"Kenapa sekarang sikapmu berubah, Raave? Kamu begitu manis."tanya Aira malam itu. Mereka jalan-jalan. Kencan lebih tepatnya. Berkeliling kota, ke Mall, juga nonton.
Sebagai sentuhan terakhir, Dinner romantis. Walau hanya di sebuah kedai sederhana, namun dekorasi kedai yang apik, dengan lampion unik dan bunga segar, membuatnya terasa cozy.
Raave memilih tempat duduk di bagian tengah taman. Di udara terbuka dengan lilin-lilin cantik.
"Aku berubah sejak bersamamu, Ai. Kenapa, Hm?" tanya Raave. Memotong Steak nya dengan potongan besar, yang langsung masuk mulut. Masih ditambahi salad, Ups. Lapar, Raave??
"Aku takut, jika ini hanya mimpi."balas Aira. Cahaya yang remang, membuat wajah lelakinya terlihat semakin misterius. Namun memikat.
Aira mengatur nafas. Melahap burger seafoodnya dengan semangat. Lalu Kentang goreng.
Raave berhenti makan, menatap gadisnya, diraihnya tangan Aira. "Maaf jika berbagai kejadian tak menyenangkan kemarin, meninggalkan trauma begitu dalam, Aku janji, akan segera menyembuhkannya, sekuat tenaga!" janji lelaki itu. Serius.
"Terima kasih, Mr Raave"balas Aira, sendu. "Aku berharap padamu"
"Tentu, sepenuhnya berharaplah padaku." Raave menggenggam tangan gadis itu penuh perasaan. Menatap dalam, di sela cahaya remang.
"Kamu romantis sekali sekarang!" Aira tersipu malu. Bingung harus bicara apa.
Raave tersenyum.
Aira menelan beberapa butir obatnya dengan air putih.
Raave menandaskan segera, Steak yang tinggal sepotong. Sementara Aira, sudah selesai makannya.
Mereka menunggu hidangan penutup datang. Raave memesan Green Tea Boba drink untuk Aira. Puding cokelat untuknya.
Aira berbinar, "Hmmm.. Enak nih!"komentarnya. Ekspresi senangnya, sungguh membuat Raave betah, memandanginya berlama-lama.
Gadis itu segera menyeruput minumannya. "Ahh..! Segerr.. Kamu mau Raave?" Ia sodorkan cup besar berwarna hijau lumut itu ke depan sang lelaki.
Waiter mengantarkan lagi sekotak sosis crispy dan stik mozarella. Juga dengan beberapa mangkuk kecil berisi aneka macam saus.
"Terima kasih kak.."ujar Aira, pada sang Waiter lelaki yang terlihat bening.
"Sama-sama. Selamat menikmati!"si waiter tersenyum manis pada Aira. Memandanginya sejenak.
"EHemmm...!!!" Raave berdehem dengan lantang. Menatap sang waiter.
Si Pelayan kedai yang ditatap, segera Menunduk, kemudian berlalu sambil memeluk nampan kayu.
Raave menatapnya tajam. Tangannya yang menyendok puding, berhenti mendadak. Kemudian ia letakkan lagi. Melipat tangan diatas meja, mencondongkan tubuh ke depan.
"Tampan ya, waiter tadi?"ketus lelaki itu.
"Iya, kayak Oppa Korea. Hehe.."jawab Aira apa adanya. Tersenyum malu. Ia kunyah Stik Moza nya dengan semangat.
"You like him??"tanya Raave lagi. Suaranya sungguh angker. Pun wajahnya.
Membuat Aira bergidik ngeri, dalam hati. 'Ini laki kalo cemburu, kayak mau makan orang!'batinnya takut. Aira berpikir, mencari ide agar lelakinya tak lagi angker seperti ini.
Raave masih menatap tajam Aira. Puding di meja tak dimakan sama sekali.
Gadis itu berdiri, maju ke depan, mengkode sang lelaki untuk mendengarkannya. "No!! Absolutely not. I like you, just you. In my heart."bisiknya di telinga Raave.
Kemudian, ia suapkan sesendok puding pada lelaki itu. Disusul Sosis krispi dan Stik. Duduk kembali.
Raave hanya menurut, kata-kata Aira yang dibisikkan di telinganya membuatnya berdebar. Entah sudah berapa kali didengarnya dari mulut sang gadis. Namun sensasinya tetap saja sama. Dan mirisnya, tak pernah Ia balas walau hanya sekali saja, dengan kata-kata serupa.
Ia sibuk dengan egonya sendiri. Prinsip yang dipegang teguh.
Aira berdiri dan duduk di samping Raave. Menyuapkan puding hingga tandas.
"Ups. Belepotan. Stay calm, Mr Raave!"perintahnya. Ia mendekatkan Wajah, menyesap sisa vla yang tertinggal di tepi bibir lelaki itu, Lalu mengecup bibirnya dalam.
