Gio mengantar Zii ke sebuah ruangan di Pranaja Office. Kecil, namun nyaman. Meja kursi kerja yang modern, lemari kaca cantik bersusun. Dindingnya dicat hitam dan putih.
"Nona Zii, ruangan Anda. Selamat bekerja, dan selamat bergabung di Keluarga besar Pranaja Tech." Ia menunduk sekilas. Kemudian pamit undur diri.
"Terima kasih banyak Tuan Gio."jawab Zii senang. Menundukkan kepala juga, tersenyum kala Gio keluar dari ruangan.
Zii duduk, memandang sekeliling. Jantungnya berdebar kencang. Tak percaya, Raave menerimanya bekerja di Pranaja Tech.
Masih ingat, saat pertama kali Gio membawanya ke ruangan ini tadi, Ia membaca tulisan kecil di samping pintu. Kepala Administrasi. Ia sungguh sangat bersyukur. Kepala Administrasi di Perusahaan ini memang tidak hanya satu orang, namun beberapa.
Kliiinggg...
Telepon kantor berdering. Zii menjawabnya. "Selamat pagi, Pranaja Tech, ada yang bisa diban...
"Zii, ini aku. Raave" potong Raave.
"Oh maaf , Sir."
"Hehe.. Tak apa, bagaimana Gio tadi, dia melayanimu dengan baik kan?"
"Ya, sangat baik sekali, Sir. Terima kasih."
"Sama-sama Zii. Sementara, posisi ini yang kosong. Ke depan, kita lihat kinerjamu,Zii. Jika kau bekerja dengan baik, aku akan menaikkan jabatanmu"jelas Raave.
"Tak masalah, Sir. Terima kasih sekali."
"Hm. Selamat bekerja"
Call end.
Zii tersenyum. "Dia tak hanya kekasih sahabatku, tapi juga Bossku mulai sekarang.. Huufftt...! Semangattt Zii!"gumamnya, menyemangati diri sendiri.
Perempuan itu mulai berkerja,fokus. Mempelajari sistem Pranaja Tech. Memahaminya secepat Ia bisa, menyesuaikan diri. Agar secepatnya bisa menguasai pekerjaan.
BookShop Aira
"Mba Aira, ada beberapa buku yang bisa didonasikan. Anda sudah ada rencana, mau didonasikan kemana?" Mr Suri bertanya pada Aira.
"Ya, Sir. Packing saja yang rapi dan aman. Saya akan hubungi beberapa panti asuhan secepatnya. Terima kasih"jawab Aira,
Ponselnya berdering. Hanya nomor, tak bernama. Sepertinya nomor Luar negeri..
"Halo.."
"Hai, Ai..apa kabar?" suara seorang lelaki. Nadanya dalam.
Aira mengingat. "Mr Lou??"
"Ya.. Apa kabarmu, Aira?"
"Saya baik, Sir. Anda apa kabar?"
"Aku Baik saja, hanya bedrest sementara ini."
"Lho? Anda sakit, Mr Lou?"
"Tidak Ai, ada sedikit insiden beberapa hari lalu. Mobilku diseruduk oleh mobil lain. Nampaknya mabuk."
"Tapi Anda tak apa-apa kan?"
"I'm okay. Kamu di BookShop?"
"Iya, Sir. Bagaimana Anda di sana? Menyenangkan?"
"Ya, cukup menyenangkan. Ai. Aku dekat dengan seorang perempuan. Tapi dia tak seperti dirimu." Louise bercerita.
"Syukurlah jika Anda sudah punya kekasih. Bagaimana dia memangnya? Setiap wanita berbeda, Mr Lou!"
"Hm. Itu benar. Dia sangat ceria. Banyak bicara, suka cerita apa saja padaku. Yaaa.. Tapi entah kenapa... Hatiku masih saja, ingat padamu.." Lou terdengar sendu.
"Mr Lou, bukankah Anda tak bisa membandingkan saya dengan perempuan lain? Dia punya kelebihan yang tak saya punya pastinya, pun sebaliknya." Aira mendengus.
"Kamu benar sekali. Mungkin aku belum bisa move on darimu, jadi terus kubandingkan dia denganmu. Oh Ai, dia datang, kututup ya. Nanti kuhubungi lagi."tandas Lou. Mengakhiri obrolan mereka.
"Ya, Mr Lou. Semoga anda cepat sehat!"tutup Aira.
"Terima kasih, Ai" call end
Gadis itu mendesah panjang.
"Siapa Mba?" Mr Suri bertanya, kepo.
"Mr Louise, Sir. Dia di Singapore sekarang"jawab Aira, sekenanya.
Sang Head Manager mengangguk paham. Kemudian pamit, karena ingin mengerjakan sesuatu yang lain di ruangannya.
Raave calling...
"Hai, Raave.."
"Kamu bicara dengan siapa tadi, ponselmu sibuk??" Lelaki itu langsung mencecarnya.
"Oh Mr Lou. Dia..."
"Dia masih menghubungimu..??!"
