Vanya menggeleng cepat "kalian semakin indentik" ucpanya sambil mengidentifikasi dua anak kembar di depannya cukup lama sampai ia benar benar menyerah "Ok Fine, Who is my Fiance?"
Revi menghela nafasnya sebelum menunjuk Reyhan yang berdiri didepan Vanya dengan malas "kalian sudah bertemu berapa kali?"
"dua? Di tambah hari ini tiga" jawab Reyhan tanpa memalingkan tatapannya dari Vanya.
"C'mon guys, aku tau kalian menganggap pertunangan kalian bercandaan. tapi bisa kah kalian lebih sering berdua? Atau paling tidak, dimana cincin kalian?" ucap Revi dengan nada jengkelnya. ia tahu pertunangan mereka yang dilakukan karena permintaan orang tuanya dan ia tahu jika kedua orang di depannya ini tidak berniat untuk serius.
Vanya yang sedari tadi juga masih menatap mata hijau Reyhan memilih memutuskan pandangannya terlebih dahulu. ia tidak mencintai Reyhan dan ia pun tau Reyhan melakukan hal yang sama dengannya. di depan orang tua mereka mungkin Vanya akan melengket pada Reyhan tapi jika tidak ada mereka akan bersikap seakan akan mereka tidak mengenal
"It's okay, Kita sudah membahas itu kan?" Tanya Vanya sambil menatap Reyhan. Reyhan sepertinya tidak berniat menjawab dan masih menatapnya dalam diam
***
"Vanya!" Vanya membalikan badannya menatap Vanessa yang berjalan berusaha mengejar dirinya dengan secarik kertas di tangannya "ini aku bawa untuk mu"
"apa itu?" tanya Vanya sembari melanjutkan jalannya menuju kelasnya
"Kertas biodata mu, kau belum menuliskan nama perusahaan mu dan Extracurricular yang kau pilih" kertas itu beralih tangan pada tangan Vanya.
"Kalian dari mana? Aku menunggu kalian sejak tadi" sahut Madelaine saat melihat kedua temannya masuk kedalam kelas mereka
"Aku dari ruang guru untuk mengumpulkan tugas dan dia baru datang" jawab Vanessa sembari mendaratkan bokongnya pada kursinya di ikuti Vanya "So.. kau ikut Extracurricular apa?"
"Cheerleader mungkin, aku sempat mengikutinya di Indonesia" Vanya mengambil pulpen yang berada di dalam tasnya sebelum melengkapi biodata miliknya
"Aku sudah memberi tahu mu tentang Gina bukan? Berharap saja dia tidak berniat jahat pada mu" ujar Madelaine, Vanya tahu jika Madelaine mengikuti Cheerleader dan selama dua hari ia mengenal Madelaine, Madelaine cukup memberitahu semua sikap ketua Cheerleader sekolah mereka.
"Bicara Indonesia, mengapa banyak murid Indonesia disini? Aku tidak menyangka Indonesia banyak pembisnis muda" kening Vanya berkerut tidak mengerti ucapan Vanessa
"Hardjodjo, kau tau? Dia baru masuk hari ini setelah meliburkan diri selama satu minggu" lanjut Vanessa saat melihat raut keheranan Vanya jemarinya terangkat menunjuk kumpulan laki laki yang duduk di barisan belakang "walaupun dia jarang masuk tapi ia anak terpintar, mungkin sebentar lagi kau akan mengganti posisinya"
Vanya tau itu, keluarga Hardjodjo cukup terkenal di Indonesia. Bagus Hardjodjo yang memegang pertambangan terbesar di Indonesia. ia tidak menyangka ia bisa berada disatu kelas dengan anaknya.
"kalau lu mau keliling Australi, gue siap nganterin kok" sahut Zaki dari belakang, sungguh jelas ia mendengar percakapan tiga gadis yang duduk jelas di depan mereka "kita belum kenalan juga ya? Gue Zaki, cowo terganteng di angkatan ini"
dan ia juga tidak tahu jika anak Bagus Hardjodjo memiliki sifat nyetrik seperti itu.
"Dia ngomong apa Van?" Tanya Madelaine tidak mengerti
Vanya tersenyum dan membalikan badannya kembali menatap kertas yang berada di mejanya "dia bilang kalian cantik"
"Ew gross" Madelaine dan Vanessa saling menatap jijik Zaki di belakangnya sedang kan Zaki hanya tertawa. Pukul delapan lewat lima belas bell sekolah berbunyi dan pelajaran pun memulai untuk beberapa jam dan di pelajaran akhir sebelum istirahat Vanya harus izin keluar dari kelasnya untuk pergi menemui Karen memberikan kertas biodatanya
"Thank you" ucap Karen, Vanya pun memberikan senyumannya sebelum beranjak dari duduknya "Vanya"
Vanya memutar bola matanya malas sebelum membalikan badannya menatap Karen"Yes Mrs?"
"Bisa bantu saya? Tolong ambilkan absen setiap kelas satu" Vanya mengumpat dalam hati namun tetap memberikan senyuman manisnya
"Sure" jawab Vanya sebelum meninggalkan ruangan Karen. Di depan pintu ia menghela nafas beratnya, ia terlalu malas untuk melakukan pekerjaan seperti ini. Dengan berat hati ia pun mulai mendatangi kelas sebelas, dimulai dari kelas 1D kelas yang menurut Vanya rendah dikarenakan kelas itu berisikan murid beasiswa dan bahkan murid tidak mempunyai bisnis sendiri.
