Chereads / THE CEO Is MY ROMEO / Chapter 79 - MAU KEMANA, RAAVE??

Chapter 79 - MAU KEMANA, RAAVE??

Aira hanya meringis, sebagai balasan untuk Adnan. Ia comot perkedel keduanya. "Aku seneng, Nan. Thanks banget ya, udah ajak aku makan Nasi Gudeg."ujarnya. Sambil mengunyah.

Zii dan Adnan tersenyum dan mengangguk. "Makan yang banyak, Ai. Biar kamu uga cepet pulih sepenuhnya." Zii mengelus punggung sahabatnya. Ia ingat lagi, ketika Aira berdarah darah jatuh dari balkon. Sungguh. Hingga kapanpun, tak akan pernah Ia bisa lupa.

Aira angkat dua jempolnya.

Minuman datang lebih dulu. Adnan dan Zii memesan Es teh manis. Aira jeruk hangat.

Benar-benar di kedai sederhana saja. Minumannya juga es teh, es jeruk, es susu, kopi sachet sejenis itu.

Beberapa menit kemudian, makanan datang. Tiga porsi Nasi Gudeg komplit, telur Pindang satu butir, Gudeg nangka yang tampak menggiurkan. Berwarna coklat tua kemerahan. Inilah yang diimpikan Aira. Bisa makan dengan Gudeg Khas Jogja.

Sambal goreng krecek, ada sedikit suwiran Ayam juga. Dan kuah kental gurih.

Mereka segera menikmati Nasi dengan porsi lumayan itu dengan lahap. Adnan sampai tambah seporsi lagi. Membuat Aira balas menyindirnya.

"Sendirinya makan dua piring, ngatain orang yang baru makan dua tusuk sate." tukas Aira , memutar bola mata. Menimpuk lengan Adnan.

Si lelaki tersenyum malu. Garuk garuk kepala. "Hehe, laper, Ai. Zii yang positif, aku yang ngidam."

"Halah.. Kamu ini..!!" Balas Aira, tergelak.

Zii hanya menutup mulut menahan tawa. Takut makanannya menyembur keluar.

Aira memesan satu Nasi Gudeg, untuk dibawa pulang. Buat Bu Wina. Awalnya Ia kepikiran Raave, tapi kemudian, Ia putuskan tak jadi. Mana mau lelaki sekelas Raave melahap makanan otentik seperti ini, pikirnya.

Ternyata, Adnan membayari semua makanan mereka. Ia menawari Aira ika ingin membawa pulang aneka sate atau perkedelnya lagi. Tapi gadis itu menolak.

Ketiga sahabat akhirnya pulang, usai pamit pada Bu Harto.

Adnan mengantar Aira, hingga ke depan pintu. "Makasih ya Nan. Kalian ati-ati ya. Eh tadi malah ga jadi mampir tempat Om sama Tante ya."

"Ga masalah. Nih bentar lagi, aku mau kesana , Ai. Sambil cari sesuatu buat bawaan. Oke. Kamu istirahatlah. Aku pergi ya"pamit Adnan. Zii melambai dari dalam mobil. Tersenyum ceria.

Aira membalas lambaian Zii, mengawasi Adnan yang mulai melaju kencang. Sampai menghilang.

Ia masuk rumah. Memberikan bungkusan Nasi Gudeg pada asistennya. Yang disambut gembira.

"Beli dimana, Neng? Hmm.. Aromanya enak banget nih!"komentar Bu Wina. Mengendus bungkusan nasi.

"Diajak Adnan tadi Bu. Saya ga ngliat daerah mana."jawab Aira, apa adanya.

Sang asisten segera menikmati Nasinya, Sedangkan Ia cukup puas melahap sate usus Ayam, sate telur puyuh yang ikut dibawa pulang, sambil dudu di sofa Tv. Menyalakan si kotak ajaib.

Iseng dihubunginya Raave...

'Nomor yang Anda tuju, sedang tidak aktif...'

Aira merengut. Dengan sebal dibantingnya ponsel. Melanjutkan nonton acara masak-masak di Tv.

*

Sudah hampir seminggu, Raave tak menampakkan diri. Pun hanya menghubunginya sesekali. Ia bertanya-tanya. "Apa mungkin sedang ada masalah di Pranaja Tech?"Lirihnya.

"Aku rindu kamu, Raave..!"lirihnya. Berbaring di sofa. Tatapannya tertuju pada ponsel yang tak ada notif apapun dari si lelaki.

Hingga Ia galau sendiri. Mencoba menghubungi Gio, tak ada salahnya juga,

"Ya, Nona..." sapa lelaki sekretaris pribadi Raave, terdengar muram.

