Chereads / THE CEO Is MY ROMEO / Chapter 68 - MASIH RAGU???

Chapter 68 - MASIH RAGU???

Pranaja Tech sudah agak sepi, saat Aira tiba di sana. Hanya tersisa beberapa mobil. Termasuk MPV besar sang CEO. Mobil ini seolah menertawakannya.

Ia parkir. Petugas Keamanan, menunduk, tersenyum padanya, ketika Ia mulai melenggang masuk ke kantor besar itu.

Front Linernya belum pulang. "Sore, Mr Raave, masih di ruangannya, Kak?"tanya Aira. Sopan.

"Sore juga, Masih, Nona. Mau saya antar?"tawar si Front liner.

Aira menggeleng, berterima kasih. Lalu melangkah ke lift. Naik, menuju ruangan Raave.

Bersamaan Raave keluar dari lift khusus Direksi. Bersama Gio. Wajahnya sudah tampak biasa saja.

Aira tiba di depan pintu ruangan sang lelaki. Jantungnya berdebar. Baru saja, Ia akan mengangkat tangan untuk mengetuk. Seorang lelaki, hanya mengenakan kemeja dan dasi, menyampirkan tas di bahu, memberitahunya bahwa sang CEO sudah pulang. Baru saja.

Aira mendengus. Lalu berterima kasih. Berbalik, menuju lift. Turun lagi.

Gadis itu berjalan gontai, keluar. Pamit pada sang Front Liner. Juga pada Petugas Keamanan. Wajahnya masam. Diusapnya muka berulang kali.

Ia masuk mobil. Sebelumnya, Ia edarkan pandangan. Mobil Raave sudah tak tampak. Berarti lelaki itu pulang. Pikirnya.

Aira pakai seatbeltnya, mulai menekan panel 'ON'

"Cari siapa Nona Aira?"suara merdu itu mampir di telinganya. Tiba-tiba.

Sang gadis kaget setengah mati. Hampir melompat. Ia tengok spion, tak ada siapa-siapa di luar mobilnya. Lalu, Gadis itu menoleh ke kursi belakang.

Raave, duduk melipat tangan di dada, dengan senyum mautnya. Paperbag BakeShop Ia letakkan di pangkuan.

"Raave..!!"teriak Aira histeris. Entah apa yang dipikirkannya. Bergerak ke belakang begitu saja. Menghambur memeluk Raave.

Lelaki itu mengusap punggung sang gadis.

"Maaf Raave. Aku hanya bercanda tadi, maaf jika sudah membuatmu marah, dan khawatir!"gumam Aira, suaranya gemetaran.

"Hm. Ya. Lalu kenapa kamu kesini? Ini untukku??" sahut Raave santai.

"Iya, itu untukmu. Aku hanya ingin minta maaf padamu, makanya aku kesini, Aku tahu kamu pasti belum pulang" Aira menatap sang lelaki dalam.

Lelaki itu membelai pipi gadisnya, memandangnya lekat. "Lain kali jangan diulangi.."bisiknya.

"Oke. I'm so sorry!"

Raave mendekatkan dan menyatukan bibir mereka. Ia kecup Aira dalam. Kemudian bergerak ke depan. Duduk di balik kemudi. Menyalakan mesin. Usai pakai seatbelt.

"Kamu antar aku pulang ya. Mobilku dibawa Gio!"ujar Raave, mengerling. "Ini akibatnya, jika sudah membuatku emosi seperti tadi. Hm?"

"Oke, charming man." Aira tersenyum. Mencubit dagu Raave. Ia duduk di samping lelaki itu. Menyandarkan kepalanya yang agak terasa berat.

Perjalanan dari kantor Raave, di kawasan Industri, hingga ke Bukit Golf Citraland Residence kurang lebih 30 menit. Bisa juga kurang dari itu, jika membawa mobil layaknya pembalap profesional.

Di tangan Raave, perjalanan, menjadi dua puluh menit saja.

Ia masuk ke halaman, semua penjaga menunduk. Kemudian mobil sang gadis, ia masukkan ke garasi. Parkir Di samping MPVnya.

"Ehmm... Kok dimasukin mobilnya Raave. Aku hanya mengantarmu pulang, kan?" Aira menginterupsi.

Raave tersenyum manis. Lalu menggandeng Aira keluar dari garasi.

"Tuan muda..."sapa beberapa asisten, yang diangguki Raave. Ia masih tersenyum sambil melangkah bersama Aira yang berdebar debar.

Raave merengkuh sang gadis. Mereka naik ke kamar sang lelaki.

Ia buka pintu, lalu mengajak Aira masuk. "Aku mau mandi, Ai. Tunggulah dulu, nanti kita makan malam."Ujar Raave, menunjuk sofa besar dekat jendela.

"Kenapa harus menunggu di sini?"gerutu Aira lirih.

Sang lelaki sudah menghilang di sebuah pintu lain. Aira mengamati dari sofa tempatnya duduk.

