Chapter 9 - Edelweis

Kaori mendekati mereka, lalu meminta Jirou untuk mendekatkan adiknya kepada ia yang kini berdiri di hadapan Jirou. Ayah Shiina itu menurunkan tinggi tubuhnya untuk menyamai tinggi tubuh Kaori. Kini Kaori dapat melihat wajah lucu adiknya.

"Nishizawa Misaki!" ucapnya dengan tiba-tiba. Jirou dan Keiko sama-sama terkejut saat Kaori berkata seperti itu. Mereka saling berpandangan, tak mengerti dengan maksud dari perkataan Kaori.

"Itulah nama yang akan ku berikan untuk imouto-chan," lanjutnya. Senyum Jirou dan Keiko sama-sama mengembang. Mereka berdua tak menyangka jika Kaori akan memberikan nama yang bagus untuk adiknya sendiri.

Sedari perjalanan pulang, Kaori terus memikirkan nama yang bagus untuk adiknya. Namun hanya nama Misaki yang terus muncul di dalam benak. Tak ada arti khusus yang bisa menjelaskan alasan ia memilih nama itu.

"Kenapa kau memilih nama itu, Kaori-chan?" tanya Jirou penasaran.

"Entahlah. Aku hanya memikirkan nama itu saja sejak tadi," jawabnya sembari menyentuh pipi mungil sang adik yang bernama Misaki itu.

Keiko mendekatkan diri kepada mereka, kemudian ia mengelus puncak kepala Kaori sembari bertanya, "Apakah kau ingin menggendong Misaki-chan?"

Kaori menoleh ke arah wanita itu, perlahan ia menganggukkan kepalanya. Keiko tersenyum senang melihat perubahan yang terjadi pada Kaori. Dengan semangat, ia dan Jirou mengajari Kaori untuk menggendong Misaki. Tidak lama dari itu, tangisan adiknya berhenti. Tentu Keiko dibuat kebingungan, namun ia tidak banyak bicara karena ia tahu, Misaki akan lebih tenang jika berada di pangkuan kakaknya.

Sejak saat itu, Keiko dan Jirou berusaha keras bekerja sama dalam mengurusi Kaori dan Misaki selayaknya mereka mengurusi Shiina dengan baik. Pasangan itu tak membeda-bedakan ketiga anak yang ada di rumah mereka. Tentu apapun yang dilakukan Keiko dan Jirou membuat sepasang adik kakak itu merasakan kasih sayang orang tua yang utuh. Terlebih Kaori yang sudah beberapa bulan tidak pernah merasakan kasih sayang orang tuanya. Nishizawa Haru, ayahnya pergi bekerja dan tak pernah kembali, mendiang Ayaka juga bekerja hingga tak memiliki waktu untuk memberikan kasih sayangnya kepada sang anak. Tentu kelakuan Kaori dan Jirou membuat Kaori sangat senang, apalagi mereka berdua selalu memberikan apapun yang Kaori inginkan.

Sebagai anak kandung Keiko dan Jirou, Shiina juga ikut senang ketika anggota keluarganya bertambah. Ia selalu merasa jika Kaori dan Misaki berhak mendapatkan kasih sayang yang sama. Hatinya begitu baik, tidak jauh berbeda dengan kedua orang tuanya. Ia tidak pernah iri ataupun merasa tersaingi, justru ia merasa bangga dengan Keiko dan Jirou yang berhasil membawa teman sekaligus bayi kecil tinggal bersama mereka.

***

"Okaa-san, kau dimana? Kenapa pergi meninggalkanku seorang diri? Aku masih membutuhkanmu. Sungguh aku menyesal karena tidak pernah berusaha menjadi anak yang baik untukmu. Maafkan aku, Okaa-san. Aku tidak akan pernah nakal lagi. Tolong bangun dan kembali kepadaku," ujar Kaori di sebuah kuburan dengan terukir nama Nishizawa Ayaka di sana. Sudah hampir setengah hari ia berdiam diri di tempat itu, menunggu sang ibu kembali bangkit. Ia sudah tidak tahu lagi harus bagaimana jika tanpa ibunya. Namun Nishizawa Ayaka sudah meninggalkan dunia ini selamanya, ia tidak akan pernah kembali.

"Kaori-chan!"