Raave yang dibuat seolah membeku, merengkuh Aira erat, membelai pipinya, "Kamu mencoba mengalihkanku, Hm??"
"Tidak..! Aku menyuapimu. Kamu juga harus makan. Memang kenyang? Hanya memandangiku yang sedang makan?"jawab Aira, lugas.
Raave tersenyum, mencium sekilas pipi Aira. Lalu minum air mineral dari botol. Yang Ia pesan juga dari kedai.
Aira menghabiskan sisa Sosis dan Stik, hingga sauspun tak bersisa. Raave sampai terkekeh geli.
"Pulang??" Raave bertanya, Ia mengusap bibir sang gadis yang penuh remah Stik dengan tissue.
Aira mengangguk. Sebelumnya, Ia habiskan sisa jus melonnya.
Kedua sejoli itu pulang. Raave mengantar Aira, Hingga ke depan pintu. "Istirahat ya, kamu agak pucat akhir-akhir ini."ujar Raave lembut, mengusap kepala gadisnya. Kemudian memberinya ciuman selamat malam yang manis.
"Ya, kamu juga"balas gadis itu.
Raave melangkah pelan meninggalkan rumah Aira sambil melambai. Aira tersenyum. Mengawasi lelaki itu pergi, hingga mobilnya tak terlihat lagi.
Dengan langkah pelan, ia masuk ke rumah. Bu Wina sudah tidur. Lampunya sudah gelap. Hanya lampu di dapur yang menyala. Juga lampu kecil di ruang Tv.
Usai mengunci pintu, Aira naik ke kamar, sambil membawa sebotol air dan sepotong cake keju dari Raave. Ia nikmati di kamar sambil membuka jendela. Menikmati udara malam yang lumayan hangat. Hanya sedikit angin. Aira berharap ada hujan. Agar ia bisa tidur nyenyak. "Pasti damai rasanya jika hujan malam ini"harapnya.
Air dan cake habis dalam sekejap. Gadis itu membersihkan diri, berganti baju, lalu berbaring di Bednya yang nyaman. Ia minum lagi obatnya.
Raave calling...
"Hai Raave, kamu sudah sampai?"
"Baru sampai dear."
"Cepat sekali, Raave. Kamu ngebut??"
"Ya, sedikit. Hanya 200km/jam."
"Hanya 200?? Kamu bilang sedikiiittt???!" Aira sewot.
"Hahahahhh.. Tidak. Aku bercanda. Aku tahu beberapa jalan pintas. Jadi... "
"Apa itu benar??"
"Ya. Kamu belum tidur?"
"Aku tak bisa tidur, Raave" Aira menyisir rambutnya dengan jari.
"Hm, kenapa?"
"Entahlah. Mungkin memikirkan sesuatu."
"Apa itu?"
"Kamu.."
Hening. Terdengar suara Kran air terbuka, kemudian tertutup lagi. Lalu suara langkah kaki, dan pintu yang tertutup pelan. Raave dari toilet.
"Kamu memikirkanku??"
"Ya!"
"Aku kenapa??"
"Hmm.. Kamu yakin ingin mendengarnya?"
"Tentu, kenapa tidak? Hei ada apa sebenarnya?" suara Raave sedikit kaget, penasaran barangkali.
"Ah tak ada apa-apa. Kamu sungguh yakin?" Aira bersuara seolah serius.
"Aiii..."
"Raave.."
"Ya, Dear."
"Bisa kamu tolong aku?" Aira berpura pura parau.
"Hei, Ai. Ada apa?"suara Raave mulai khawatir.
Aira terkikik geli, tanpa suara.
"Aku.. Tak bisa.." Aira menghela nafas panjang. Kemudian bernafas agak cepat. Menggantung kata-kata, Seakan ini masalah sangat serius.
"Aira..!!" Raave berteriak.
"Aku.. Tak bisa.. Berhenti mencintaimu." Aira tersenyum penuh arti. Dipandanginya foto bersama sang lelaki, kala mereka di pantai. Rupanya Ia cetak dan dimasukkannya ke pigura kecil. Lalu ia pajang di meja nakas.
Hening lagi.. "Aira.. " Suara lelaki itu sendu.
"Selamat malam, My Handsome man. Istirahat ya."tutup Aira. Call end.
Ia bertanya-tanya. Bagaimana wajah dan ekspresi lelaki, yang baru saja bicara dengannya di telepon itu.
"Aku sungguh berharap, Raave. Kamu juga mau jujur tentang hatimu. Beberapa bulan ini, kebersamaan kita apakah tak berarti sama sekali? Tapi, melihat temperamenmu, aku tak akan berharap banyak."gumamnya pada diri sendiri. Ia hela nafas panjang. Kemudian berbaring. Menaikkan selimut, menata bantal memejamkan mata dengan perasaan senang di dada.
