Chereads / THE CEO Is MY ROMEO / Chapter 69 - TAK BISA, DENGAN YANG LAIN

Chapter 69 - TAK BISA, DENGAN YANG LAIN

Raave terduduk di pinggiran ranjangnya. Dengan tubuh menekuk, kepala menunduk. Kedua kaki menjejak lantai. Tangan di lutut. Bernafas sangat dalam, Ia tarik rambutnya kasar. Tidak benar benar menariknya kuat, hanya pelampiasan perasaan yang sedang gusar.

Dadanya yang sempurna itu dibiarkan tanpa penutup. Sedangkan celana boxer, cukup membuatnya nyaman. Raave menutup mata. Mengeraskan rahang, tak percaya dengan apa yang terjadi padanya. Wajahnya memerah, tegang.

Ponselnya berdering. Panggilan masuk, Jill caliing...

Lelaki itu hanya memandanginya, lalu membuang muka. Sama sekali tak berniat, menjawab. Ia masih dengan pikirannya sendiri. Sekilas ketika Ia berciuman dan hampir saja,melampiaskan hasratnya pada Aira, terbayang lagi. 'Kenapa aku berhenti?? Tak bisa lagi kulanjutkan dorongan itu??'

Ponselnya kembali bersuara. Notifikasi pesan. Ia membukanya.

New Messages, Jill

'Raave, kenapa kamu meninggalkanku begitu saja di kamar, kemarin malam? Aku sudah sangat bahagia sekali, bertemu lagi denganmu, apalagi kau bilang, ingin menghabiskan malam denganku.'

Ia lempar ponselnya ke sembarang arah. Menutup muka dengan kedua tangan. "Apa yang terjadi, sebenarnya?!!"geramnya.

Perasaannya kacau. Sang lelaki berdiri, memakai pakaian dan celana lebih sopan, kemudian keluar kamar, setelah mengambil ponsel di lantai. Bagian belakangnya retak.

Ia kendarai mobilnya kencang, keluar dari garasi. Suara ban bergesekan dengan lantai, cukup memekakkan telinga. Disertai asap putih lumayan tebal.

Para pengawal Raave yang standby di berbagai penjuru rumah, dibuat kaget. Oleh bunyi ban juga kelakuan sang Tuan. Setahu mereka, Raave tak pernah berniat menjadi Pembalap.

Masih lumayan sore, setengah enam lebih sedikit. Sang lelaki yang gundah gulana itu menatap lurus ke depan. Matanya tajam, fokus. Flashback on,

Lamunannya melayang, malam kemarin. Saat Ia pergi ke M1, Bar terkenal dan terbesar di kota Pahlawan.

Ia sudah membuat janji dengan Jill, seorang DJ kawakan yang tak hanya piawai meracik musik, namun juga cantik dan seksi. Teman dekat Raave sebelum kenal dengan gadis pemilik BookShop. Teman dekat yang sering menghabiskan waktu dan malam bersama.

Raave mengobrol dengan sang DJ, minum, makan cemilan kemudian sepakat, untuk menghabiskan malam di sebuah Suit Room Hotel yang ada di dekat Bar.

Jill sangat senang, setelah beberapa bulan tak melihat sang lelaki.

Dalam Perjalanan menuju ke Hotel, tak dilepaskannya sedikitpun tangan Raave. Menggenggamnya erat, berulang kali menatapnya dengan penuh cinta.

Raave hanya mengulas senyum. Perasaan tak nyaman, mulai menghinggapinya. Tentu akan sangat menyenangkan, jika seseorang yang berjalan di sisinya, menggenggamnya adalah gadis yang berbeda. Aira, misalnya. Eh..?

Kamar mewah nan luas menyambut mereka. Jiil segera ke kamar mandi, membersihkan diri, beberapa saat.

Keluar hanya dengan memakai bathrobe. Wajahnya segar, Raave yang duduk di tepi ranjang memandanginya datar. Perasaan tak nyaman itu semakin berkuasa. Malah berubah jadi aneh. Tak karuan. Ia gelisah. Entah karena apa.

Ia berusaha menepisnya, membalas ciuman Jill di bibirnya. Namun.... Kala menatap sang DJ, wajah Aira yang Ia lihat, tersenyum manis padanya. Begitu membuatnya terpana.

Raave tersentak, seketika. Perlahan Ia menjauh. Ekspresi tak percaya menghiasi wajahnya.

Tapi bukan dia satu-satunya, sang DJpun sama. Menatap lelaki itu tak percaya. Mendadak kaget, di tengah ciuman mereka yang dalam. Parahnya, sang lelaki segera menjauh, seolah itu semua tak berarti apa apa.

Raave pamit keluar pada Jill akan membeli beberapa botol wine.

Awalnya Jill, tak membolehkannya, mereka bisa pesan lewat saluran internal kamar. Tapi bukan Raave namanya jika tak nekat.

