Chereads / Lengan Berdarah / Chapter 29 - 28. Angga mengabadikan Liburan di Laguna

Chapter 29 - 28. Angga mengabadikan Liburan di Laguna

Adrine memasuki kamar Dudo, terlihat sangat jelas Dudo sedang duduk termenung menatap keluar jendela tanpa henti. Adrine sengat heran dengan sikap Dudo tidak seperti sahabat lainnya. Ya memang Adrine melakukan kesalahan sehingga membuat kepanikan diantara semuanya.

"Dudo, aku minta maaf atas salahku dengan kalian semua. Terutama kamu yang sangat dipercaya oleh om Ghandi dan Yangkubem" ucap Adrine dengan nada lembutnya. "Sungguh aku minta maaf.."

Jurus memelas Adrine keluar melalui tutur katanya yang lembut dan mimik wajahnya yang begitu lucu ketika memelas memohon maaf pada pemuda di hadapannya.

Adrine berlutut memandang wajah Dudo "Dudo... jangan diam begitu.." ujar Adrine terus menunjukan wajah melasnya.

"Dudo, please.. open your mouth! please.. katakan sesuatu" Dudo diam tak sedikitpun bibirnya bergerak.

Adrine tak mengerti dengan Dudo kali ini. Sesering Adrine melakukan kesalahan dengan tema yang sama dia selalu berhasil meluluhkan Dudo dan teman-temannya, namun tidak kali ini.

"Dudo.. aku minta maaf atas salahku," Dudo tak menghiraukan permintaan maaf yang keluar dari mulut Adrine.

Sesungguhnya Dudo ingin tertawa melihat wajah Adrine ketika memelas meminta maaf namun karna dia sedang menunjukkan kekesalan dan kemarahan ditambah cemburu di hatinya membuat Dudo enggan berucap apapun dari mulutnya.

"Dudo..." Adrine menatap Dudo yang tengah duduk santai dengan wajah acuh tak mempedulikkan Adrine.

"Baiklah Dudo jika kamu tak mau memaafkanku. Aku pergi!" ujar Adine sedikit menarik ulur berharap Dudo memaafkannya disaat itu pula.

Adrine bangkit dari hadapan Dudo lalu mencoba berjalan meninggalkannya "Dudo, panggil aku.... ayo.. ayo..." gumam Adrine lirih. Namun hingga langkahnya tepat di antara pintu Dudo tetap tak memanggilnya.

Adrine menghela nafas, tarik ulurnya kali ini gatot bahkan Dudo tak menyebut namanya. "Sudahlah nanti lagi bilangnya!" gerutu Adrine kecewa.

"Adrine..." tiba-tiba Dudo memanggil, Adrine tersenyum menang. Dia kegirangan Dudo memanggil menyebut namanya.

"Iya," Adrine berbalik dengan senyum super manisnya.

"Jangan lupa tutup pintunya!" pinta Dudo dengan nada datar. Dengan wajah mengeriput Adrine geram terhadap Dudo. Harapannya pupus ketika Dudo meminta tolong untuk tidak lupa menutup pintunya.

Adrine melangkah meninggalkan kamar Dudo, tak lupa ia menutup pintu kamarnya dengan rasa kesal Dudo tak mau memaafkan dirinya.

"Apa yang akan dilakukan Adrine? mungkin nyerah kali aku tak mau bicara padanya. Lagian ngapain dia jadian sama Ferit? dari mana asalnya, bagaimana kepribadiannya atau keluarganya" Dudo bergumam sendirian di balik jendela kamar hotel.

"Taukah kau Adrine kau sangat lucu kalo lagi memelas kaya gitu. Sesungguhnya aku tak tega tapi aku kesal denganmu!" ucap Dudo sembari melempar pena ke atas meja yang berada di sampingnya. "Gemes rasanya melihatmu Adrine, pengen cubit hidungmu" Dudo tersenyum bahagia melihat Adrine masih menghadap dirinya untuk meminta maaf.

"Adrine, sesungguhnya aku tak bisa marah padamu. Aku sayang denganmu sedari dulu tapi kamu tetap keras tidak mau membuka hatimu untukku. Tiba-tiba sekarang kamu telah dimiliki pria lain. Ughhh!!!" Ucap Dudo sambil memukul lengan kursinya.

Tiga puluh menit berlalu, Ezar masih belum kembali. Dia masih bersama Ambar tapi tak tau ke mana mereka pergi. Dudo bahkan tak bergerak ke mana-mana. Dia masih tetap duduk menghadap ke arah luar jendela sambil memikirkan sesuatu.

Tok.. tok..tokk seseorang mengetuk pintu kamar Dudo. Karna masih di selimuti rasa kesal dan marah dia enggan membuka pintu kamarnya.

"Masuk!!" ujar Dudo tanpa membukakan pintunya.

