Chereads / Lengan Berdarah / Chapter 27 - 26. Api Cemburu

Chapter 27 - 26. Api Cemburu

Ferit meletakan ponselnya di atas meja. Dia menunggu Angga tak muncul-muncul ke hadapannya. Ingin rasa ia menghajar Angga. Pikirannya terus melayang panas teringat kejadian di Wedi Ombo.

"Adrine.. ?" ucap Ferit menyebut namanya, rasa cemas muncul di benak Ferit.

Ferit pergi berlalu meninggalkan kamarnya, lalu ia menuju ke kamar Adrine dengan pintu masih tertutup.

Ferit mengetuk pintu kamar Adrine, lalu ia menunggunya di depan pintu, tak berselang lama muncul Ambar dari balik pintu tersebut.

"Maaf ganggu, aku ingin lihat kondisi Adrine." pinta Ferit memelas dan itu terlihat jelas dari kedua mata Ferit.

Ambar menoleh, kedua matanya lari ke arah Adrine dengan rambut panjang Adrine yang masih terlihat basah. Dia telah selesai mandi, dia juga mengenakan kaos putih pendek kesukaanya. Rambutnya yang masih kusut karna belum disisir membuat kesan berbeda. Adrine sangat natural dengan sikapnya tidak dibuat-buat jika bertemu dengan seorang pria.

"Baiklah, masuk!" Ferit memasuki kamar Adrine atas izin Ambar. Ketika Ferit baru berjalan beberapa langkah tercium semerbak wangi menghajar penciuman Ferit hingga terkapar. Ferit menyukai wanginya, begitu lembut dan segar.

Ferit tersenyum melihat gadis kesukaanya telah selesai mandi begitu cantik alami tanpa polesan make up.

"Ferit?" Adrine terkejut Ferit masuk ke kamarnya.

"Aku hanya ingin melihat lukamu." Ferit beralasan melihat luka padahal itu hanya modus ingin tetap dekat dengan Adrine.

Ambar nyengir bak kuda delman di pasar. Dia mengerti Adrine, wajah sumringah dan berseri Adrine terlihat jelas dari kedua matanya ketika Ferit muncul. Ambar mengenali Adrine sejak kecil dan detik itu juga Ambar memahami jika Adrine sedang di mabok asmara. Adrine jatuh cinta. Ambar berjalan mendekati Ferit yang telah berdiri 2 meter dari Adrine.

Menyadari keberadaan mereka, kemudian Ambar mengambil kotak P3K kecil yang selalu ia bawa ke manapun ia pergi. "Apa kamu mau membantuku, wahai pujangga? aku tak mengenali anda! siapa anda?" ucap Ambar bertanya semaunya.

Ferit tersenyum mendengar pertanyaan terlontar dari mulut Ambar. Kemudian ia mengulurkan tangannya menghadap Ambar. "Saya, Ferit." ucap Ferit memperkenalkan dirinya dengan sangat percaya diri.

Ambar membalas uluran tangan Ferit, mereka berjabat tangan berkenalan di hadapan Adrine. "Ambar.." Ambar menyahuti dengan menyebut namanya sendiri. Ambar welcome terhadap Ferit karna Adrine. Adrine menyukainya bahkan yang ia dengar dari pengakuan laki-laki di hadapannya itu adalah kekasih sahabatnya. Binar wajah Adrine tumbuh indah, padahal sedari Ambar mengenali Adrine baru kali ini ia melihat hal yang sangat luar biasa indah dan cantik bak bidadari saat ia kembali setelah menghilang dengan Ferit.

"Aku akan cari sesuatu untuk camilan. Sementara kamu di rawat oleh dokter spesialis ya..!" ujar Ambar sembari ia memberikan kotak P3K ke tangan Ferit dan kemudian ia berlalu meninggalkan Ferit dan Adrine.

Ferit duduk di sofa dengan kotak di tangannya. "Ayo.. sini" pinta Ferit sembari membuka kotak tersebut.

Adrine mendekati Ferit, dia ambil duduk di sebelahnya. "Aku ingin lihat lukamu." Ferit menarik pelan lengan Adrine. "Apa masih pedih?"

Adrine menggulung lengan kaos putihnya hingga di bawah ketiak "Enggak," ujar Adrine menutupi apa yang sedang ia rasakan.

"Sungguh?" tanya Ferit datar. Sebuah sentuhan kecil jari jemari Ferit menekan luka di siku Adrine.

"Haaaaaa... jangan... sakit." Adrine merintih. Kali ini dia tidak bisa berbohong dan tidak bisa berusaha menjadi wanit kuat di depan Ferit.

Ferit tersenyum menang, dia membuat gadis di depannya menyerah dengan sikap sembunyi dari rasa sakit. "Aku kira beneran sudah nggak nyeri. Maaf aku sengaja! hahaha..." Ferit tertawa lepas di depan Adrine.

Adrine mengerucutkan bibirnya "Ferit!!! nggak lucuuu!! sakit tau!!!" Adrine kesal. Melihat bibir Adrine mengerucut, Ferit tak mampu berhenti tertawa. Kemudian Adrine menunjukan jari telu.

njuk dan jempolnya.

"Aku siap meluncurkan cubitan....!!!" Adrine mencoba mencubit panggul sebelah kanan Ferit namun gagal.

"Maaf, gagal..." ledek Ferit tak henti tertawa.

Ferit mengambil alkohol lalu membersihkan luka di siku Adrine. Setelah selesai kemudian ia meneteskan betadin di lanjut menempelkan plester di luka Adrine.

Adrine menatap Ferit, dia tak habis fikir dengan kejadian 30 menit yang lalu di depan kamarnya "Ferit, kenapa tadi kamu bilang ke sahabat-sahabatku jika kamu kekasihku. Bahkan aku baru mengenalmu empat hari ini?"