*
Aira mengambil sepotong cake mentega dengan toping keju dan coklat. Ia taruh di piring kecil, lalu menyerahkannya pada sang lelaki.
Raave menatap Aira, duduk di sofa, mulai menyendoki cake. Aira memandanginya makan. Menaruh potongan cake yang besar di depan lelakinya itu.
Raave mampir ke BookShop, pagi itu, karena kebetulan Ia ada pertemuan penting di kantor partnernya. Lokasinya di Kompleks Ruko Permata Elite. Dekat BookShop.
"Ohh, kamu beli tadi?"tanya Raave, lahap menikmati cake yang ia potong lagi, lebih besar. Ia tampak tak sabar.
"Ya, ga tahu kenapa. Belok aja gitu ke BakeShop, terus beli deh!"jawab Aira. "Ternyata kamu mampir ke sini. Pas kan?"
Raave tersenyum senang. Menyesap air oksigen bawaannya sendiri. Melanjutkan lagi Menikmati Cake favoritnya itu.
Tak Sengaja, jarinya berlumuran keju leleh dari cake. Aira menarik tangan Raave. Lalu membersihkannya dari sana menggunakan mulutnya.
Sang lelaki menahan nafas. Meredam jantung yang seolah ingin lari dari tempatnya. 'Ai, kamu sungguh sangat berbeda dari gadis lainnya.'batinnya senang.
Setelah bersih, Aira mengelap jari lelakinya dengan tissu basah. Bersih. Dan wangi. "Oke, silahkan dihabiskan" Ujar Aira santai. Ia berdiri, mengambil air oksigen dingin dari kulkas mini, lalu menaruhnya juga di depan Raave. Karena air di botol Raave sendiri sudah tandas.
Lelaki itu masih menatapnya, dengan wajah tak terlukiskan. Berulang kali menelan ludah dan sekuat tenaga tak berbuat nekat. Nekat???
"Hei, ngelamun!!"panggil Aira. Heran melihat Raave, hanya menganggurkan cake potongan besar yang diambilnya sendiri.
Sang lelaki kaget, tersenyum sambil geleng-geleng kepala. Melanjutkan Kegiatannya yang menyenangkan. Melahap cake mentega. Ia usap tengkuknya sesekali. Menutupi rasa ya entah apa namanya, membuncah dari dalam dada.
"Adakah cake lain yang jadi favoritmu?"tanya Aira, kepo.
"Tidak."jawab Raave, singkat.
"Kenapa begitu?"
Raave menatap gadisnya dalam. "Aku sudah bersamamu, kamu adalah milikku. Lalu suatu hari kamu memaksaku bersama Anne, misalnya, padahal aku tak suka dia. Bagaimana perasaanmu jika kamu jadi aku?"
"Aku tak suka! Tentu saja." Aira agak sewot.
"You got the point"
Aira tersenyum. "Hei, Raave it's just food. Not people. They're don't have feelings."
"But I'm a people. I have feeling. For me. It's same things."
Aira terbelalak. Cake sudah tandas begitu saja. Tak tersisa sama sekali. Raave juga sudah menghabiskan sebotol penuh airnya. Bersandar santai di sofa.
Aira masih asyik mengudap keripik baksonya. Pedas. Sangat. Hingga berulang kali minum air.
"Makan pedas lagi??!" Raave protes.
Aira meringis. Merasa bersalah. "Pengin banget, Raave. Please..."bujuknya. Suaranya dimanis -maniskan.
"Oke, tapi jangan terlalu banyak ya. Ingat Perutmu." Raave mengingatkan, mengusap sekilas kepala Aira. Ia berdiri.
"Sudah mau pergi??" Gadis itu terlihat sedih.
Raave menoleh, menatap Aira yang memelas, ia hampiri gadis itu. "Nanti malam Dinner lagi?"
Aira menggeleng. "Aku ingin istirahat, Raave. Tak apa ya. Punggungku pegal" Ia buang bungkus keripik, menelap tangan.
Raave mengangguk dan hanya tersenyum simpul sebagai jawaban. Aira mengantar lelakinya hingga ke bawah.
"Aku balik ya, thanks for this, dear. Oh. Kamu sangat suka menggodaku, Hm??" Raave membelai wajah Aira lalu mencubit dagunya.
Aira tergelak, lalu mengecup tiba-tiba bibir CEO Pranaja Tech itu, lembut. "Ya, kamu sungguh mempesona, jadi aku tak tahan untuk tak menggodamu."
Raave tersenyum lebar. "Tunggu pembalasanku, Ai"bisiknya lirih. Mengerling nakal. Kemudian melangkah Cepat ke mobil. Masuk. Melaju kencang sekali. Rupanya bawa mobil sendiri.
Sedangkan sang gadis masih melongo, "Hiii... Takuuttt.."gumamnya lirih, terkekeh sendiri.
**