Chereads / THE CEO Is MY ROMEO / Chapter 67 - "MAAF, RAAVE... "

Chapter 67 - "MAAF, RAAVE... "

"Dear, kamu mau pulang sekarang, yakin?"tanya Zii. Ia tatap sahabatnya lekat.

Aira mengangguk mantap. "Zii, aku udah hampir tiga hari di sini. Mau sampai kapan lagi?"protesnya, merengut.

Zii tersenyum. "Oke, oke. Raave tahu kan?"

"Ya, diberitahu belakangan juga ga masalah, kan."

"Lha nanti kalau dia kesini?"

"Iya, iya... Aku telepon!" Aira menghubungi lelakinya. Mendengus.

"Ya, Ai"

"Raave, aku pulang ya, siang ini." gadis itu langsung bicara.

"Apa kata Dokter? Kamu udah boleh pulang?"

"Oh please, Raave..!" Aira memohon.

"Iyaaa... Aku paham. Okeee.."

"Makasih. Udah ya, aku mau siap-siap."

"Biar dijemput Luke, ya."

"Aku sama Zii, Raave"

"Oh, oke"call end

Aira tersenyum senang. Segera ganti baju. Zii sendirian, karena Adnan sibuk. Setelah mendapat persetujuan Dokter Alan, Ia bergegas keluar dari kamar inapnya. Dokter berpesan untuk menjaga kesehatan. Jangan terlalu memforsir tenaga. Aira mengiyakan dan berterima kasih, pada Dokter yang telah lama menangani sakitnya itu.

Juga pada para Perawat yang sudah sabar padanya.

Ia regangkan tubuh, begitu tiba di halaman Rumah sakit. Menghirup udara sedalam-dalamnya. Bernafas lega.

"Ai, Selama kamu di Rumah sakit, siapa yang menanggung semuanya?"tanya Zii, penasaran. Mereka dalam perjalanan. Bu Wina duduk di belakang.

"Raave, Zii. Selalu dia yang menyelesaikan semua urusan administrasi. Makanya aku ga mau lama-lama di Rumah Sakit. Aku ga ingin nambah beban dia."jawab Aira.

"Aku ingin mengganti semuanya, namun dia marah. Tak menghubungiku, beberapa hari."lanjut Aira.

Zii menatap sahabatnya, tersenyum haru.

"Pernah kata Bu Wina, saat aku sakit, tak ada ruang VVIP kosong. Hanya ada VIP. Dia menelepon seseorang, entah siapa. Dan hasilnya dia dapatkan ruangVVIP khusus."

"Berarti dia sangat menyayangimu. Ai. Apa kamu tahu, aku juga mendengar Miss Prue memanggil Raave dengan sebutan 'Dear'. Dan Raave marah, tak membolehkan Miss Prue memanggilnya begitu. Ya, karena hanya kamu yang boleh, Aira." Zii menimpali. Membeberkan bukti, yang menunjukkan Raave sayang pada Aira.

Sang gadis hanya mengulas senyum simpul. Tak menanggapi. Cukup Ia tahu saja. Raave memang tak pernah sama sekali, terang-terangan mengatakan perasaannya. Bahkan mengungkapkan rindu pun tak pernah, apalagi cinta. Ia hanya selalu berkata, "Aku ingin menemuimu" atau "Aku ingin jalan denganmu" sebatas kata-kata sederhana biasa. Yaaa... Baginya tak masalah. Aira juga tak bertanya lebih jauh. Ia memang jatuh cinta pada lelaki itu, mencintainya, barangkali.

Kalau dipikir pikir, menyakitkan juga. Ia yang berulang-kali mengungkapkan perasaannya, tapi sang lelaki hanya berdehem saja.

Raave juga menyadarinya, tapi sikapnya tetap sama. Cuek. Angkuh seperti biasa.

"Aii..." Zii menangkup wajah Aira. Mendekat. "Kamu ngalamun, ya?!!"tegur Zii dengan suara cukup kencang. Kala Berhenti di lampu merah. Aira malu sendiri.

Mereka tiba di rumah Aira, beberapa menit kemudian. Bu Wina membawakan tas Aira. Membuka pintu. Sedikit membersihkan debu.

Sedangkan sang Nona dan sahabatnya masuk, langsung duduk di sofa Tv. Aira bersandar. Zii di sebelahnya. "Kamu pusing?"tanyanya.

"Ga, aku bosen Zii. Sakit. Di Rumah sakit. Makanya aku ga betah."jawab Aira. Mengusap muka dengan kedua tangan.

Zii hanya bisa tersenyum haru, prihatin.

"Tenanglah, kamu pasti sembuh, Aira. Aku selalu doain kamu, Adnan juga." Ia peluk sahabatnya. Mengusap kepala dan punggung bergantian. Lalu mengusap matanya sendiri yang tergenang.

"Hmm.. Biar ga stress nih, ada reuni lagi. Minggu depan. Di.. Kedai sekitar GWalk, Ai. You in?" Zii berusaha menghibur Aira. Memegangi dua tangan sahabatnya, lalu menggoyangnya pelan.

