Chereads / My Daddy, My Husband / Chapter 2 - 01

Chapter 2 - 01

Aurora Fransiska. Rora nama panggilannya. Gadis delapanbelas tahun itu memiliki bentuk tubuh yang sangat bagus. Selain berwajah cantik, ia juga memiliki penampilan yang elok untuk dipandang. Tak sedikit pun laki-laki yang tergoda oleh penampilan gadis itu dan mengajaknya untuk berpacaran. Namun, Aurora terlalu pemilih sehingga tentu saja telah banyak laki-laki yang ia tolak. Sejauh ini, baru Alden laki-laki yang berhasil mencuuri hatinya.

Aurora tidak punya siapa-siapa selain Jeff, ayah tirinya. Ibunya telah berpulang pada Yang Maha Kuasa lima tahun lalu, setelah mengidap penyakit jantung. Saat itu, dia pun masih berusia tigabelas tahun. Hampir setiap hari ia ditinggalkan oleh Jeff ke tempatnya bekerja. Maka dari itu, sepulang sekolah ia akan sering merasa kesepian.

Malam ini, cuaca di kota Jakarta sedang sangat gerah. Rasanya berdiri di balkon pun tidak ada angin yang menyapa. Aurora baru saja selesai mandi. Dia berbaring di atas ranjang sembari membaca buku, menunggu ayahnya pulang. Malam ini begitu membosankan, sebab kekasihnya belum juga menghubunginya sejak pagi. Tak lama kemudian, gadis itu pun tertidur dengan sendirinya. Aurora terlalu lelap hingga tak menyadari keberadaan sang ayah yang baru beberapa waktu  memasuki kamarnya.

"Kau sudah tidur, Sayang?" lirih Jeff  menghampiri putrinya. Sedari kecil, Aurora memang sering menunggu ayahnya pulang bekerja.

Pria dewasa itu menyelipkan anakan-anakan rambut yang menutupi wajah cantik anaknya. Spontan ia terkesima oleh kecantikan putri tirinya. Saat hendak membenarkan selimut Aurora, matanya tak sengaja melihat penampilan seksi anak tirinya yang hanya mengenakan hotpants ketat. Sangat pendek. Ditambah lagi tanktop mini yang sedikit terangkat sebatas perut membuat kulit mulusnya terekspos bebas. Rambut gadis itu tergerai bebas. Bukan hanya lengan, betis, dan pahanya yang terekspos dengan bebas. Kedua gundukan Aurora pun terlihat sedikit menyembul keluar.

Aurora tumbuh dengan cepat. Lekukan dan tubuhnya telah terbentuk dengan sempurna. Pinggang ramping, perut rata, kulit mulus, dan pantatnya yang montok dan bulat itu tertutup rapat oleh hotpants ketat berwarna hitam. Jeff menggeleng cepat. Dia tak boleh memiliki pikiran kotor seperti itu. Aurora adalah anaknya, walau bukan murni darah dagingnya. Gadis itu adalah titipan, amanah dari mendiang istrinya.

"Dadd.."

Jeff terlalu sibuk dengan lamunannya, hingga ia tak sadar jika Aurora telah membuka mata. Aurora mulai menggeliat, dan terbangun dari tidurnya. Gadis itu lantas mendudukkan diri.

"Daddy sudah pulang?" tanya Aurora menggoyangkan lengan ayahnya.

Jeff terlonjak.  Lamunannya  seketika buyar. Pria itu hanya mengangguk pelan menanggapi pertanyaan yang diulang.

"Kenapa Daddy melamun?"

"Ah, tidak."

"Apa di kantor sedang banyak urusan, atau Daddy sedang memikirkan kekasihmu?" tuding Aurora membuat sang ayah tersenyum kecil. Sepeninggalan Arumi, dirinya memang sempat menjalin hubungan dengan beberapa wanita.

"Maaf sudah mengganggu tidurmu," kata Jeff mengubah topik.

"Ah, tidak. Ini aku sangat gerah. Dadd.. apa kau tidak gerah?"

Jeff meneguk kasar salivanya saat melihat putrinya mengibas-ibaskan tangan ke depan wajahnya sendiri.  Ia memperhatikan dengan jelas kala Aurora mengangkat ke atas rambut panjangnya. Gadis seksi itu menjepit asal rambutnya, membuat leher jenjangnya semakin jelas terlihat.

"Dadd juga gerah. Mengapa kau tidak menyalakan Ac?" kilah Jeff membuang muka ke arah jendela.

"Aku tidak tau, Dad. AC di kamarku ini sepertinya rusak."

"Benarkah?"

Aurora mengangguk mantap seraya menyodorkan remote. Jeff lantas mencoba untuk menyalakannya, tapi tidak bisa. Sepertinya AC di kamar ini benar-benar rusak. Pantas saja seluruh jendela kamar Rora dibuka secara gamblang.

"Besok kita hubungi tukang service. Rora bisa tidur di kamar tamu malam ini."