"Hai, Tuan Gio. Anda sibuk?"tanya Aira.

"Sedikit. Mr Raave sedang ada Virtual meet, Nona." Gio pastilah tahu, niat sang gadis menghubunginya. Apalagi kalau bukan menanyakan sang Tuan.

"Malam begini??"

"Iya, partner dari Luar negeri, Eropa, Amerika."balas Gio lagi.

"I see. Oke. Terima kasih, Tuan Gio. Malam"tutup Aira. Kecewa.

"Sama-sama, Nona" call end.

Gadis itu mendesah panjang. Ia beranjak, naik ke kamar dengan lesu. Membuka pintu kamar dan membantingnya tertutup. Ia hempaskan tubuhnya di bed. Melempar ponsel ke meja nakas.

Mendadak ingat vitamin tidur. Aira beranjak segera, mengaduk laci penyimpanan obatnya. Masih tersisa satu setengah tabet. Akhirnya Ia minum semuanya, dengan sebotol penuh air. Tersenyum puas.

Aira berbaring, menaikkan selimut, mulai memejamkan mata. Dengan damai dan nyaman. Entah besok akan bangun jam berapa, Ia tak peduli.

Paragon Inn Hotel

Raave tampak menawan, mengenakan suit abu Muda dengan inner kemeja hitam dan celana panjang hitam. Rambutnya hanya disisir rapi seperti styLenya biasa.

Ia duduk di salah satu kursi yang telah direservasikan oleh Gio. Meja bundar dengan 6 kursi. Gio duduk di sebelahnya. Raave menunggu dengan lumayan sabar.

Gio menghubungi para tamu, mengatakan bahwa Raave telah menunggu di Resto hotel. Mereka berkata sudah dalam perjalanan ke Resto.

Lima menit kemudian, tamu dari NY datang. Menjabat erat tangan Raave, dan meminta maaf karena agak molor.

Raave hanya mengangguk dan tersenyum sebagai balasan. Mempersilahkan mereka duduk, untuk segera memulai diskusi penting.

Pembicaraan berlangsung sedikit sulit awalnya, para tamu mengajukan point point kerjasama yang pada intinya melanggar ketentuan Perusahaannya sendiri. Sama saja Raave seolah memgkhianati Pranaja Tech secara tak kasat mata.

Lelaki itu menolaknya dengan kalimat bernada biasa dan sopan, namun mampu membungkam para tamu dari Benua Amerika itu. Membuat mereka pada akhirnya mau mengikuti aturannya. Jika memang dirasa perlu, aturan bisa disesuaikan dengan situasi dan kondisi, asalkan masih dalam tata aturan yang berlaku.

Usai dua jam penuh, berdiskusi soal kerjasama dan mencapai kesepakatan. Dibumbui sedikit perdebatan kedua belah pihak. Diskusi pun berakhir. Malam juga semakin dalam.

Raave lebih dulu pamit. Jujur saja, Ia kelelahan, ingin segera sampai di kamarnya, lalu berbaring di ranjang yang nyaman. Dari pagi, kegiatannya tak berhenti, Meeting, belum lagi pertemuan singkat di tempat berbeda, dalam satu waktu.

Tapi tak lama kemudian, para tamu juga membubarkan diri.

"Mr Raave..!" panggil seorang perempuan.

Raave menoleh. "Mrs Shane??" ia sedikit terkejut. Berhenti melangkah.

Si perempuan mendekat padanya. Sedikit terengah, karena menyusul Raave setengah berlari. Si perempuan Berbisik lirih, "Bisakah kita booked satu room di Hotel ini, dan habiskan malam bersama, Sir?" ajaknya dengan logat Bahasa Indonesia yang unik. Tangannya mengusap pelan dada bidang Raave, yang tercetak jelas dari kemejanya yang slim fit. Semakin merapat, berusaha mencium bibir sang lelaki.

Raave menjauh perlahan dengan sopan, menepis tangan sang perempuan, dan berkata pelan serta penuh kelembutan. "Nyonya, Anda wanita yang cantik, juga sudah bersuami. Jangan rusak kehormatan Anda sendiri, dengan berbuat begini. Oke. Sampai jumpa besok, Nyonya Shane."

Raave berbalik segera, melangkah, meninggalkan si perempuan yang menatapnya dalam bagai lautan. Dengan posisi masih berdiri.

Lelaki itu keluar dari Hotel. berjalan cepat menuju mobil, masuk dan Memerintahkan Gio melaju kencang.