Sebenarnya, Ia tak berniat minum wine. Ia tinggalkan kamar itu, dengan Jill yang masih penuh harapan. Tapi juga dengusan. Setengah berlari menuju lift, turun ke bawah. Membereskan administrasi lalu ia berlari keluar, ke parkiran. Masuk mobil. Menyuruh Luke ngebut. Pulang.

Luke sudah menjemputnya lagi. Ia meminta sang sopir pulang saja, usai mengantarnya. Lalu dia akan menelepon jika butuh jemputan. Flashback end.

45menit berlalu, Raave sampai di sebuah rumah. Berlantai dua. Minimalis. Ia parkir di tepi jalan, karena halamannya sedang ada sedikit perbaikan.

Ia keluar dari mobil, berjalan pelan, mengetuk pintu.

Kliikkk...

Pintu terbuka, seorang wanita paruh baya tersenyum ramah padanya. "Mas Raave..?". Mempersilahkannya masuk.

Pandangan Lelaki itu segera tertuju pada Tv yang menyala. Dengan seseorang duduk di sofa di depannya. Tangannya memegangi sebungkus potato chips rasa rumput laut.

Ia dekati dan belai kepalanya.

"Hai, Raave.."sapa Aira, menoleh, tersenyum senang. Bergeser, memberi sang lelaki ruang untuk duduk di sampingnya. "Tumben jam segini kesini? Ga ada masalah, kan?"tanyanya heran.

Raave menggeleng, masih mengelus kepala gadisnya. "Oh, kamu jadi ke Semarang besok?"

"Ya, kamu ikut?"tanya Aira.

"Pasti!"jawab Raave mantap.

"Kamu ga sibuk? Aku ga bilang kemarin karena aku takut ganggu kamu, Raave"

"Tidak sama sekali, lagipula aku ingin bertemu juga dengan MamaPapa."

"Lalu jika sudah ketemu, mau apa?"goda Aira. Ia letakkan kakinya di atas kaki lelakinya. Sengaja.

"Silaturahmi kan. Ramah tamah, atau apa gitu."jawab Raave. Tertawa kecil.

Aira tergelak. "Tapi aku juga mau ke tempat Zii, Adnan akan yaa... Istilahnya ijin sama Ortunya Zii, gitu Raave!"

"Ohh.. Lamaran??"sang lelaki sedikit terkejut.

"Iya, anggap saja begitu. Pertemuan antar orangtua."

"Cepat sekali ya nampaknya. Seolah baru kemarin, kamu cerita padaku, soal mereka pacaran, sekarang udah mau lamaran aja!"celoteh Raave.

"Hm... Zii hamil"sahut Aira, bersuara pelan.

Raave kaget. Menatap Aira dalam. "Jadi begitu?"

"Hm ya. Sebelum perutnya kelihatan besar kan. Jadi.."

"Ortu mereka tahu ga?"tanya lelaki itu.

"Kayaknya ga tahu deh Raave. Adnan takut cerita. Zii juga."jawab Aira.

"Lalu kalau ditanya kenapa keburu-buru menikah, apa jawaban mereka?"

"Adnan dikasih bonus Bossnya menginap tiga hari di Hotel mewah di Singapore. Dia ingin jadikan itu honeymoon gitu."

Raave tertawa kecil. Garuk-garuk kepala. "Hanya karena itu, tampaknya sedikit ga masuk akal, Ai. Jika hanya itu alasannya."

"Aku juga kemarin ikut cari alasan. Aku saranin, jujur aja, mereka ga mau. Ya udah. Terserahlah. Aku males mikirin juga sebenarnya. Tapi mereka sahabatku."

"Akhirnya?"

"Ga tahu Raave. Mereka akhirnya bilang apa," Aira meringis.

Gadis itu semakin dekat, kakinya yang mulus terpampang, karena Hanya pakai celana pendek.

Raave hanya bisa menahan nafas. Ingin rasanya mengusap kaki mulus sang gadis. Namun Ia takut malah jadi tak karuan nanti. Jadi hanya bisa ia pandangi. Tangannya ia letakkan begitu saja di atas kaki Aira.

Beruntungnya, gadis itu menurunkannya sesaat kemudian. Membuat Raave bernafas lega. Selega-leganya. Aira berjalan ke dapur. Mengambil minum. Juga dua botol air kelapa.

Ia sodorkan pada Raave. Memintanya meminumnya.

"Hmmm... Apa ini Ai?"tanya lelaki itu, memandangi botol di tangannya dengan tatapan senang, Usai meneguknya. Haus juga.

"Air kelapa. Enak?"

"Hmm... " Raave hanya berekspresi senang, dan meneguknya berulang kali hingga tandas. Membuka botol kedua.

Rumah Zii

"Gimana, Nan?"tanya Zii. Ia mengunyah keripik bayam lumayan pedas. Adnan ke rumahnya. Membawakan Nasi Padang hangat, untuk makan malam. Juga jeruk manis hangat.

"Makasih ya dear! "teriak Zii, senang. Ia peluk kekasihnya.

"Sama-sama. Aku tahu kamu seneng Nasi Padang kan. Tapi ini ga ada sambalnya. Cuma Rendangnya."aku Adnan.

