Chereads / Mona "Selamat tinggal diriku yang dulu" / Chapter 2 - CHAPTER 1: Mona

Chapter 2 - CHAPTER 1: Mona

"Sampah...! Sampah...! Sampah...!"

Begitulah sorak para siswa yang melihatnya merangkak telanjang mengitari sekolah.

"Jangan berhenti...! masih tersisa 4 putaran lagi sampai hukuman mu selesai," ucap senior biadab yang menarik rantai belenggu di lehernya.

Mona mendapatkan perlakuan tidak pantas yang tak terkira di sekolahnya sendiri, banyak siswa-siswi yang menertawakan dirinya ada pula yang menutup mata karena tidak tega melihat nya.

"Kak, kumohon....., berhenti...., ugh!" mohon nya dengan amat sangat, belenggu dilehernya sangat mencekik.

"Ha? bukankah sudah kukatakan masih ada 4 putaran lagi? jangan lari dari tanggung jawab mu," balas kejam senior.

Senior menarik rantai belenggu hingga Mona merintih kesakitan.

Mona Amilish, umur 18 tahun, gadis malang ini berwajah cacat yang menjadi target pembullyan oleh para seniornya lantaran memiliki cacat rupa yang membuat orang-orang merasa jijik padanya.

Perlakuan buruk seperti ini, bukan yang pertama kalinya pernah alami. Dia mendapatkan perlakuan ini sejak minggu pertama ia bersekolah dan berlanjut hingga saat ini.

"Cepat merangkak dan jangan bawel atau kau akan menerima yang lebih parah lagi," ucap senior kejam.

Dia pun lanjut menyeret Mona keliling area sekolah, beginilah perbuatan Senior yang bernama Seraphine Reish ketika para penanggung jawab di sekolah sedang pergi ke kantor pusat menteri pendidikan guna memperbaiki akreditas sekolah mereka yang buruk.

Seraphine Reish, umur 19 tahun, dia adalah seorang konglomerat yang memilih untuk bersekolah di SMA Owl yang merupakan SMA terburuk di kota Whistle, entah mengapa orang kaya seperti dirinya lebih memilih sekolah bobrok dibandingkan sekolah lain yang memiliki nama harum di kota nya.

Kuasa, harta dan pesona, dia memiliki semuanya. Tidak ada satupun siswa sekolah maupun para staf tingkat rendah yang berani menentang maupun mengadukan dia atas perbuatan yang ia lakukan.

Selain kuasa, dia juga memiliki akal bulus serta berwajah dua. Inilah yang menjadi penyebab ia sulit digulingkan.

Pagi ini, seorang Mona menjadi korban atas kelakuan biadabnya itu, lantaran Mona tak sengaja menumpahkan teh ke baju seragamnya.

"Beraninya kau mengotori seragam ku, kau pikir seragamku ini menggunakan kain murahan seperti yang kau gunakan? asal kau tahu saja, meski kau menjual diri, kau takkan mampu menggantinya....!"

Bentak keras Sera sambil menginjak kepala Mona.

Mona yang tidak memiliki daya untuk membalas hanya bisa menangis dan memohon ampun....

"M...mm.., maafkan aku kak...," mohon nya dengan amat sedu.

Tetapi Sera semakin menarik belenggu dilehernya...

"Ugh...! Ohok...!, a...., aamm..., pun."

Nafas Mona menjadi tak beraturan, namun senior terus menyiksanya.

Tak berselang lama, terdengar suara langkah kaki menghampiri Sera, terlihat seorang siswi berpakaian tidak etis (penampilan yang memamerkan belahan dada dan perut) dengan santainya berjalan sambil merokok di area sekolah.

Siswi itu mencuri pandangan semua orang termasuk Sera dan Mona yang berada di situ.

Sera memandang siswi itu dengan tatapan sebal sebelum akhirnya menghampirinya.

"Dari mana saja kau? kau tidak lihat sedang sibuk?!" bentak Sera.

"Diamlah, kau bukan satu-satunya orang yang sibuk," balas siswi itu dengan santainya.

"Jadi, apa yang harus kulakukan untukmu?" tanya siswi itu sambil menatap ke arah Mona yang nampak babak belur setelah diinjak kepalanya.