Aurora menggeleng cepat. Dia tidak mau jika disuruh tidur di kamar tamu. Menurutnya kamar itu sangat aneh. Dia tidak suka dengan warna cat dinding dan desain interior dari  ruangan itu.

"Ak--"

Suara nada dering ponsel membuat  Aurora berhenti berucap. Jeff mengangkat tangan,  menginstruksikan pada putrinya untuk diam beberapa saat.

"Hallo.."

"Oh, tunggu sebentar!"

Jeff melirik putrinya sesaat, kemudian ia menjauhkan sebentar ponsel dari daun telinganya.

"Daddy mau ke kamar. Kau tidur saja di kamar tamu, dan jangan lupa untuk menutup jendela!" pamitnya berjalan keluar dari kamar Aurora.

"Hallo!"

Aurora hanya mendengus di tempatnya. Ia benci ditinggal sendiri. Ayahnya terlalu sibuk dengan pekerjaan. Beberapa waktu Aurora mencoba untuk tidur, akan tetapi tidak bisa. Dengan perasaan kesal, Aurora bangkit dari kasur dan segera berjalan ke arah luar. Dia akan membuat perhitungan pada ayahnya malam ini.

"Dadd.."

Aurora telah tiba di depan pintu kamar ayahnya. Kebetulan kamar Jeff terletak bersampingan dengan kamarnya. Berkali-kalu gadis itu mengetuk pintu, akan tetapi si empu tak kunjung membukakan pintu. Entah di mana pemilik kamar ini. Dia berfikir jika ayahnya tidak ada di kamar atau mungkin sedang mandi.

"Dadd-"

Aurora menerobos masuk ke dalam kamar ayahnya dan menutup pintu. Di mana ayahnya berada? Di dalam  kamar ini tidak ada Jeff. Suara gemercik air dari kamar kecil membuat Aurora yakin jika ayahnya pasti sedang mandi. Tapi tunggu, dia tidak hanya mendengar suara air dari dalam kamar mandi. Gadis mendekatkan daun telinganya ke arah pintu kamar mandi.

"Arghh, huffhhh."

Suara macam apa itu. Aurora yang memerah malu segera mengalihkan fokusnya. Dia bukan remaja yang polos. Jelas ia mengetahui apa yang dilakukan oleh pria tua itu di dalam sana. Bukannya keluar, Rora justru bergegas mencari remote kontrol AC. Gadis itu menyalakan televisi dengan volume yang diatur semaksimal mungkin, biar saja, agar suara menjijikan itu tidak terdengar di telinganya. Akhirnya Rora tidak merasa gerah lagi.

"Aduh, aku haus."

Rasa haus datang secara tiba-tiba. Aurora berniat untuk turun ke dapur dan mengambil minuman. Namun,  matanya tak sengaja melihat sebuah botol minuman di atas nakas ayahnya. Melihat isinya yang sudah berkurang, ia pun berfikir jika mungkin ayahnya telah meminumnya tadi.

"Dadd, aku minta minumanmu!" teriak Aurora walau Jeff  tidak  mendengarnya.

Setelah membuka botol minuman dan mencium aromanya, Aurora pun langsung meneguknya untuk beberapa kali. Malangnya gadis remaja itu, dia bahkan tidak mengerti apa yang sudah dicampurkan ke dalam minuman itu oleh rekan ayahnya.

"Seger," ujar Aurora berbaring dan mulai memainkan ponselnya.

Sekilas botol tadi hanya terlihat seperti minuman berry biasa. Namun sungguh sayang, karena isi yang sesungguhnya sudah tercampur dengan obat. Minuman itu didapat Jeff dari sekretaris rekan kerjanya yang berasal dari luar negeri tadi.

"Kok tambah gerah, ya?"

Aurora mencari remote AC dan mengatur suhu ruangan agar lebih dingin. Tubuhnya menggeliat karena rasa panas mendadak yang menjalar dari dalam tubuhnya. Dia ingin sesuatu yang tidak wajar.

Sementara di dalam kamar mandi, Jeff masih sibuk berendam. Pria itu mencoba untuk meredam gairahnya sendiri di dalam sana.

"Arghh, sial!" umpat Jeff sibuk bermain solo.

Pria dewasa itu jelas mengetahui jika ada sesuatu yang telah dimasukkan ke dalam minuman berry miliknya. Setelah masuk ke dalam kamar tadi, Jeff memang mengambil minuman yang diberikan oleh sekretarisnya di kantor. Ia juga meneguknya hingga setengah botol. Dan reaksinya masih ada hingga sekarang.

Aurora membalikkan tubuhnya ke arah kanan dan kiri, di atas kasur. Meskipun sudah beberapa saat, rasa panas di tubuhnya tak kunjung menghilang. Sekarang ia justru  merasa pusing yang teramat. Memilih bangkit dari kasur ayahnya, Aurora kesulitan membuka pintu. ia berjalan ke arah pintu kamar kecil di sudut ruangan.

Dok, dok, dok...!

Gadis itu mengetok dengan keras pintu di depannya. Dia ingin masuk ke dalam sana.

"Daddh, tolong akh-uh!" kata Aurora memegangi pintu.