"Anggap saja aku beneran pacarmu. Ya setidaknya mereka tidak terlalu cemas jika nantinya kita bertemu lagi. Jika tadi ku bilang kita baru kenal, bisa jadi aku dilaporkan polisi bahkan aku

bisa di arak bahkan digebukin sampai bonyok oleh sahabatmu yang suka denganmu." ujar Ferit. Tangan Ferit masih menggenggam lengan kiri Adrine. Dia masih mengobati luka Adrine.

"Kamu kok bisa tau?" Adrine terkejut Ferit membaca ekspresi dan mimik wajah sahabatnya.

"Mudah ditebak! Bahkan anak kecil juga tau kali. Siapa nama sahabatmu yang hampir pukulin aku?" tanya Ferit sembari meletakan kotak P3K milik Ambar kemudian ia membereskan sisanya untuk dibuang ke tong sampah kecil di dekat kamar mandinya.

"Dudo, namanya. Emang si dia suka dengan aku tapiii aku lebih menyukai hubungan persaudaraan daripada sebuah setatus kekasih. Karna memang aku menyukai hanya sebatas teman. No more!" urai Adrine.

Ketika Ferit sedang membuang sampah bekas luka Adrine, kedua mata Ferit melihat lembaran foto terballik berwarna putih. Ferit memungutnya, lalu ia melihat gambar yang ada di kertas tersebut.

Ferit nyengir, dia melihat gadis kecil cantik berkulit putih dan berambut panjang di lembaran kertas foto tersebut. Dia ingat jelas wajahnya, tidak terlalu sulit menebak jika Adrine adalah gadis yang ia lihat 13 tahun silam.

"Ferit, apa itu?" Adrine memiringkan kepalanya sedikit untuk mencari tau apa yang Ferit pegang.

"Ahhh... mau tau aja!" ucap Ferit menjawab keingintahuan Adrine. Ferit bergegas memasukkan foto tersebut ke dalam saku celananya.

"Ferit?!" Adrine masih penasaran, Ferit menoleh ke arah Adrine, wajahnya senyum-senyum mirip orang gila nggak jelas tanpa Adrine tau alasannya.

"Bukan apa-apa," Ferit menghampiri Adrine. Kemudian ia melihat luka di siku Adrine lagi. "Bagaimana siku tanganmu? apa sudah membaik?"

"Sedikit. nggak seperti tadi pas kena tangan Dudo! nyeri, pedih pula" ujar Adrine tak mampu berbohong dengan laki-laki di depannnya.

Ferit adalah laki-laki pertama yang berhasil membuat Adrine jujur. Karna selama ini meskipun dengan sahabat-sahabatnya dia lebih sering menutupi diri atas kesedihan dan kepedihannya.

"Adrine.. aku tau kau sangat cantik. Tapi lebih cantik lagi jika aku sisir rambutmu." ucap Ferit mengajukan pertolongan untuk Adrine.

"Nggak, nggak usah. Kamu bantu aku untuk obatin sikuku juga udah seneng." tolak Adrine mentah-mentah. Dia tidak mau membuat orang yang baru dikenalnya repot akan dirinya.

"Baiklah! aku akan menunggumu terlihat cantik. Sisirlah rambutmu." Adrine menarik tas ransel yang tergeletak di atas meja. Dia tak menyadari jika isi dalam tasnya sudah menjadi satu.

Adrine meraih sisir dari dalam tasnya. Kemudian ia mencoba menyisir rambutnya yang panjang menggunakan tangan kanannya, namun sayang dia mampu menyisir hanya sebagian. Rambut sebelah kirinya tak mampu ia menyisirnya. Ferit tersenyum melihat Adrine.

"Katanya jagoan, nyisir aja nggak bisa!" ujar Ferit meledek Adrine lagi.

"Brisik!!!" Adrine ngambek, rambutnya kusut karna efek handuk yang ia kenakan untuk mengeringkan rambut.

"Sudah, nyerah saja lagian pemuda tampan mana yang mau sisirin rambutmu kecuali aku?" Ferit memuji diri sendiri.

"Heiii siapa kamu?" tanya Adrine sembari terus mencoba menyisir rambutnya.

"Hahahhahaha..., kesinikan sisirnya dan handuknya." pinta Ferit lagi. Adrine menyerahkan handuk yang tergeletak di bahu sofa kepada Ferit.

Ferit membantu Adrine mengeringkan rambutnya menggunakan handuk. "Bagaimana jika kita pakai pengering rambut?"

"Heheheehehe.. aku nggak pernah bawa kalo lagi liburan gini." Adrine tertawa kecil sambil duduk membelakangi Ferit.

Ferit terus menyisir rambut Adrine yang telah panjang sepinggang. Dia membelai lembut rambut Adrine menatanya agar telihat rapi.

Dudo membuka pintu kamar Adrine dengan lirih hingga terbuka sedikit, dia diam berdiri menyaksikan Ferit sedang menyisir lembut rambut Adrine. Kecemburuan terus menyelimuti dirinya, rasa kesal dari dalam dirinya terus tumbuh. Dudo menyadari dirinya sedang tersulut api cemburu lalu ia pergi meninggalkan kamar Adrine.

Dari arah yang berbeda Angga sahabat Ferit melihat Dudo pergi dalam diam dengan wajah kesal. Kemudian Angga mencoba melihat kamar Adrine dengan pintu sedikit terbuka. Dia melihat Ferit dan Adrine sedang berbincang hangat di dalam.

Angga menarik nafas dalam dan menggelengkan kepalanya, "pantas saja marah!"