"Hm, okay!!"jawab Aira senang. Ia belai pipi Zii.

"Siiipp..!! Oh jadi ngajak Raave ke Semarang?"tanya Zii lagi.

"Ehmm, aku belum tanya. Takut kalo Ganggu. Kalo berangkat sendiri, kuat ga ya? Hehe.." Aira berspekulasi.

"Ngajak Raave ajalah. Minim resiko!"timpal Zii.

"Minim resiko?"

"He em. Kamu kan jadi ga cepek. Ada gandengan juga, terus PapaMama tahu deh.. Tadaaaa...!!" Zii menggoda Aira. Terkikik.

"Dasar kamu Zii!! Eh,..eh.. Reuni kapan tadi? Minggu depan? Terus ke Semarang kapan, Neng?" Aira mendelik lucu.

Zii menepuk dahi. "Ho o ya. Kok yo ga lihat jadwal. Kita ke Semarang hari Sabtu. Reuni hari... "

Ia utak-atik ponsel. Melihat lagi, kiriman grup di aplikasi chatting. Seketika berteriak, "Senin!!"

"He em. Yaaa.. Baguuuss..! Sabtu berangkat, Minggu sore pulang. Senin reuni. Selasa tipes."celetuk Aira, menutup mulut. Geli sendiri.

Zii tertawa bingung. "Heheeh.. Ga gitu juga kan ya..masak Sabtu datang, Minggu pulang!"

"Lha makanya itu. Dilempar wajan sama panci kamu nanti sama Mamamu. Kalo aku kan nyantai. Paling ga kan dua hari gitu Zii, masak cuma semalam!"lanjut Aira. Serius kali ini.

Zii tergelak. "Ah, itu mendingan. Bisa Dilempar cobek aku Ai! Hahahahhhh..!!!"candanya.

Aira ikut terbahak. "Terus jadinya?"

"Ya emang berarti ga bisa ikut reuni. Aku calling Adnan deh. Biar dia yang beritahu temen-temen!" Zii segera mengirim pesan singkat pada Adnan. Sambil terkekeh geli.

"Kamu cuti ini berarti?"

"Iya"jawab Zii, menunggu balasan Adnan.

Aira mengangguk. "Oh ,Zii . Aku mau tanya soal tempat di Semarang yang..."

Zii menatap sahabatnya, dalam. Mengangguk. "Dia tahu. Dicek ke pemilik tanah itu langsung. Dan kayaknyaaa... Dia marah, Ai. Patah hati juga, mungkin.." Ia angkat bahu.

"Hm, karena Raave marah, dia ngrebut area yang sudah kubooked lebih dulu. Ya wajar. Dia pasti cemburu berat."

"Terus gimana itu? Dia gantiin lahan yang udah dia rebut kan? Aku ga ngurusin Ai, soalnya. Bukan tanggung jawabku." Zii tatap sahabatnya lagi.

Aira tersenyum, Mengangguk. "Udah. Tapi ga strategis. Jauh dari kota. Ga deket sama apapun! Raave marah awalnya. Tapi kubujuk dia biar ga perpanjang lagi, urusannya. Aku ga mau debat dan ada masalah ma Miss Prue, dia kan Bossmu."

"Gitu ya. Kamu tetep rugi dong!" Zii menimpali.

"Aku jual lagi area itu. Kusuruh Mr Suri yang urus. Terus aku cari sendiri di Semarang. Sedikit tanya-tanya Papa. Kan beliau banyak kenal broker di Semarang." cerita Aira.

Zii terlihat senang. "Kamu selalu punya cara. Makasih Ai,"

"Makasih? Untuk?"

"Memaafkan 'Bossku' itu!" Zii memanyunkan bibir saat menyebut kata Bossku.

Aira geli sendiri. "Sami-sami, Mba Zii!"

"Terus udah dapet areanya?" Zii kepo.

"Udah. Deket kantor Papa malah. Kantor Papa kan kawasan rame dan sibuk juga."

"Papamu masih ngantorr??!" Zii mendelik.

"Iya dong!! Ga mau diem aja di rumah. Aku udah pernah bilang. Tapi ga mau. Katanya, Bossnya juga membebaskannya mau kerja sampai umur berapa."

"Nanti kita survei ya Zii, coba kesana. Aku masih penasaran. Udah dikirim foto ma video, cuma lebih mantap kalau lihat langsung, kan"

"Siipp!!" Zii mengacungkan empat jempol. 2tangan, 2kaki.

Membuat Aira terbahak-bahak.

Mereka mengobrol asyik. Bu Wina sudah menyiapkan makan siang. Agak sedikit terlambat, ya, karena mereka pulang sudah lewat jam makan siang.

"Yuk makan dulu, yuukk!!!"teriak sang asisten dari dapur.

Zii menggandeng Aira ke ruang makan. Bu Wina menggoreng Ayam yang sudah dibumbui, beberapa hari lalu. Membuat sayur bening dan sambal tomat. Telur goreng.

"Maaf, sederhana. Hehe..!" Bu Wina mengusap lengan Aira. Sungkan.