"Tidak. barusan itu saja. Dia di Singapore sekarang. Hanya say hi, begitu.."
"Hm.. Benarkah itu, Ai? Bukan karena dia merindukanmu??"
"Aku juga tak tahu isi hatinya kan! By the way, pernahkah kamu merindukanku, Raave Pranaja??"
"Tentu saja pernah, Ai. Pertanyaanmu aneh. Hanya say hi saja? Dia bicara apa lagi?"
"Raave, kamu seperti Polisi!"tukas Aira.
"Hei, aku bertanya!"
"Tidak! Kamu menginterogasi!"jawab Aira. Ketus.
Terdengar suara orang menahan tawa. Entah siapa. Yang jelas bukan Raave. Tapi lalu, Aira segera tahu, siapa.
"Gio!! Kau menertawakanku??!" Samar Raave menggumam gemas.
"Ai..?"
"Ya. Mr Raave yang terhormat.."
"Hahahahhh.. Kamu formal sekali. Sibuk Ai?"
"Tidak terlalu. Hanya cek buku buku. Sudah selesai interogasinya?"
"Sudah cukup, terima kasih telah dijawab dengan baik."
"Sama sama. Kamu tak sibuk?"
"Tak terlalu juga. Hanya mengeceki beberapa berkas penting."
"Aku mengganggu?"
"Tidak sama sekali"
"Benarkah?"
"Kamu ingin kucium, sekarang juga?? Kamu selalu bertanya begitu!"ujar Raave gemas.
"Tidak. Mana bisa?"
"Bisa!"
"Oh hebat sekali..!! Bagaimana caranya?" Aira terkekeh.
Terdengar Suara Raave meminta Gio, mengambilkan sesuatu di pantry. Kemudian...
"Emmuuuaaccchh...!! Bisa kan??" Raave memberi ciuman jarak jauh.
Aira tergelak. "Itu namanya bukan mencium. Tapi hanya salam cium."
"Lalu?"
"Kalau mencium yaa.. Benar-benar dicium, bukan online seperti tadi..!!" Aira setengah menantang.
"Ehm.. Ya, tunggulah hingga nanti sore, aku pulang kantor, Ai."
"Aku tak bisa menunggu selama itu!"
"Oh begitu ya.. Gadisku ini sudah mulai tak sabaran rupanya. Lalu bagaimana?"
"Sekarang!"
"Whattt? Hei, Ai. Masih setumpuk berkas yang harus kutanda tangani. Ini harus segera menjadi laporan resmi."
"Ya, terserah kamu, Raave. Aku kan tak memaksa. Hehehe.. "celetuk Aira. Terkikik. "Baiklah kutup saja, ya. Teruskan pekerjaanmu!"tutup Aira.
"Heiii..!!" Raave berteriak.
"Apa lagi, Raave? Oke oke. Aku akan sabar, hingga nanti sore. Begitu. Kamu puas? Sudah. Nanti kamu tak fokus bekerja! Sampai nanti, charming man!"tutup Aira.
Call end.
Aira menyudahi pembicaraan mereka. Tanpa mendengarkan jawaban sang lelaki. Ia lanjutkan pekerjaan yang tertunda.
Pembangunan di Area baru, sudah dimulai. Ia cek lagi laporan dari lapangan. Staff Umum yang ditugaskan Mr Suri, mengawasi di sana. Kemudian secara rutin melaporkan situasi dan kondisi.
Ini bukan Branch baru, hanya Stokist Pendukung, istilahnya. Untuk memenuhi Stok buku yang kosong dan terbatas, agar tak terlalu lama menunggu. Karena jika langsung dari distributor, waktu tunggu lumayan lama. Masih harus dicek ulang dan packing, lalu retur jika ada yang cacat atau rusak.
Lewat Branch Stokist ini, bisa langsung memenuhi permintaan Branch yang membutuhkan.
Tok..tok..
"Ya..?" Aira menjawab, masih dengan pandangan tak beralih dari notebooknya. Ia mengambil penanya yang jatuh. Lalu kembali ke notoebook. Namun...
Seseorang merengkuhnya tiba-tiba, lalu mendaratkan ciuman yang dalam di bibirnya.
Raave mendekapnya erat. "Kamu puas? Hm?"bisiknya. "Sudah kupenuhi permintaanmu, Nona Aira yang manis!"
Aira kaget, "Kok kamu di sini, Raave? Cepat sekali! Kamu terbang?"ujarnya masih terkejut.
"Tidak, aku menghilang lalu muncul tiba-tiba di sini!"jawab Raave. Terkekeh sendiri. Membelai mesra pipi sang gadis. Kembali menghadiahkan kecupan manis nan kuat di bibirnya.
Aira menepuk gemas dadanya. "Kamu ini nekat, ya!"lirihnya, disela pertautan mesra mereka.
"Kamu yang membuatku nekat. Aku tak bisa fokus tadi, apa kamu tahu, Hm?"bisik Raave.