Ketika pintu kamar dibuka, Dudo terkejut melihat seorang pelayan hotel membawa makanan dan minuman di atas nampan. Anehnya, pelayan tersebut mengenakan topi berwarna merah dan berpakaian seragam hotel.

Dudo memperhatikan penampilan pelayan tersebut. Pelayan tersebut adalah seorang wanita dengan rambut panjang kecoklatan. Wajahnya menunduk sembari meletakan nampan tanpa melihat wajah Dudo.

"Mbak, salah kirim ya..? saya tidak memesan makanan ini." ujar Dudo memancing pembicaraan.

"Tidak mas, teman mas tadi pesan untuk mas. Silakan dimakan ya..!" kata pelayan tersebut.

Dudo menganggukan kepala tiga kali. "O... begitu ya? cewek rambut panjang kecoklatan bukan?" tanya Dudo dengan suara sangat jelas terdengar di telinga.

Dudo melihat pelayan tersebut kemudian tersenyum lalu menggelengkan kepalanya.

"Mbak namanya siapa?" tanya Dudo berpura-pura tak mengenali.

"Sari mas, saya permisi dulu mas. Masih banyak pekerjaan!" pelayan tersebut pamit undur diri dan berjalan membelakangi Dudo. "Adrine... ada-ada saja kamu!" ucap Dudo dengan suara sangat lirih.

"Slamet....." Adrine menghela nafas dan membelai dadanya. "Setidaknya kamu makan Do jika kamu marah padaku. Penyakitmu selalu ogah makan kalo lagi berantem sama aku, ujung-ujungnya kena maag" tutur Adrine pada diri sendiri.

Dudo mengerti Adrine kawatir akan dirinya. Dia percaya kalo Adrine tidak mau melihatnya sakit. "Adrine,kamu masih sama dari dulu hingga sekarang. Tak menyerah sampai aku mau memaafkanmu."

*****

Ferit memasuki kamarnya, terlihat jelas Angga sedang duduk di sofa menghadap meja dengan kamera dan lembaran kertas dihadapannya.

"Angga!! kenapa baru balik?! apa kamu yang bilang ke ayah jika aku dekat dengan Adrine?" tanya Ferit dengan wajah emosi meluap-luap.

Angga terkejut Ferit bertanya seperti itu. Dirinya merasa tidak melapor kedekatan Ferit dengan gadis yang baru dikenalnya.

"Ferit, aku emang bejat dan terkadang aku suka melapor aktivitasmu tapi aku melapor ke tante Lena, ibundamu tidak ada yang lain lagi!" ujar Angga tegas. Dia melakukan pembelaan terhadap dirinya sendiri.

"Terus kenapa tiba-tiba ada yang mau mencelakai Adrine?!" Ferit emosi namun dia masih menjaga sikap agar tak melukai Angga. Ferit belum mengetahui pasti siapa dalang dibalik peristiwa itu.

"Aku nggak tau." Angga mengangkat kedua habunya. "Ferit, tidak ada untungnya aku melapor ke ayahmu.!" Angga berkata meyakinkan Ferit.

Ferit diam kemudian ia duduk disebelah Angga. Kedua matanya terkejut melihat lembaran kertas bergambar pemadangan Laguna yang mempesona. Ferit membuka lembar foto tersebut satu persatu. Lebih mengejutkan lagi ada foto dirinya dan Adrine yang tengah asik duduk di atas batu karang Laguna, bahkan segala moment di Laguna oleh Angga dicetak menjadi lembar demi lembar.

"Ahhh Angga, kenapa kamu melakukan ini tanpa izinku?" tanya Ferit sedikit kesal Angga mencuri aktivitasnya dengan Adrine. Ferit sedikit marah namun ada rasa bahagia tersendiri di hati Ferit. Ferit bisa memandang wajah Adrine suka-suka melalui foto-foto yang telah Angga cetak.

"Keren kan hasilnya? siapa dulu? Angga gituuu!" ucap Angga memuji diri sendiri.

Ferit terus membuka lembar demi lembar foto tersebut, senyum di bibirnya menguasai wajahnya hingga terlihat ketampanannya. "Tapi ada bagusnya kamu cetak foto-fotonya. Cantik kan dia? hehehehe

.."

"Tapi yang aku bingung kenapa tiba-tiba ada yang mau celakain Adrine?" tanya Ferit sangat penasaran dengan kejadian di Laguna.

"Ferit, ayahmu memiliki banyak mata-mata. Aku sendiri bahkan nggak kasih kabar ke ayahmu.." ujar Angga berkata jujur. "Aku terlalu fokus dengan wajah Adrine" ujar Angga memancing kecemburuan Ferit.

"Anggaaa.. !!!" Ferit menoleh sembari memukul Angga yang masih asik duduk dengan memandang foto-foto yang masih tergeletak di mejanya.

Ferit diam sembari memikirkan apa yang akan dilakukannya. Dia curiga jika ayahnya telah mengutus seseorang untuk mengawasi dirinya.