"Ah, Bu.. Bu.. Udah makasih banget dibuatin kok. Bu Wina istirahat deh. Habis makan. Yuk makan sekalian bareng."balas Aira.

Ketiga perempuan itu makan siang dengan lahap. Zii menambah dua porsi. Aira cukup puas dengan Ayam dan sambal. Lalu memakan sendiri sayur bening. Seteko air mineral dingin yang diberi beberapa irisan lemon. Yummy!

Usai makan, Bu Wina Segera mencuci piring, Aira dan Zii memberesi meja. Lalu membantu asistennya itu sebentar.

Selesai. Bu Wina ikut menonton TV.

"Lho ga istirahat dulu di kamar?" Aira menegur.

"Ah, Mba Aira ini. Kayak gini juga istirahat to..sambil nyelonjorin kaki"jawab Bu Wina. Memanjangkan kedua kaki.

"Hehe.. Tidur maksudnya, Bu!"

"Saya ga ngantuk Mba!"

"Ya udah, Bu. Terserah aja! Tapi kalo capek buat tidur." Zii menimpali. Diamini Aira.

Menjelang sore, Zii pamit pulang. Kenyang dan sedikit ngantuk, jujur saja.

"Ati -ati, lho Zii!"teriak Aira, saat Zii mulai melaju kencang. Jempolnya keluar dari jendela. Lalu melesat.

Aira naik ke kamar. Ingin membersihkan diri. Bu Wina tidur di kamarnya.

Raave calling..

"Ya, Raave" Aira membuka pintu kamar.

"Hm, kamu sudah di rumah?"

"Tidak. Aku di rumah teman."goda Aira.

"Heii.. Baru keluar dari Rumah sakit, sudah ke rumah teman!! Aira, bisakah kamu pulang, istirahat. Teman siapa??!" Raave terdengar emosi. Suara pulpen terlempar, samar.

Aira menutup mulut, menahan tawa. Ia berbaring di tempat tidurnya.

"Ada reuni mendadak tadi, diajak Zii, jadi ya... "

"Pulang..!!!"sergah Raave.

"Ehmm.. Tapi ini ... "

"Pulang.. Aira Harsena Lou!! Kamu tak dengar??! Harus kujemput paksa??!" Suara tinggi sang lelaki, membuatnya semakin terbahak tanpa suara.

"Iyaa.. Aku pulang, sejam lagi selesai kok!"

"SEKARANG..!!!" Raave benar-benar emosi. "Luke!! jemput Aira, sekarang!!" Ia memerintah sopir pribadinya. Dengan suara menggelegar.

Aira sempat sedikit tersentak kaget. Masih terkikik geli. Ia bangun.

"Tak perlu dijemput Luke, Raave!!"sahut Aira.

"Hm. Nice...!! Kamu ingin diantar temanmu pulang, begitu, Nona Aira??!" suaranya masih marah. Berat.

"Tidak begitu... "

"Luke jemput Aira..!!! Dimana rumah temanmu??!"ketus Raave, memotong kalimat Aira.

"Hm. Oke. Di kompleks Green Terrace Residence, Blok G no 28." Ia sebutkan alamat rumahnya sendiri.

"Aira.. Jangan bercanda!!" Sang CEO tentu hapal dengan alamat sang gadis.

"Aku tidak bercanda!! Aku di rumah, My handsome man.. Kenapa kamu teriak begitu, Hm? Tak mungkin juga Zii mengajakku jalan, kan." Aira buat suaranya menjadi lembut, manja. Dimanis-maniskan.

Hening. Tak ada suara. Hanya terdengar helaan nafas lumayan cepat. Samar, tapi tetap terdengar. Lalu terdengar Gio menyerahkan air minum pada Raave. Suara tegukan air. Panjang.

"Maaf.. Raave.." Aira bicara hati-hati. Takut. Asli.

Masih saja hening. Suara helaan nafas masih terdengar. Suara khawatir Gio meminta Tuannya untuk tenang.

"Raave... Maaaafff... Maaaaaafff sekali." Aira bicara lagi.

Call end.

"OH GOD.. Tamat riwayatku!!"pekik Aira. Ia memegangi kepala. Berpikir. Mengacak rambut.

"Huuhhh.. Salahmu sendiri Aira, usil!!"gumamnya, menyalahkan diri sendiri.

Ia mandi dengan cepat, bergegas. Memakai Rok Aline, blus. Sandal nyaman. Sweater. Tas selempang. Keluar kamar, turun. Bu Wina habis mandi.

"Bu ..! Keluar bentar!"pamitnya, tergesa.

"Ati-ati. Baru pulang dari Rumah sakit!"jawab asistennya.

Aira sudah melaju. Menaikkan jempolnya pada Bu Wina. Ia sudah bawa obat.

Mobilnya berjalan cepat. Hanya satu tujuan. Sebelumnya, Ia mampir ke BakeShop. Cake Mentega Ori. Ukuran sedang, menjadi bawaan.

Menuju kantor sang lelaki. Pranaja Tech Office.

To be continued...