"Thanks" ucap Vanya sambil turun dari jok motor laki laki yang berbaik hati mau mengantarnya pulang itu. Vanya memperbaiki dan mengembalikan jaket laki laki itu yang sempat di pinjamkan untuk menutupi pahanya karena rok yang begitu tinggi. laki laki itu mematikan mesin motornya dan membuka helm fullface yang menutupi wajahnya
Seketika mata Vanya tertuju pada bibir laki laki itu yang mencuri seluruh perhatiannya terlebih lagi disaat ia menjilat bibir itu untuk membasahinya.
"anytime" jawabnya datar. pandangan Vanya segera mengikuti arah pandang mata laki laki itu yang mengarah ke arah pintu Mansion keluarganya terlihat beberapa Maid berdiri menyambut Vanya.
"Mau masuk?"
"Tidak trimakasih, teman teman ku menungguku" kali ini laki laki itu memberikan senyum tipisnya, sangat tipis sehingga susah untuk terlihat jika tidak di perhatikan. untuk sesaat Vanya terdiam, ia baru menyadari jika laki laki yang ia tumpangi memiliki wajah yang tampan-- tunggu siapa namanya?
"Vero, Vero Cassanovas" ucapnya membuat Vanya menatap ke arah tangan Vero yang terulur. Vanya hendak menyebutkan namanya namun Vero berucap terlebih dahulu "saran ku, jangan pernah mengajak laki laki yang belum kau tau namanya masuk kedalam rumah mu, Vanya"
kening Vanya berkedut mendengar namanya yang Vero sebut namun ia tetap memberikan senyuman manisnya.
"Aku pergi dulu" ucap Vero lagi, ia memakai jaket dan helmnya bersiap untuk pergi namun sebelum ia pergi, Vero melirik ke arah wajah Vanya sebentar.
Setelah melihat motor yang di kendarai Vero berjalan keluar dari pekarangan rumahnya. Vanya membalikan badannya dan saat itu juga senyumannya memudar menatap tajam para pegawai yang bekerja di Mansion Daddynya
"Dimana Andra?" Tanya Vanya dingin pada Dorita ketua maid di Mansion itu
"Maaf miss, Mr.Steel tiba tiba harus men-check up dirinya. Kami berusaha untuk menghubungi anda namun handphone anda tidak aktif" jawab Dorita sambil menunduk hormat. Vanya memutar bola matanya malas, salah satu maid mengambil tas yang sedang di bawa Vanya sebelum ia berjalan masuk kedalam Mansionnya
Mansion keluarganya selalu kosong, sudah hari ke tiga Vanya disini dan juga sudah hari ke tiga pula orang tuanya mengurusi masalah perceraian mereka. Vanya lebih memilih meninggalkan Indonesia dan Mamanya yang berselingkuh dengan pria lain. Ia memilih untuk lebih ikut Daddy nya yang pulang ke kampung halamannya, Australia
Ia tidak terlalu peduli dengan masalah perceraian orang tuanya, toh ia tidak terlalu dekat dengan kedua orang tuanya. Kedua orang tuanya selalu pergi mengurus bisnisnya di banding berada di rumahnya. Kakaknya, Valeary Thomas pun lebih memilih untuk tinggal bersama Casrten, tunangannya.
Vanya berjalan ke arah meja komputernya, tepat dimana ia biasa mendisign pakaian yang akan ia buat untuk perusahaannya sendiri. perusahaan bergerak pada bidang pakaian yang sudah ia bangun semenjak satu tahun yang lalu. berkat nama keluarganya, dalam setahun minat dari pembeli pakaian brand nya melambung tinggi.
Karena itu ia memilih untuk masuk International Royal Business School yang berada di Australia. sekolah Elite nomor satu di Asia-Australia yang hanya memfokuskan murid pada pelajaran Bisnis, tidak heran jika banyak murid yang sudah mempunyai bisnisnya sendiri di sekolah itu.
"Vanya!"
"Sialan" Vanya tersentak dari duduknya saat mendengar suara Valeary mengagetkannya "sejak kapan kau disini?"
"Baru saja" jawab Valeary dengan cengirannya "mandi cepat, hari ini kita makan malam bersama keluarga Dendalls"
Vanya memutar bola matanya malas, ia terlalu lelah untuk menerima tamu saat ini. Masih banyak pekerjaan miliknya yang belum terselesaikan "kan Daddy tidak ada dan kau bukan pemilik Mansion ini yang bisa secara tiba tiba mengundang tamu"
"C'mon Vanya ini Dendalls, bukan orang lain. Turuti saja" ucap Valeary dengan kening berkerut.
"Fine" dengan malas Vanya beranjak dari duduknya menuju kamar mandinya. Butuh setengah jam dirinya untuk mandi dan memilih pakaian yang akan ia pakai. Vanya pun memilih untuk memakai dress putih tulang dengan high heels putih dan memakai riasan tipis sebelum berjalan keluar dari kamarnya
Setelah menanyakan pada Maid Vanya pun bergegas berjalan menuju Dinning room mansion keluarganya. Dalam waktu singkat wajah datarnya berubah dengan senyuman manisnnya disaat ia melihat keluarga Dendalls yang sudah duduk di meja makan.
"Good Evening" sapa Vanya membuat semua mengalihkan padangannya dan menatap dirinya. sembari berjalan duduk, mata Vanya melirik malas ke arah anak kembar Dendalls. yang mana punya nya?