Next Day

Raave melepas atribut kantornya, Lalu berjalan ke kamar mandi. Berendam air dingin ditemani segelas white wine. Ia membasuh rambut dan mukanya. Menatap kosong ke arah entah kemana, sambil menggoyang pelan gelas Wine. Bernafas dalam dan panjang. Ia habiskan minuman itu dalam sekali teguk, lalu meletakkan gelas di pinggiran bak. Kemudian menenggelamkan diri.

"Mr Raave..!!" teriak Gio dari luar. Lantang dan terdengar panik. "Sir..!!"panggilnya lagi, tangannya menggedor pintu kamar mandi.

Kliikk... Pintu terbuka.

"Hm?? Kau Ganggu aja, G!!"balas Raave santai. Lelaki itu keluar dengan berkalung handuk. Tampak segar dan hanya memakai celana boxer. Raave berjalan ke depan lemari, memilih tshirt dan celana panjang, kemudian ia keluarkan jaket favoritnya.

"Mau kemana?" Gio menatapnya curiga.

"Menurutmu??" jawab Raave, sudah selesai memakai semua yang diambilnya dari lemari tadi. Rambutnya hanya disisir jari. Parfumnya hanya disemprot ringan. Hari masih sore. Belum lewat jam 4.

Ia melirik Gio. "Kamu boleh libur beberapa hari, G. Sudah berapa lama kamu tak libur, Hm?"tanya Raave. Ia pakai jam tangannya. Hadiah dari gadis yang berhasil mengalihkannya dari apa saja. Lelaki itu terdiam sesaat. Ingat si gadis pemberi jam tangan.

"Sir, Anda ini kenapa sebenarnya?" Gio tampak bingung. Namun juga khawatir.

"Hei, kamu kuberi Libur malah tanya aku kenapa! Mau tidak!? Sebelum aku berubah fikiran!"tukas lelaki itu lagi.

"Saya mau Sir. Dengan senang hati. Tak ada masalah kan? Anda dan Nona Aira. Atau Pranaja Tech?" balas Gio. Masih heran.

"Tak ada sama sekali."jawab Raave singkat. Ia siap. Menawan dengan penampilan kasualnya. Tak tampak sama sekali usianya yang kepala tiga.

Sang Sekretaris pribadi masih menatap Raave curiga. Khawatir tepatnya. Tak pernah sama sekali Tuannya ini, menyuruhnya libur tiba-tiba begini. Biasanya jauh-jauh hari atau bahkan beberapa bulan sebelumnya.

"Hm?" Raave memandangi Gio yang masih mematung. Menyuruh pergi lebih tepatnya. Karena dilihatnya, Lelaki tambun itu hanya berdiri tegang.

Giopun tersadar dan akhirnya pamit. Raave juga ikut keluar.

Gio mengendarai mobilnya sendiri pulang, berlawanan arah dengan arah pergi Raave. Perasaan yang tak tenang, membuatnya mengikuti sang Tuan pada akhirnya.

Arahnya bukan ke rumah gadisnya. Entah sudah berapa hari Tuannya ini tak menemui gadisnya. Hanya menghubungi sesekali. Ia tahu. Paham dengan semua kegiatan lelaki tampan itu.

Ke rumah temannya?? Tak mungkin, hampir semua teman Raave ada di Luar Negeri. Di Singapore paling banyak. Teman kuliah yang hanya beberapa, dekat dengannya. Raave tak terlalu banyak teman. Namun Ia memiliki ribuan partner dan relasi yang erat dengan Pranaja Tech.

Janji dengan Seseorang?? Gio berspekulasi dari tadi. 'Tapi siapa?'batinnya gusar. Ia pukul kemudi. Jengkel sendiri. Sang Tuan juga tak cerita barang satu kalimatpun padanya. Sama sekali. Bungkam.

Gio berusaha menjaga jarak. Agar lelaki di depannya tak tahu jika sedang ia ikuti.

Raave melaju kencang. Gio ikut kencang. Jauh. Melewati pusat kota. Menuju arah perbatasan. Sekretaris Raave itu semakin bertanya-tanya. Mau kemana sebenarnya lelaki tampan ini?

Ponselnya berdering....Nomor tak dikenal.

Ia jawab lewat handsfree. "Ya, siapa ini?" tanyanya bingung. Masih berusaha fokus mengemudi, agar tak kehilangan jejak Tuan mudanya.

Ia menunggu jawaban dari lelaki di seberang sana. Yang menghela nafas dalam.

Jantungnya seperti ingin berhenti berdetak. Namun...

"Kau mengikutiku, G??!" suara dalam nan berat menjawabnya. Sangat Ia kenal.

Raave. Ya. Raave, sang tuan yang sedang diikutinya. 'Untuk apa mengganti nomor ponsel segala, Hm??!' gusarnya dalam hati.

*