Tiba-tiba saja seseorang memanggil namanya. Anak perempuan itu menolehkan kepala ke arah belakang untuk melihat siapa yang telah memanggil nama dia. Ia terkejut dan segera bangkit dari posisi sebelumnya saat orang yang sangat ia kenal berdiri di sana. Segeralah ia berlari dan memeluk orang itu sembari berkata, "Aku merindukanmu, Okaa-san. Tolong jangan pergi!"

Ya. Seseorang yang memanggil nama Kaori adalah Ayaka, ibu kandung Kaori yang telah tiada. Ayaka membalas pelukan Kaori, lalu ia membalas, "Anakku, aku tahu kau akan tumbuh menjadi anak yang hebat. Buktinya kau bisa menerima kehadiran imouto-chan, bahkan kau sudah memberinya nama yang cantik. Aku yakin kau bisa menerima ke-"

"Tidak!" sela Kaori di tengah ucapan ibunya yang belum selesai. Ia melepaskan pelukannya terhadap Ayaka.

"Aku terpaksa menerima dia dan memberinya nama, aku hanya tak mau Jirou-san terus berbicara menyebalkan. Aku tidak suka dinasehati!" lanjutnya sembari memasang wajah masam.

Tentu saja Ayaka terkejut mendengar ucapan anaknya itu. Ia tidak percaya jika Kaori berkata demikian. Tak lama, senyumnya mengembang sembari ia berlutut untuk menyamai tinggi tubuh Kaori. Lalu ia berkata, "Jangan berbohong seperti itu! Kau tahu sendiri jika aku tidak suka jika kau berbohong. Tolong katakan saja apapun yang sedang kau rasakan kepada keluarga barumu. Jangan pernah menahan ataupun menyembunyikan perasaan yang tengah kau rasa. Aku ingin melihat kau menjadi anak yang jujur dan bisa menerima keadaan sekarang."

"Tidak bisa, Okaa-san! Aku tidak akan pernah bisa menerima keadaan yang terjadi, terkecuali kau mau kembali ke sisiku," tolak Kaori mentah-mentah tanpa memikirkan apa yang Ayaka katakan barusan.

"Kaori-chan, kau tahu bunga edelweis?" Tiba-tiba saja Ayaka mengalihkan pembicaraan.

Kaori mengernyitkan kening karena tidak pernah mendengar tentang bunga yang Ayaka tanyakan. Ia pun hanya menggelengkan kepalanya saja.

"Bunga itu hanya tumbuh di tempat tertentu, misalnya dataran tinggi yang tanahnya kering kerontang. Bunga edelweis harus bertahan hidup di tempat yang ekstrem dan berliku tajam. Tetapi ia menerima keadaannya yang memang harus tumbuh di sana. Ia bahkan tidak mengeluh, selalu terlihat indah walau tumbuh di tanah kering. Kau harus belajar dari bunga edelweis untuk bisa menerima keadaan yang terjadi di dalam hidup ini. Walau banyak rintangan, mau tidak mau kau harus menerimanya dengan tulus. Semua itu telah menjadi takdir Kami-sama, kau tak bisa mengubahnya. Kepergianku dan hadirnya imouto-chan menjadi dua hal penting yang harus kau terima saat ini. Aku yakin kau bisa seperti bunga edelweis, dimanapun kau tinggal dan sesulit apapun hidupmu, kau akan selalu tumbuh menjadi anak yang hebat, anak kebanggaanku." Ayaka berbicara panjang lebar agar anaknya mau mengerti akan keadaan pedih yang tengah dialaminya. Ia harus merelakan kepergian sang ibu dan harus menerima kehadiran adiknya yang baru saja lahir.

Kaori mendengarkan apa yang Ayaka katakan dengan berlinang air mata. Kini ia tengah berpikir jika ucapan sang ibu ada benarnya juga. Namun ia masih merasa sulit untuk menerima keadaan ini dengan tulus. Ia masih merasa jika dirinya tak akan mampu bertahan tanpa sang ibu tercinta.

Tak lama ia membalas, "Aku tidak bisa menjadi bunga yang Okaa-san sebutkan. Aku bukan anak kuat yang bisa merelakan kepergianmu."

Masih dengan tersenyum, Ayaka membalas dengan sebuah pertanyaan, "Kau tidak boleh menyerah, Kaori-chan. Aku selalu memberikanmu berbagai macam perkataan yang selalu kau turuti saat dulu. Apakah kau lupa dengan apa yang pernah aku katakan?"