"Aku ingin kau menggantikan posisi ku untuk menghukum si wajah cacat ini, karena aku harus pulang dan mengganti pakaian ku," jawab Sera seraya kembali menginjak kepala Mona.

"Itu saja?"

Siswi itu bertanya lagi.

"Pastikan dia mendapatkan perlakuan yang paling kejam, dia sudah berani mengotori pakaian ku," balas Sera.

"Kak.....kkk.., kumohon..., jjja... ngan," mohon Mona, menahan rintihan sakit.

(BUAAAKKK....!)

Sebuah tendangan mendarat tepat di wajah Mona, yang membuat hidungnya seketika mimisan.

"DIAM KAU...!" bentak keras Sera.

Sera kembali memalingkan wajah ke lawan bicaranya.

"Apa kau bisa melakukan itu? Bianca."

"Hmmm...., tentu saja, aku hanya perlu menyiksanya, bukan?"

Tanpa pikir panjang, Sera menyerahkan rantai belenggu Mona kepada nya.

"Kalau begitu lakukanlah, jangan sampai terlalu lama, karena para penanggung jawab sekolah mungkin akan segera kembali," ujar Sera.

"Siap boss."

Sera mengibaskan rambutnya sejenak, rambutnya sedikit teracak-acak akibat terlalu emosi saat menghukum Mona.

"Kalau begitu aku pergi dulu, bersenang-senanglah sepuasnya."

Ucapan terakhir Sera sebelum enyah dari pandangan semua orang, ia bergegas pergi pulang untuk segera mengganti bajunya yang basah.

Kini hukuman Mona diambil alih oleh Senior nya yang bernama Bianca, selagi Sera pergi meninggalkannya.

Bianca meratapi Mona yang babak belur seraya tersenyum menyeringai, pertanda ada inisiatif jahat yang muncul dipikirannya.

Dalam posisi tersungkur serta tak punya tenaga, Mona hanya dapat pasrah dengan keadaan.

Ia hanya bisa memikirkan kemungkinan terburuk yang akan terjadi kepadanya setelah ini....

"Hihihi..., nah sekarang, apa yang harus kulakukan padamu? hihihi," ucap licik Bianca.

Penderitaan Mona pun berlangsung hingga jam sekolah hampir berakhir.

******

Hinaan, derita dan penindasan, ketiga kata inilah yang mencerminkan kehidupan nya sehari-hari.

Berharap agar hari esok akan lebih baik telah menjadi rutinitas sebelum ia pergi tidur, meski ia tahu pada akhirnya semua akan tetap sama.

Hari-hari yang dijalaninya masih tetap buruk dan berangsur-angsur semakin parah, bahkan sekarang ia harus pulang dalam kondisi pincang dan penuh lebam.

"Kuharap aku tidak pulang telat," ucap Mona yang sedang merapikan buku sebelum pulang.

Hanya dia seorang yang tersisa dikelas, teman-temannya yang lain sudah pulang terlebih dulu. Hukuman yang diberikan Sera sangat menyita waktunya.

Mona sudah selesai berkemas, ia keluar dari kelas lalu melihat kondisi sekolah sudah sangat sunyi tanpa ada seorang pun yang berlalu-lalang, langit yang perlahan-lahan mulai menggelap menjadi pertanda bahwa ia akan pulang telat hari ini.

Sekuat tenaga ia berlari pulang sebelum hari semakin larut, ibunya akan sangat murka bila ia terlambat menyiapkan makan malam.

Ia berlari terengah-engah hingga nyaris terjatuh, nyeri di lutut nya akibat hukuman tadi masih sangat terasa.

Meski butuh waktu yang cukup lama, pada akhirnya ia pun sampai di rumah, ia melepas sepatu dan membuka pintu rumahnya.

Terlihat seorang wanita merokok diruang tamu sambil menyilangkan kedua kakinya diatas meja, wanita itu menatap sinis Mona yang baru pulang sekolah.

Mona yang masih terengah-engah memberanikan diri untuk menyapa wanita itu.

"Aku..... pulang, bu," sapa Mona.

Wanita yang berada diruang tamu itupun menghela nafas, sebelum akhirnya membalas sapaan dari Mona.

"Akhirnya kau muncul juga, sampah."

Chapter 1-End