Ia bersandar santai, membaca beberapa majalah di meja kaca. Beberapa foto Raave terpampang, Di majalah bisnis. terlihat begitu mempesona. Aira tersenyum. Geli.

Gadis itu menguap. Tertidur begitu saja, setelah beberapa saat, membaca sinopsis novel, yang direview oleh salah satu tokoh terkenal.

Raave keluar dari kamar mandi. Segar. Tshirt abu tuanya semakin menambah pesona sang lelaki. Celana selutut.

Ia tersenyum melihat Aira yang lelap. Duduk di sisi sang gadis. Mengecup bibirnya dalam. Lalu mengangkat Aira, membaringkannya di ranjang. Kedua kalinya. Gadis itu tidur di ranjang Raave. Masuk di kamarnya.

Aira sedikit kaget, segera membuka mata. "Maaf, Raave. Aku ketiduran." Ia bangun.

"Lho, malah bangun. Tidur aja, Ai. Kamu butuh istirahat."sahut Raave. Duduk di tepi ranjang.

Aira tersenyum.

Raave Mendekat, meraih bibir lembut sang gadis, mengecupnya dalam. Yang segera dibalas dengan lebih intens. Gadis itu tak sengaja mendorong lelakinya, hingga terbaring di sana, di ranjangnya. Ia di atas sang lelaki. Ditatapnya Raave lekat. Jantungnya seperti ingin melompat-lompat.

"Aira.."bisik Raave, suaranya begitu mengalun indah. Dirapikannya rambut sang gadis, yang menjuntai sedikit di samping telinga.

Aira segera menjauh, "Maaf, Raave..!"gumamnya. Berdiri, tapi tangannya segera ditarik Raave yang bangun.

Menghempaskannya kembali ke ranjang. Kali ini, Raave yang berada di atas Aira. Lelaki itu mengecup lagi bibir sang gadis, merasakannya, meresapi setiap sensasi yang muncul. Sambil memejamkan mata. Darahnya berdesir perlahan, menghangat. Bibirnya turun ke leher Aira. Menghujaninya dengan kecupan kecupan kecil.

Aira menahan sekuat tenaga, agar tak mendesah. Dialihkannya dengan tangan yang sibuk melepaskan Tshirt Raave. Terpana sesaat. Dada bidang, sixpack yang sempurna. Aroma maskulinnya menghanyutkan.

Lelaki itu terlonjak, mendadak. Menatap gadis di bawahnya, dalam dan intens. Lalu membelai pipinya. Nafasnya terengah. "Maaf, Aira..!! Apa yang kulakukan??" Raave menjauh pelan. Sambil mengusap kasar mukanya. Mengumpat lirih.

Aira bangun, "Kenapa, Raave?"

"kenapa kamu tak menghentikanku??"tanya Sang lelaki gusar. Ia usap lengan Aira.

"Untuk apa kuhentikan? Aku percaya padamu!"balas Aira, penuh keyakinan.

Raave terkesiap. Ia menatap blus gadisnya yang terbuka. Memamerkan push up bra abu tua berenda kecil, yang membalut dada yang penuh. Dengan belahan sedikit mengintip. tangannya gemetar, saat ia kancingkan dan simpul lagi tali blus Aira. Berusaha tak menyentuh dada seksi itu. Sedikitpun, namun tak bisa. Tangannya tetap menyenggol sedikit. Membuatnya semakin gemetaran.

Aira menahan tangan Raave. Mengambil alih kegiatan mengancingkan blus. Ia benahi sedikit blusnya, lalu menyimpul tali di bagian dada.

Raave menunduk sekilas, lalu mendekap Aira. "Maaf aku terlalu... "

"Sudahlah, Raave. Oh kita jadi dinner?"tanya gadis itu, senang. Melepaskan pelukan lelakinya, berdiri.

Raave memakai Tshirtnya. Mengangguk dan tersenyum. Lalu menggandeng sang gadis keluar kamar. Beberapa asisten kaget, tak pernah mereka jumpai sang Tuan muda, membiarkan seorang gadis, memasuki kamar pribadinya ini. Lalu tiba-tiba gadis manis ini, digandeng keluar dari sana.

"Kita makan dimana?"tanya Aira, berjalan santai di sisi Raave yang masih agak linglung, kelihatannya.

"Hm?"balas Raave bingung. Masih lekat di pikirannya, betapa seksinya dada Aira. Penuh dan tampak indah dalam balutan bra yang berenda. Dari luar saja begitu memukau, bagaimana jika... ? Ia membayangkan jika menyentuhnya. 'Astaga!! Aku kenapa sebenarnya??!'batinnya resah.

"Raave..??" Aira menatapnya heran. Mereka berhenti di ruang tamu kediaman Pranaja, yang luas dan serba minimalis.

Sang lelaki geleng-geleng kepala gundah. Mengenyahkan pikiran itu. 'belum watunya, Raave..!' Ia mengingatkan diri sendiri. Mengingatkan diri sendiri??

