Chereads / THE CEO Is MY ROMEO / Chapter 72 - RUMAH SAKIT (LAGI??)

Chapter 72 - RUMAH SAKIT (LAGI??)

"Kamu sibuk?" Aira memberanikan diri bertanya. Ketika Raave kembali bergabung dengannya dan Zii.

"Tidak. Gio tadi, hanya bertanya aku sudah sampai atau belum." Raave tersenyum, mengusap lengan gadisnya.

"Raave, kamu mau istirahat? Biar diantar Adnan ke Rumah singgah." Saran Zii. "Aira biar sama aku nanti di kamarku."

Raave mengangguk, kemudian pamit pada Aira, mengusap kepalanya lembut, berjalan cepat mengikuti Adnan. Ia ajak juga Luke dan Oscar untuk ke rumah singgah.

Zii mengajak Aira ke kamarnya di lantai dua.

Gadis itu berbaring nyaman di ranjang besar Zii, yang juga tiduran di sampingnya. Sebelumnya Ia buka pintu balkon dan jendela.

Aira terlihat senang. Ia menuju ke balkon kecil itu. Memandangi halaman Zii di bawah. Mengambil nafas sangat dalam. Menikmati hembusan angin yang sedikit kencang.

Zii tertawa kecil. Melihat sahabatnya begitu senang berdiri di balkon. Ia hampiri Aira, berdiri di sebelahnya. Ikut meresapi sejuknya angin. Agak panas sebetulnya, karena sudah siang.

"Eh Ai, aku ambilin minum sama cemilan ya di bawah. Kok lupa!" Zii menepuk dahi. Lalu setengah berlari keluar kamar. Menutup pintu.

Aira tak sempat menjawab, karena perempuan sahabatnya itu keburu keluar secepat kilat. Ia masih di balkon. Berjongkok, Menyentuh tanaman hias di pinggir pagar balkon. Daun mint yang wangi segar, bunga lavender, mawar, melati. Wanginya sungguh memanjakan hidung.

Gadis itu memetik melati yang nampak rimbun. Menghirup aromanya. Kembali Berdiri, memandangi langit kali ini. Awan putih berarak pelan. Terbawa angin. "Ga ada hujan, ya.."lirihnya. Dipejamkannya mata. Tersenyum.

Ia ingat Raave. 'Menyenangkan juga jika seandainya ditemani dia di sini.'batinnya senang. Senyum senyum sendiri.

Namun...

Mendadak tubuhnya terdorong begitu keras ke depan. Melewati pagar balkon. Hitungan detik, Ia sudah meluncur ke bawah. Terjun bebas.

BRRUUKK.. !!

Aira mendarat di halaman Zii yang penuh rumput. Nyeri luar biasa menghantam. Dilihatnya Prue menyeringai padanya, dari balkon. Kemudian.. Zii Berteriak histeris. "Aira..!!!" wajahnya basah.

Orangtua Zii segera keluar. Kaget, melihat sahabat putri mereka terbaring di halaman, dengan darah mengalir dari hidung dan mulut. Tuan Wijaya mengangkat Aira. Dibawanya ke teras.

Aira bernafas cepat. Menahan nyeri di punggung, kepala.

"AIRA..!!!" suara panik Raave terdengar menggelegar. Ia berlari secepat kilat, bersama Adnan. Ia hampiri sang gadis. Memangkunya. Membelai pipinya. Darah masih terus mengalir dari hidung.

Zii menatap Aira sedih. Menggenggam tangan sahabatnya. "Bertahan Ai. Bentar lagi Ambulans datang!" Zii terisak.

Aira tersenyum lemah. Genggamannya di tangan sang sahabat melonggar. Pun matanya yang mulai terpejam.

Raave mengusap muka. "Aira.. Tetap bernafas Ai!!"ujarnya, suaranya parau. Tenggelam. Oleh rasa shock dan khawatir, yang dengan luar biasa mampu melumpuhkan panca inderanya. Ia ambil bunga melati yang terselip di belakang telinga gadis itu.

Ambulans datang, petugas medis cekatan, membawa sang gadis ke dalam mobil. Raave dan Zii juga Adnan ikut.

Rumah Sakit

"Prue pelakunya??"tanya Raave. Ketika mereka bertiga menunggui Aira di depan IGD.

Zii mengangguk. Ia usap airmatanya. "Aku tak tahu, Raave Detailnya. Saat aku masuk ke kamarku, Miss Prue sudah ada di sana. Dan Aira tak terlihat. Lalu aku menengok ke bawah, mendapati dia sudah jatuh..." Zii terisak pelan.

Raave mengangguk. Ia hubungi Gio, lewat handsfree. "G, batalkan semua kerjasama, dan pendanaan untuk Prudence Construction!! Sekarang!!"titah Raave, suaranya penuh emosi.

"Hm, Prue mendorong Aira jatuh dari lantai dua. Biar dia rasakan!!"lanjut CEO Pranaja Tech itu tegas.

Zii dan Adnan saling tatap. Lalu memandang Raave.