Cukup lama ia mengambil beberapa absen dan memerlukan kesabaran tinggi karena di mulai dari 1D yang tidak ada guru jadi ketua kelas lah yang mengabsen mereka. Dan Vanya harus menunggu itu selesai belum lagi kelas C yang susah untuk diam saat di absen.
Vanya sampai pada kelas 1B kelas terakhir yang akan ia ambil map absennya, terdengar jelas dari luar jika kelas itu sedang memasang musik kencang. Bagaikan kelas kelas D, kelas B sangat berbeda dengan kelas A yang begitu tenang dan unggul walaupun hanya berada disatu tingkat dibawah mereka.
Sebelum masuk, Vanya mengetuk pelan pintu kelas tersebut walaupun ia yakin ketukannya tidak akan ada yang mendengarnya. Ia pun membuka pintu kelas tersebut dan matanya langsung menangkap mata hitam pekat yang sedang menatapnya juga
"Dylan matikan musiknya" ucap Vero tanpa mengalihkan pandangannya pada Vanya, saat musik itu terhenti semua orang memberikan perhatiannya menatap Vanya. Pandangan Vanya terus menerus menatap mata hitam tersebut sebelum terhenti saat Develyn temannya menghalangi pandangannya
"Vanya? Ada apa?" Tanya Develyn barus saja Vanya akan menjawab namun Develyn segera memahami kedatangan Vanya saat melihat tumpukan map yang berada di tangannya "oh.."
Dengan segera Develyn meninggalkan meja Vero dan berjalan mengambil map yang berada di meja guru sebelum menghampiri Vanya "aku akan bantu"
"Thanks" ucap Vanya saat Develyn mengambil beberapa tumpuk map dari tangannya sebelum berjalan meninggalkan kelas 1B Vanya kembali menatap Vero. Dari sudut pandangannya, selama ia berbicara dengan Develyn, Vero sama sekali tidak mengalihkan pandangannya dari dirinya.
"Jangan menatapnya jika kau tidak mau meninggal. Apa lagi medusa yang berada di sebelahnya, kau akan menjadi batu seketika" ucap Develyn sambil beranjak dari tempatnya menuju ruangan Karen. Vanya tau yang sedang Develyn bahas, Tatapan Vero bisa membunuhnya dan Gina si medusa. Ia tadi sempat melihat jika Vero, Gina dan Develyn sedang berada di dalam suatu masalah
"ada apa dengan kalian?" Tanya Vanya saat ia keluar dari ruangan Karen
Sebelum menjawab Develyn mengangkat tangannya untuk melihat jam di tangannya "Hari ini kita ada tes dari Ms.Lodge. Dia bilang kita harus mengerjakannya di selembar kertas"
"Stop!!!" Develyn dan Vanya saling mengumpat dan berhenti berjalan saat mendengar suara kejutan dari Vannesa "bisa kau ulangi? Aku dan Madelaine ingin mendengar drama mu dengan Prince Cassanovas itu"
Develyn memutar bola matanya, ia terlalu malas mendengar semua orang memanggil Vero adalah Pangeran "tidak terlalu penting" ucapnya yang di angguki oleh ketiga temannya
"Selama tes dimulai aku biasa saja, tapi setelah tes di kumpulkan aku mengecek kembali buku ku. kulihat ada bekas robekan kertas yang tidak rapih membuat emosi ku terpancing" Develyn mengepalkan tangannya di udara sambil terus berjalan ke arah kantin, menunjukan sikap kesal nya pada Vero "aku menanyai satu kelas, guess what? This bastard mengaku. Dia mengambil beberapa kertas untuk dirinya dan teman temannya"
Kening Vanya mengerut, mereka sampai pada kantin. Sambil mengantri untuk mengambil makanan Develyn terus menceritakan kekesalannya pada Vero. tidak heran lagi jika Develyn selalu menceritakan kekesalannya pada Vero. bodohnya, Vanya baru menyadari jika Vero kemarin lah yang sering di bicarakan temannya.
"Tunggu, kenapa kalian bertengkar hanya untuk sebuah kertas" tanya Madelaine sambil menaruh nampan makanannya di atas meja diikuti teman temannya
"Ini bukan tetang kertasnya, Mad. aku tadinya hanya mempermasalahkannya sebentar tapi si medusa mendekat dan mulai memanas manasi kami. Aku tau jika medusa itu menyukai grim reaper sialan itu tapi bisakah dia tidak berlagak seperti putri kesiangan hanya untuk kertas?" Develyn mulai memakan makanannya dengan penuh emosi menatap Vero yang duduk di meja bersebrangan dengan mejanya membuat teman temannya tertawa melihat tingkahnya
Karena ikut tertawa dengan temannya, Vanya tidak fokus dengan makannya sehingga ia tidak sengaja menyenggol sendok makannya dan menyembabkan makanan yang berada diatas sendoknya terjatuh kemeja. Vanya berdecak "Aku ambil tisu sebentar"
Vanya kembali berjalan ke arah tempat nampan diambil, ia sempat melihat Ada tempat tisu didekat nampan. Baru saja ia akan mengambil tisu namun sebuah tangan lebih cepat bergerak mengambil satu kotak tisu tersebut.
Dengan kesal Vanya mendongak namun tatapan kesalnya berubah menjadi keterkejutannya menyadari keberadaan sang perebut kotak tisu yang ia incar. Vanya menunggu, menunggu beberapa saat agar kotak itu kembali pada tempatnya namun kotak itu tidak terlepas dan sang perebut membuatnya sedikit jengkel
"aku butuh beberap lembar tisu" ia meminta pada Reyhan namun matanya melihat kearah lain.
"Sekarang aku tahu, kau pasti membenci ku"