"Kamu pengin makan dimana, Ai?"akhirnya Raave fokus lagi.

"Terserah kamu, tapi jangan malam-malam ya, pulangnya!" Aira menatap sang lelaki sayu. Jujur, ingin membaringkan diri, di tempat tidurnya yang nyaman.

Raave menyadari wajah lelah gadisnya, jadi Ia rengkuh Aira. "Oke, ayo!" Luke sudah siap dengan MPV. Sang lelaki masuk bersama gadisnya.

"Ke Resto GWalk aja Luke, yang deket."ujar Raave.

Luke mengangkat jempol. Segera melaju santai.

Aira bersandar di pundak lelakinya.

Dalam waktu singkat mereka tiba. Jaraknya memang dekat. Hanya beberapa menit.

Raave mendatangi sebuah Resto bergaya minimalis. Memesan Nasi Goreng Seafood dan Nasi Ayam Hainan. Lalu onion ring, ayam crispy, dua gelas jus lemon yang segar. Sengaja, agar Aira makan banyak. Mereka duduk dekat taman mini yang asri.

Hitungan menit, sepiring penuh Nasi pesanan Raave tersaji di meja. Mengepul. Aromanya membangkitkan selera. "Ayo, makan. Kamu pilih yang mana? Biar aku sisanya."kata lelaki itu.

Aira memilih Nasi Goreng, tepat sesuai dugaan Raave.

Gadis itu makan dengan lumayan lahap, sambil mencomot Onion ring sesekali. Ia tersenyum senang. Menatap lelaki di depannya gembira. "Enak, nasgornya!"komentarnya, dengan mulut penuh makanan.

Raave mengangguk, mengulas senyum manis. "Hm, habiskan semuanya!"perintahnya.

Airalah yang menghabiskan makanan. Ayam, onion ring, nasi goreng. Jus juga tandas. Ia menepuk perut. "Terima kasih ya Raave!"gumamnya.

"Hm, ayo pulang!"ajak Raave. Tak membuang waktu, Ia tahu gadisnya kelelahan.

Luke melaju kencang, menuju rumah Aira. Karena Membutuhkan waktu hampir satu jam. Aira sudah menutup mata di pangkuan Raave. Nyenyak. Benar-benar lelah dan butuh tidur.

Dalam perjalanan, Raave mengulas senyum misterius. 'Aira, apakah aku masih sama seperti sebelum bertemu denganmu?'batinnya galau.

Ia usap-usap kepala sang gadis penuh kasih. Mengecup kening dan bibirnya sekilas. Aroma lemon, masih berjejak di sana. Wajar saja, Aira minta tambah segelas lagi Jus Lemon yang nikmat itu.

Tiba di rumah sang gadis, Raave segera mengangkat Aira. Masuk. Bu Wina sudah menunggu rupanya di teras. Ia naik ke kamar gadis itu, membaringkannya di bed, menyelimutinya. Sebelum pergi, Ia kecup lagi bibir sang gadis begitu dalam.

Lalu pamit pada Bu Wina. Bergegas Keluar, masuk mobil.

Raave memakai jaketnya. Senyumnya terulas tipis. Ada perasaan ragu di dalam hati. Tapi jika Ia tak lakukan, Seterusnya tak akan pernah Ia tahu, apa bedanya. Sebelum dan sesudah bertemu Aira. Juga sesuatu yang membuncah di dalam hati dan jiwanya. Yang baru dirasakannya kali ini. Semenjak gadis manis pemilik BookShop itu masuk di hidupnya.

Luke yang melaju, melirik sang Tuan dari spion. Heran. "Sir, kita pulang? Atau.. Mau kemana?"tanyanya, sopan dan hati-hati. Raave tampak sedikit muram.

Si Tuan masih diam saja. Perasaan ragu tadi menguasainya. Pergi, tidak, pergi, tidak, pergi..tidak! Ia bingung. Lalu.. 'Hei, apa yang terjadi. Mau pergi ya pergi saja. Kenapa harus bingung dan ragu? Dulu juga begitu!'rutuknya dalam hati.

"Mr Raave...??" Luke menunggu jawaban.

"Hm. Kita ke M1!"balas Raave, mantap.

Luke terhenyak sesaat. Ia menoleh. "M1? M1 Super Club?"

"Iyaa.. Memangnya M1 mana lagi, Luke. Kenapa wajahmu kaget begitu? Aku ada janji dengan seseorang."timpal Raave. Mengetik sesuatu di ponsel. Tersenyum.

"Oke Sir!"jawab Luke. Wajahnya berubah muram. Bingung. Bertanya-tanya. Kenapa Tuan mudanya mendadak ingin pergi, ke salah satu Bar paling terkenal di Surabaya itu? Kebiasan yang sudah ditinggalkan, sejak... Kenal Aira. Bertemu seseorang? Perempuan??

*