Apa maksutnya pak?)"
"Saya sebagai Direktur tidak tahu tentang murid-murid saya, yang saya tahu mereka semua mempunyai potensi dan mimpi yang tinggi. Kalian sebagai guru seharusnya mendidik mereka dengan baik. Bukan malah mengecam mereka. Ini menjadi menurunkan reputasi sekolah. Mohon maaf jika saya ikut campur dengan urusan seperti ini, saya minta tolong kalian datang ke kantor saya sekarang"
"Ne...Sajangnim"
Ekspresi kedua guru tersebut sangat takut jika hal buruk akan menimpa reputasi pekerjaannya.
***
- Di Ruang DIREKTUR -
"Pak Halim. Saya minta anda menjadi guru yang bisa membuat anak-anak bersahabat dengan anda. Sebagai Guru BK anda seharusnya bisa membuat anak-anak belajar positif bukan malah menghukum dan mengecamnya apalagi mengeluarkan anak yang jelas-jelas mempunyai potensi tinggi"
"Iya Pak. Saya mohon maaf"
"Oke, Silahkan murid yang dikeluarkan dari kelas anda, anda masukkan lagi dan bisa mengikuti kelas anda seperti sebelumnya"
"Tapi sajang-nim, dia gadis yang selalu membuat onar, bagaimana jika dia masuk kelas dan mengganggu teman-temannya?"
"Pak Halim, Mereka masih anak-anak. Maklum jika sekolah baginya selain menuntut ilmu juga mengembangkan potensinya, Selama tidak merugikan sekolah dan anak-anak lainnya"
"Neee..sajangnim"
"Silahkan menjalankan tugas seperti yang saya perintahkan. Pak Choi tinggallah sebentar"
"Neee...Sajangnim"
"Saya memerintahkan anda untuk memasukkan anak tersebut di kelas pak Choi extra musik. Saya sudah mengetahui anak tersebut potensinya sangat luar biasa dalam bernyanyi. Saya dapatkan informasi dari Cv anak tersebut"
"Baik pak. Saya akan melaksanakan tugas anda"
***
Ara dan Ibram sampai sekolah yang disambut bisikan-bisikan dari belakang oleh teman-temannya. Ara seperti seorang yang melakukan kesalahan besar disekolah hingga teman-teman yang lain membicarakannya dari belakang.
Ara dan Ibram terus berjalan setapak demi setapak untuk menuju kelas. Namun teman-teman yang lain melihat kedatangan Ara dan Ibram dengan sinis. Tidak ada sapaan untuk keduanya. Hal inilah yang ditakutkan Ara. Sebagai murid yang hanya mendapatkan beasiswa dan sekolah gratis. Hingga dia mendengar suatu bisikan dari teman kelas lain.
"Hanya mengandalkan beasiswa saja belagu"
"Dia dikeluarkan dari kelas kok masih punya muka untuk datang"
Ara hanya menghela nafas ketika mendengar semua itu. Ara hanya berjalan melewati mereka semua yang berbisik-bisik dibelakangnya. Meskipun Ibram ingin sekali menampar mulut-mulut mereka semua namun dia tidak ingin membuat keributan lagi apalagi masih pagi. Ibram tidak ingin Ara yang disalahkan karena ulahnya.
"Ra...Gwencana?"
Bisik ibram pada Ara yang serius dengan jalannya.
"Neee....Gwencanayo"
Sampailah Ara dan Ibram di kelas, untungnya teman-teman sekelas menyambut mereka dengan hangat. Tiba-tiba ketua kelas menghampiri Ara.
"Ra...Kamu dipanggil untuk datang ke kantor Direktur"
Mata Ara terbelalak mendengar perintah dari ketua kelas. Ara sangat terkejut karena hal ini telah sampai ke direktur utama sekolah. Ara hanya mengangguk dan tak bisa membendung lagi air matanya. Kedua tangannya menutupi seluruh wajahnya yang hangat terkena air mata. Ara tidak ingin mengecewakan neneknya. Hanya Ara harapan nenek satu-satunya untuk masuk ke universitas. Ara harus menyelesaikan ini. Ara yakin pada dirinya sendiri jika dia adalah gadis kuat.
'Sejak Eomma dan Appa nggak ada, aku adalah gadis kuat. Kata Halmoni aku adalah batu karang yang kukuh jika diterjang ombak. Ya, aku harus kuat demi nenek'
***
Ara melangkahkan kakinya untuk menuju kantor Direktur Utama. Ara mengetuk pintu kantor Direktur namun jantungnya berdegup kencang ketika mendengar suara dari dalam 'Masuk'. Begitu lantang dan tegas. Jika Direktur menyampaikan hal buruk tentang prestasinya atau beasiswanya, Ara harus rela melepaskan semuanya karena memang ini semua kesalahannya.
"Silahkan duduk"
Direktur Utama melihat wajah gadis polos yang ada didepannya. Wajah Ara terlihat memerah karena ketakutan yang dia rasakan. Sesekali Ara mengatupkan kedua tangannya dan meremas jari-jarinya tanda ada kegugupan.
"Tenang saja nak, saya akan membantumu"
Ara melihat senyum dari wajah Direktur yang membolak-balikkan kertas. Ini adalah pertama kalinya Ara menemui seorang Direktur Utama sekolah yang ramah.
Perlahan-lahan detak jantung Ara semakin melambat. Ara berfikir jika pikirannya salah tentang Direktur yang akan memarahinya saat masuk ruangan.
"Kim Ara. Mendapatkan beasiswa untuk masuk ke Sakura High School karena nilainya diatas rata-rata"
Ara tertunduk dan terdiam saat Direktur menjabarkan semua identitas tentang dirinya.
"Mulai sekarang lakukan apa yang ingin kamu lakukan tanpa mengganggu teman sekelasmu"
Ara tidak mengerti maksut perkataan Direktur Utama. Ara berfikir jika dia akan dikeluarkan dari sekolah. Matanya mulai berkaca-kaca jangan sampai nenek tahu jika Ara berhadapan dengan direktur utama sekolah.
"Masuklah ke kelas extra musik setiap jam 1 Siang sampai pulang sekolah"
"Ne?"
Ara mendongakkan kepalanya dan melihat senyum lebar dari direktur yang ada dihadapannya.
"Saya sudah mendengar semua masalah yang terjadi di sekolah. Saya akan membuatkanmu surat mutasi kelas untuk berada di kelas 1-2 dan surat untuk memasuki kelas extra musik di siang hari"
"Sajangnim? Saya tidak dikeluarkan dari sekolah ini?"
Mata Ara yang semula berkaca-kaca karena sedih menjadi kabar gembira untuknya karena apa yang selama ini dia harapkan terjadi pada dirinya.
"Ne....Ini 2 surat untukmu. Kamu tanda tangani dan berikan pada guru kelas 1-2 dan guru extra musik nanti. Silahkan"
"Gomawo Sajangnim...Gomawoyo....!!!"
Ara mengambil surat tersebut dan menandatangani surat dengan senyum bibir yang merekah. Direktur melihat Ara dengan sangat bahagia karena baru pertama kalinya dia memiliki siswa yang sangat unik seperti Ara.
Ara keluar dari kantor Direktur Utama dengan wajah yang benar-benar ceria seperti sebelum ada masalah yang dia hadapi seperti sekarang.
Teman-teman yang lain melihatnya dengan sinis. Ara yang menyadarinya langsung terdiam dan berjalan menuju kantor guru untuk memberikan surat yang diperintahkan dari Direktur.