"astaga kita sudah lama tidak bertemu, kau semakin cantik saja Vanya"
Classic
"Thank you Mom" jawab Vanya ramah pada Kristina, ibu berdarah China Indo dari anak kembar yang sekarang salah satunya duduk di sampingnya.
"Bagaimana sekolah baru mu Vanya?" tanya Carsten yang duduk di sebrang Vanya
"sedikit buruk, tidak ada yang menjemputku tadi" Vanya mengambil gelasnya yang sudah di isi dengan anggur merah tahun 1978 itu. jawabannya membuat Carsten mengkerutkan keningnya, tidak biasanya Andra sebagai Asisten pribadi Vanya melepasnya.
"Dimana Mr.Steel?"
"Andra sak-"
"Mr.Steel Vanya" potong Valery cepat
"-Sakit, dan bagusnya lagi tidak ada yang mau menggantinya" ucap Vanya sebelum memasukan makanannya kedalam mulutnya dengan begitu anggun.
"kenapa tidak menghubungi Reyhan? apa kalian tidak bertemu?" tanya Burce Dendalls yang sedari tadi hanya diam
aku tidak mempunyai nomornya, ingin sekali Vanya mengucap seperti itu namun ia memilih untuk diam, menatap salah kedua anak kembar di sampingnya ini. harus kah ia bertanya yang mana miliknya?
"maaf aku tidak menghampiri mu" si kembar yang memakai kemeja biru tua dan berada paling dekat dengan Vanya menjawab. Vanya menghela nafasnya pelan, jadi kembar yang di sampingnya ini adalah Reyhansyah Dendalls.
Vanya menatap balik Reyhan dan memberikan senyumannya "tidak apa, salah ku, baterai handphone ku habis"
"bagaimana jika mulai besok Reyhan akan mengantar mu ke Sekolah atau kemana-"
"tidak jangan, dia tunangan ku bukan supir ku dan lagi aku punya sisten pribadi" potong Vanya dan untungnya mereka memahaminya dan mulai memperbincangkan hal lainnya. sudah cukup Andra yang bersikap menjadi Daddy keduanya. ia tidak mau di repotkan kembali dengan tunangannya. Vanya hanya ingin menyelesaikan makan malam ini segera bukan untuk menambah beban.
"bagaimana keluarga kalian, apa Jeremy benar benar meninggalkan Indrianty di indonsia?" Valeary melirik cepat Vanya yang berada di sebrangnya, Vanya terlihat berhenti menyuapi makanannya kedalam mulut. ia tahu walaupun Vanya tidak terlalu dekat dengan kedua orang tuanya, terlihat jelas bahwa ia benar benar tidak menyukai percakapan tentang perceraian mereka berdua
"dilihat dari keadaanya sepertinya iya" jawab Valeary, ia sudah dewasa dan bisa mengendalikan emosinya di bandingkan dengan Vanya yang berumur 17 tahun dan beremosi labil untuk menerima perceraian keluarganya
"sayang sekali-" Kristina berhenti berbicara saat melihat Vanya berdiri dari duduknya
"aku kenyang" ucap Vanya dengan senyumannya sebelum pergi dari Dining Room. tidak ada yang mencegahnya, dan memang seharusnya seperti itu. mereka tidak memiliki hak menanyakan hal bodoh itu di depannya. Vanya berjalan menuju lantai atas, melewati beberapa lorong hingga ia sampai pada Balkon utama lantai itu.
jujur saja, handphonennya tidak lah habis batery, melainkan rusak karena ia melemparnya saat merasa bosan melihat media sosial yang menampilkan pembahasan perceraian keluarganya berpuluh puluh kali. menatap foto Indrianty yang begitu menyebalkan pada seluruh website dan media sosial lainnya.
apa mereka tidak malu?
"maafkan mommy" Vanya membalikan badannya menatap saudara kembar sedang berdiri tegap di belakangnya dan satunya mendekati ke arah balkon untuk melihat pemandangan taman besar di Mansion itu.
Vanya menghela nafas berat dan memberikan senyuman manisnya "lupakan, jangan membahasnya lagi" ucapanya
"Daddy benar, kau bisa menghubungi kami jika kau butuh tumpangan atau untuk mengenal Australi" sahut yang berdiri di samping Vanya namun Vanya tidak mendengarkan ucapan mereka, ia terfokus memperhatikan wajah anak kembar ini dalam diam.
"Sure.." Vanya mengumpat dalam hati, ia masih belum bisa mengenal yang mana Reyhan dan mengapa juga ia lupa kemeja warna apa yang duduk di sampingnya, dengan cepat Vanya mengalihkan pandangannya sebelum mereka mencurigainya dan memutuskan untuk menatap laki laki di sampingnya yang memakai kemeja biru langit "maksud ku tidak apa, walaupun ini hari ketiga ke Australia tapi aku sering keluar negri"
hening
apa Vanya salah bicara? dan mengapa keduanya saling melirik sekilas sebelum menatap Vanya dengan kening berkerut.
"kau sepertinya tidak mengenali Reyhan" salah satu yang memakai baju biru tua menatap kearahnya dengan alis terangkat, jelas sekali ucapannya mampu membuat jantung Vanya berdegup lebih kencang. si baju biru tua mendengus tidak percaya dengan mata yang masih terararah pada mata Vanya "kau lupa atau kau tidak pernah mengingatnya?"
"Really? kau benar benar melupakan tunangan mu?"
Shit
-To Be Continued-