"Kenapa?" Raave bertanya heran, karena ditatap sedemikian rupa.

"Kamu batalkan semua kerjasama dan Pendanaan??" Zii menyahut.

"Ya! dengar Zii, Atasanmu sudah berbuat seenaknya pada Aira, sahabat kalian. Melukai dan mencelakainya. Jadi.. Aku juga bisa.. Berbuat seenak hatiku..!"ujar Raave penuh penekanan. Menaikkan alis, tersenyum miring. Padahal wajahnya basah. Ia akhiri bicaranya dengan sang sekretaris pribadi.

Zii dan Adnan tersenyum tipis.

"Kalian pulanglah. Acaranya sore kan, tak apa. Biar aku yang menemani Aira."saran Raave, menepuk pundak Adnan.

"Ya, tapi aku akan menunggu kabar dari Dokter dulu!"jawab Zii.

Dokter keluar, beberapa saat kemudian. "Keluarga Nona Aira?"

Raave berdiri, maju. "Ya ,Dok."

"Anda keluarganya?"

"Ya."

"Nona Aira mengalami cedera punggung, kepalanya terbentur cukup keras. Selebihnya tak masalah. Pendarahan, apa dia menderita penyakit tertentu?"jelas Dokter.

Raave mengangguk. "Leukimia"

"Oh, oke. Ya. Kami sudah transfusikan darah padanya, karena tadi begitu masuk, dia pendarahan lumayan hebat."cerita Dokter lagi.

Raave berterima kasih, sebelum Dokter pergi.

"Gimana, Raave?" Zii menghampirinya.

"Cedera dan sedikit pendarahan. Lainnya gak apa. Jangan khawatir. Aku akan menjaganya,"hibur Raave. Merasa kasihan, melihat Zii terus mengeluarkan airmata.

"Kamu mau melihat Aira sebentar?"tanya Adnan.

Zii mengangguk. Kemudian masuk ke IGD. Dilihatnya Aira menggunakan penyangga leher. Tampak lemah. Ia genggam tangan sahabatnya. "Ai, aku pulang ya. Nanti malam aku kesini lagi."pamit Zii. Adnan membelai pipi Aira, pamit dalam hati.

Mereka keluar dari IGD, karena Aira akan dipindah ke kamar inap. Kondisinya sudah cukup stabil.

Usai pamit pada Raave, kedua sejoli itu saling Merangkul. Melangkah pelan keluar dari Rumah Sakit.

Raave, menunggui Aira. "Aku tak menyangka, Prue mendorongmu jatuh, Ai. Aku sudah takut awalnya. Dia bilang padaku, akan mencelakaimu, jika waktu itu, saat berhenti di Rest Area, aku tak mau menemaninya. Maaf Aira.." lelaki itu menunduk. Sambil menggenggam erat tangan gadisnya.

"Kenapa kamu selalu terluka, Ai? Dulu Anne, anak buah Kylie, Ashley, dan kini Prue. Kamu.. Tak membenciku karena itu kan? Kenapa kamu bertahan, Aira??"bisik Raave. Matanya tergenang. Ia ciumi tangan gadis itu berulang kali. Membiarkan genangan di mata meluap tanpa ampun.

"Aku tidak membencimu, sama sekali. Karena... I let it fall to you, Raave.. My heart."sahut Aira, parau. Menghapus airmata di pipi sang lelaki.

Raave menatap Aira dalam. Tersenyum senang, gadisnya sadar.

"Kamu mau, aku pergi dari hidupmu?"tanya Aira. Sendu.

Raave muram. "Tidak.. Tidak sama sekali. Please!" dieratkannya genggaman. Menggeleng tak senang.

"Hanya saja, Let me know, you... " Ia menunduk. Bingung.

"Hm?"

Raave menghela nafas panjang, "Aira, do you love me?" Meluncur juga akhirnya.

Aira sedikit terkekeh dengan ekspresi Raave. "Apakah itu masih juga perlu ditanyakan? I need to confess my love for you? Here? Now?"

"Kamu ingin aku bilang, 'Aku mencintaimu, Raave' begitu?? Lebay!!" Aira memutar bola mata.

Raave tergelak. Geleng-geleng kepala. Senyum lebar di bibirnya terukir begitu indah.

Rumah Zii

Zii pulang dengan wajah sedih. Dalam perjalanan, Rave menghubunginya, memberitahunya bahwa Aira sudah sadar. Hanya harus istirahat dulu, cederanya masih butuh pantauan Dokter. Ia lega. Tapi...

"Sayang, sahabatmu, baik-baik saja, kan Nak?" Ibundanya merangkul Zii. Mengajaknya masuk. Memberinya segelas air.

"Ya, Ma, cedera. Tapi sudah cukup baik keadaannya."jawab Zii. Ia tatap Ibunya.

"Bossmu tadi pamit pulang, katanya masih banyak urusan. Mama dan Papa hanya mengiyakan saja. Kami masih kepikiran Aira."

"Iya, tentu dia pulang. Dialah yang mendorong Aira jatuh dari balkon kamarku, Ma!" Zii emosi.