"Gak masalah."jawab Zii tersenyum.

Mereka duduk di depan Tv. Adnan merengkuh sang kekasih. "Persiapan buat besok, beres?"tanya Adnan. Mencomot keripik bayam.

"Hm.. Sudah. Om jadi ikut?"tanya Zii. Menatap acara kartun anak anak.

"Jadi. Malah sama Tante juga."

"Wah,.. Jadi rame ini!"

"He em. Bilang sama Mama Papamu ya, aku dateng sama Ortuku, Om Tante. Biar mereka ga kaget."

"Udah kok. Nan."

"Oh, Aira jadi ikut juga kan?" Adnan kepo juga.

"Ya, sama Raave katanya."jawab Zii.

"Hmmm.. Siip. Double date nih!!" Adnan tergelak. Diangguki Zii.

"Makan yuk!!"ajak Zii, ia menepuk perut.

Kedua sejoli itu makan malam bersama. Dengan menu Nasi Padang nan lezat. Air jeruk manis jadi pelengkap.

"Nanti kita ke tempat Aira juga ya, Nan. Lama ga ketemu Om sama Tante Harsena."saran Zii.

"Siap, Boss!!"

Prue calling...

"Ya, Miss Prue."jawab Zii. Sopan.

"Hai, Zii. Aduuhhh.. Kantor tanpa kamu, sepi aja rasanya. Hehe.. Oh iya. Besok pagi ya, kamu berangkat?" Prue berseloroh.

"Hehe... bisa aja Miss. Iya besok pagi." Zii menimpali

"Ehmm.. Zii, bolehkah aku ikut? Ini kan moment penting. Aku juga ingin menyaksikannya." kata Prue, tiba-tiba.

Zii terhenyak. Ya, Ia memang sudah ijin untuk ke Semarang. Sedikit acara pertemuan keluarga Adnan dan keluarganya, pada atasannya itu.

Haruskah Ia mengiyakan atau menolak. Sungkan juga kalau ditolak. Bingung. Ia tatap Adnan. Bicara dalam bahasa bibir.

"Miss Prue mau ikut, Nan!"

Adnan kaget, mengangkat bahu.

"Zii, maaf. Aku tahu ini acara pribadi. Hanya sekedar ingin silaturahmi juga dengan Orangtuamu. Setelah itu aku pulang." Prue menambahkan.

"Baiklah, Miss." jawab Zii, enggan.

Setelah bicara beberapa patah kata, Ia akhiri obrolannya dengan Prue. Zii mendengus.

"Gimana, ini Nan??" Zii gusar.

"Apanya?"

"Lha Miss Prue malah mau ikut. Kan Raave juga ikut. Bisa ketemu nanti. Gimana ya?? Adoohhh!!!"

"Hmm.. Ya mau gimana lagi. Tapi Raave kan lelaki tegas, pastinya dia juga akan seperlunya saja sama Prue."sahut Adnan. Memutar bola mata.

"Perlukah aku bilang Aira?"tanya Zii, linglung.

"Bilang gak apa. Coba gimana reaksinya?"

"Okelah."

Zii mengirim pesan singkat. Memberitahukan bahwa Prue akan ikut juga. To the point. Zii menggigit bibir. Gelisah. Menunggu reaksi sang sahabat.

Agak lama, balasan baru datang,

'Ya, gak apa, Zii. Dia kan Bossmu. Mungkin mau silaturahmi ma Ortumu.'

Zii bernafas lega. Tapi tak benar-benar lega. Ia tahu, Aira menyimpan rapat rasa cemburu, gundah gelisah, dan apalah itu. Rapat. Tak ingin membuat orang di dekatnya khawatir.

'Beneran gak apa, Ai?' tulis Zii lagi.

'Hei, Zii. Ini acaramu. Jadi kan terserah kamu juga.'balas Aira

'Raave, gimana?'

'Aku udah pernah bilang kan, aku santai. Udahlah, Zii. Jangan pikirin itu. Persiapan besok udah bagus belum?'balas Aira lagi.

'Iya, Ai. Aku hanya khawatir padamu.'

'Tak apa, Zii. Just enjoy it. Okay??'

'Okay, honey. Met istirahat ya Ai'

'Iya Zii, kamu juga'

Zii menghela nafas panjang. Makannya sudah tandas sedari tadi. Ia kumpulkan sampah, lalu dimasukkan ke plastik. Ia buang di bak depan.

Adnan, membelai pipinya, kala ia duduk lagi di samping lelaki itu. "Merengut aja, daritadi?" Ia kecup bibir sang perempuan.

"Mikirin Aira itu lhoo... "jawab Zii, masih agak gusar.

"Hm.. Percaya aja ma dia, Zii. Kayak kamu kenal dia baru kemarin aja."saran Adnan, bijak. Mencoba menenangkan wanitanya.

Zii tersenyum samar. Bersandar di pundak Adnan. "Dia selalu berusaha sabar."

"Itulah Aira, sahabat kita!" Adnan mengerling. Tersenyum.

*