"Baiklah, sekarang sudah kesampaian kan. Silahkan kembali bekerja, Mr Raave." Aira membelai wajah lelakinya, yang tersenyum maut.
"Kenapa senyummu begitu?" Gadis itu mendengus.
"Senyumku kenapa?? Dari kemarin, kamu selalu mempermasalahkannya! Memang dari sananya begini, Ai"balas Raave. Ia lepaskan dekapannya yang erat pada sang gadis.
"Aku balik kantor ya.. "pamit Raave, mengusap kepala Aira sekilas, kemudian berjalan cepat keluar dari ruangan.
Aira mendesah panjang. Duduk lagi di kursinya, meraih ponsel, mengunjungi situs BakeShop favoritnya. Memiih milih sejenak, kemudian memesan via online. Tersenyum puas. "Terima kasih sudah mau bersusah payah untukku, Raave."bisiknya.
"Kurasa, memang benar kata orang orang itu. Terkadang sebuah pernyataan cinta tak terlalu penting lagi, kala seseorang yang kamu anggap telah merebut hatimu, memperlakukanmu bak orang yang paling berharga di hidupnya."lirihnya.
Gadis itu termenung sejenak, memikirkan perlakuan sang CEO Pranaja Tech itu padanya. Semua perhatian, pengorbanan waktu, tenaga, materi. Kala dirinya berulang kali masuk Rumah Sakit. Yaaa, sebagian besar memang diakibatkan oleh sang Presdir sendiri, tapi Menyaksikan Raave mau menemaninya di Rumah sakit. Menyuapinya makan, sabar menungguinya ketika Ia tak sadar, bukankah itu sudah merupakan sebuah pernyataan cinta?
Apa yang dibutuhkannya lagi. Ia ingin Raave terang-terangan bilang, " Aira, I love You" begitukah??
Rasanya tak lagi. Tak perlu lagi.
Aira tersenyum, mengusap bulir beningnya yang sebentar lagi luruh. "Terima kasih, Raave. Kamu mau berbuat semua itu untukku... I love you.. So much..!"lirihnya. Ia tertunduk. Membiarkan dirinya sendiri tenggelam, dalam perasaan mengharu biru yang mendadak menyerang.
Airmatanya deras kali ini. Justru Ia keluarkan dengan gila-gilaan. Tak berusaha dihentikan apalagi dikeringkan. Aira terisak lirih. Sesenggukan. Bahunya berguncang sedemikian rupa.
Setelah puas menangis dalam diam. Ia menuju toilet. Mencuci muka. Bercermin sebelumnya. Wajahnya merah. Mata sembab. Sedikit bengkak.
Merasa segar lagi, gadis itu bergegas keluar. Ponselnya berdering,
Raave calling...
"Ya, Raave.." Aira berusaha bicara normal.
"Terima kasih untuk hal manis, yang kamu sudah berikan padaku ini."jawab lelaki di seberang sana. Suaranya dibuat sedramatis mungkin. Sepertinya.
Aira menahan tawa. "Kamu sedang berusaha berpuisi??"
"Tidak.. Tidak.. "
"Hm, kalau begitu ingin menjadi pujangga mungkin??"
"Tidak juga."
"Lalu?"
"Hanya ingin membuatmu senang dengan kata-kataku"aku lelaki itu, jujur.
Aira tersenyum. "Terima kasih. Bisa bicara denganmu begini saja, membuatku senang, Raave"balasnya.
Hening.
"Kututup ya. Tampaknya kamu sibuk."
"Tidak, Ai. Aku sedang menikmti Cheese cake bersama Gio. Tak kalah lezat dengan cake mentega ternyata." komentar sang lelaki.
"Ya, kamu suka? Aku iseng coba-coba. Siapa tahu kamu suka." Aira memainkan rambutnya, sambil menatap jendela.
"Ya. It's good. Aku juga lumayan suka ini. Tapi yang ini agak kemanisan, dear"
"Oke, lain kali akan kupesankan khusus, seperti cake mentega." janji gadis itu.
"Thanks Ai. Oke tutuplah, jika kamu sibuk."
"Ya, selamat bekerja, Raave"tutup Aira.
"Hm" call end.
Aira mendelik pada ponselnya. "Bisa tidak jangan hem, hem saja?"Selamat bekerja juga, Aira." Begitu kan ya lebih enak didengar!!"gerutunya. Ia banting ponselnya ke dalam laci meja. Memutar bola mata. Sebal.
Fokus lagi pada notebook. Menscrol mouse secara acak. Tak lagi bisa fokus, sejujurnya. Ia minum air, akhirnya. Sebotol penuh. Lalu mengambil cemilan yang dibawanya dari rumah, di tas.
Bu Wina membuatkannya jamur crispi dan cimol kriuk. Ditata dengan apik di sebuah lunch box sedang. Lengkap dengan bumbu bubuk.
Aira mengudap cemilan dengan mood yang perlahan membaik. Suara renyah kala ia mengunyah makanan, jadi moodbooster tersendiri baginya.
Ia siap fokus lagi.
**