Sang Mama kaget, menutup mulut. Ayahnya yang sedang bersiap di kamar, langsung keluar. "Apa??!"

"Dia yang mendorong Aira? Tapi kenapa, Zii?"tanya Tuan Wijaya kaget.

"Prue suka pada Raave. Kekasih Aira. Yah dia cemburu pada Aira, karena Raave begitu sayang pada sahabatku itu"

"Ya Tuhan. Sampai sebegitunya!" Nyonya Wijaya mengelus dada. Tak habis pikir, dengan kelakuan anak muda jaman sekarang.

Padahal jika diingat lagi, pada jamannya dulu.

Jika lelaki yang dia suka sudah punya kekasih, ya sudah. Mau bagaimana lagi. Bisanya hanya menangis, sedih, akhirnya sakit. Baru bisa bangkit. Lalu cari lagi lelaki lain yang masih sendiri.

Namun jaman sekarang, apa saja akan dilakukan, demi memuaskan rasa cemburu yang menggebu. Melampiaskan ketidak puasan, karena tak bisa memiliki orang dicintai. Tapi tergantung orangnya juga. Dan kebetulan si Prue ini, orang yang nekat dan bertindak agak seenak hatinya.

"Kamu mandi gih! Siap siap. Bentar lagi Keluarga Adnan kesini!" saran sang Mama. Mengelus kepala Putri tercintanya.

Zii mengangguk. Naik ke kamarnya lagi, teringat lagi kejadian tadi. Airmatanya kembali merembes. Segera ia tutup pintu balkon dan jendela. Menutup tirainya rapat. Lalu melangkah gontai ke kamar mandi.

Ia memilih dress manis berenda selutut. Dengan hiasan manik di dada. Berwarna hijau zaitun. Berdandan sendiri. Sederhana. Tak ingin terlalu menor. Ia ingat Aira yang terbaring lemah di Rumah sakit.

Setelah dirasanya pantas, Zii keluar kamar, turun. Orangtuanya sudah anggun dan gagah, dalam balutan Sarimbit Batik bermotif bunga nan cantik.

Dua keluarga akan makan bersama, di sebuah Resto yang sudah direservasi sebelumnya. Adnan yang mengusulkan, sebenarnya Zii ingin acara di rumah saja. Nanti biar Ibu dan Asistennya memasak makanan.

"Lho Ma, Zen mana?" Zii celingak-celinguk mencari adik perempuan satu-satunya.

Sang Mama tersenyum. "Dia minta maaf padamu, karena ga bisa ikut acara ini. Udah balik ke kosannya. Katanya tugasnya banyak. Bentar lagi kan Skripsi, mau siapin itu juga."

Zii mendengus. "Kok ga pamitan ma aku sih!"

"Kamu tadi ke rumah sakit kan. Dia buru-buru. Ada kuliah besok, pagi banget. Biar ga kecapekan kan. Jarak sini ma kosannya hampir sejam, Zii."jelas sang Mama. Memberi pengertian. "Nanti paling telepon kamu."lanjutnya.

Mereka berangkat bersama. Menggunakan mobil masing-masing. Zii memakai mobil Papanya.

Dalam perjalanan, Ia hubungi Raave..

"Halo, Gimana Aira, Raave?"

"Hai Zii. Ini kamu mau bicara?"

"Boleh." Zii tersenyum senang.

"Hai Zii.."suara Aira, terdengar sedikit serak.

"Ai, kamu udah baikan?"tanya Zii khawatir.

"Ya, mendingan kok, hanya kalau buat bangun, sakit. Jadi aku baringan terus ini. Gimana acaranya?"jawab Aira.

"Aku perjalanan ke Resto. Ai, maaf ya, kelakuan Bossku..."

"Ssshhh.. Ya udah ah. Ga apa. Ya gimana lagi."

"Tapi kamu jadi sakit, dear. Aku..." Zii berkaca-kaca. Kalimatnya terhenti.

"Aku kan emang sakit, Zii. Udah ah. Mau lamaran kok malah nangis. Jadi ga cantik lho nanti." Aira berusaha menghibur. Ia ubah menjadi video call. Agar bisa melihat sahabatnya.

Zii mengulas senyum. Mengusap mata dengan tissue. "Kamu istirahat ya Ai. Setelah acara, aku kesana"

"Iya. Hei, yang penting kamu ma Adnan beresin dulu tuh, acara. Aku gampang, ada Raave juga"sahut Aira.

"Ah mentang-mentang ada dia. Terus pengin berduaan gitu di Rumah sakit?? Hm??"

Aira tertawa kecil. "Ga gitu. Kan kamu juga ada kepentingan kan!"

"Hahahah.. Oke aku tutup ya Ai, udah mau sampai nih! Istirahat ya"tutup Zii. Melambaikan tangan.

"Oke. Good luck ya!" call end

Zii menyimpan ponsel di tas selempangnya. Berusaha tersenyum, ketika bangunan Resto yang terletak di pinggir jalan besar itu tampak.

Stay tune...!